Dan sumber ketiga teratas yang digunakan sebagai sumber informasi mengenai politik dan pemilu adalah televisi, hal ini berlaku bagi kalangan masyarakat yang memiliki status ekonomi sedang-atas dan memiliki TV sendiri di rumahnya.Â
Mereka menjadikan televisi sebagai sarana hiburan dan menonton berita terkini peneman di kala sedang sarapan sebelum bekerja atau waktu senggang lain.
Preferensi Masyarakat Mengenai Calon LegislatifÂ
Lalu bagaimana tentang preferensi masyarakat mengenai calon legislatif pilihannya, apakah ada kriteria tertentu, seperti berpengalaman, berpendidikan tinggi, agamis, bersih dari korupsi, suka memberi bantuan, tidak cacat hukum dan sebagainya, atau hanya berdasarkan ikut-ikutan tetangga saja?
Ternyata setelah saya melakukan survey, preferensi mereka dalam memilih calon legislatif pilihannya adalah mayoritas ditentukan berdasarkan ada tidaknya money politik yang mereka terima.
Ada salah satu responden yang mengatakan, "Mbak, sekarang itu zamannya serba sulit, apa-apa mahal, orang kecil kaya saya ya hanya luluh sama yang namanya uang. Coba mbak pikir deh, satu caleg ngasih uang satunya tidak, ya jelas saya pilih yang ngasih toh."
Lalu bagaimana tentang ekistensi money politik di desa, apakah ini hal yang wajar dan masyarakat maklumi? Hampir seluruh responden mengatakan setuju dan mengakui bahwa hal tersebut yang sangat wajar adanya, dan tentu besarnya nominal juga akan mempengaruhi preferensi dari pemilih.
Semua responden mengaku senang dan menerima dengan senang hati uang yang mereka dapatkan dari caleg-caleg yang sedang berpromosi. Namun dari segi pemakaiannya berbeda-beda, ada yang digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan ada yang merasa uang tersebut hanya titipan dan harus disedekahkan entah separuh atau semuanya agar berkah dan tidak mendapat mudharat. Hal tersebut kembali pada kepercayaan masing-masing dan saya menghormatinya.
Lalu saya bertanya lebih dalam, apabila ada 2 orang caleg yang sama-sama memberi uang, manakah yang akan dipilih. Jawaban pun beragam, ada yang memilih caleg yang memberikan uang pertama kali, ada juga yang memilih caleg karena sudah kenal karena tetangga sendiri meski mungkin nominalnya lebih sedikit, dan ada yang memilih dengan nominal yang lebih besar.
Tidak ada yang salah akan jawaban tersebut, memilih dan menggunakan hak suaranya terlepas dari semua pertimbangan masing-masing pribadi adalah hak semua orang yang patut dihormati. Yang membuat saya miris justru karena keberadaan money politik atau bantuan-bantuan sembako nyatanya sudah menjadi hal wajar di desa, bahkan menjadi suatu budaya yang dinanti-nanti.
Ini hanya satu desa yang saya amati dan saya lakukan survey, semoga preferensi memilih caleg pilihannya dapat se-objektif mungkin, tidak hanya berdasarkan nominal uang/besarnya bantuan yang diterima, namun juga berdasarkan kompetensi dan kerja nyata dari masing-masing calon legislatif.Â