"Merindu Sosokmu"
Mungkin tidak hanya aku yang kehilangan sosokmu
Cinta pertama bagi anak perempuannya
Adalah mu Abah
Masih ingat telepon gemetar Ibu saat masih di gerbong kereta
Meminta terus mendoakanmu
Aku berkelit, tiap hari berdoa jugaku untukmu dan Ibu
Mengapa mu pergi cepat sebelum anak perempuanmu mendewasa
Sembab mata, seraknya suara, lantunan doa-doa mengiring kepergianmu
Ratusan peziarah menjadi saksi baiknya ahlakmu
Masih ingat hari-hari akhirmu
Sering memintaku hal-hal sepele
Pakaikan kaos kakiku, kancingkan lengan bajuku, pijiti aku
Pengabdianmu pada tempat kerja, membawamu pada ajalmu
Esok itu, roda dua yang mu kendarai
Bersalaman dengan truk muatan batu
Sayang, Aku tidak pecus bisa berada di akhir hayatmu
Mungkin Tuhan lebih sayang padamu
Cukupkan usia dan ujianmu
Menyisakan jasadmu yang terbujur kaku
Aku banyak belajar darimu
Bahwa bekerja adalah soal keikhlasan
Bukan absensi yang kau kejar
Tapi mengabdi adalah peganganmu
Mu adalah orang terdisiplin yang kukenal
Sekarang anak perempuanmu sudah mendewasa
Jauh mandiri dari sebelumnya
Meski kadang mimpinya tak sesuai harap
Tapi percaya mu tetap berada di sisi
Bulan depan, kakak terikat janji dengan lelaki pilihannya
Masih dengan lelaki yang sama
Berilah restu untuk keduanya
Sudah seribu hari mu pergi
Masih ku nanti lewat mimpi
Aku sungguh rindu sosokmu
Ruangan, 12 Januari 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H