Mohon tunggu...
Ziaw Noha
Ziaw Noha Mohon Tunggu... Akuntan - Menulis adalah nafasku

Aku menulis karena aku mencintainya. Di setiap ide-ide yang terlintas dalam benakku, di setiap aksara yang tergores dari penaku dan di setiap kebenaran yang terpancar untuk masyarakatku. Sungguh, aku mencintainya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan di Bulan Proklamasi

16 Agustus 2023   06:30 Diperbarui: 16 Agustus 2023   09:19 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Agus menatap nama subyek pengirimnya: Senyum Terindah. Nama yang sengaja Agus tuliskan untuknya. Lagi-lagi Agus tak bisa menyembunyikan senyumnya setiap kali menatap foto profil empunya. Agus tak percaya bahwa dia akan bertemu Maria. Setelah begitu lama melewati lautan kerinduan sejak terakhir kali Agus menatap kepergiannya.  Perpisahan itu telah mengubah segalanya. Seketika senyum Agus memudar tatkala mengingat kembali kejadian 7 tahun lalu. Kenangan yang pernah meruntuhkan pertahanan Agus.

Selepas upacara bendera, Agus bergegas mencari Maria di barisan kelasnya. Dia berencana mengembalikan payung Maria yang kemarin dipinjamkannya. Dan kali ini, dia sudah menata hatinya. Agus tak ingin terlihat memalukan lagi di depan Maria seperti kemarin sore. Agus pasti bisa mengajaknya berbicara, setidaknya mengucapkan terima kasih. Begitu pikir Agus.

Tapi Agus tak menemukan Maria.

Agus menanyakan keberadaan Maria kepada teman-temannya, tapi tak satupun yang mengetahui keberadaannya. Agus mencarinya di ruang kelas, UKS, ruangan BK, tapi tetap tak menemukannya. Agus kecewa. Harapannya untuk bertemu Maria telah kandas.

Di saat Agus berputus asa, dia mendapati Maria keluar dari ruang kepala sekolah, diikuti oleh Miss Melia wali kelas XII-A dan seorang laki-laki paruh baya menuntun Maria yang sedang tertunduk. Miss Melia memberikan pelukan dan menangis. Bapak kepala sekolah keluar dan menepuk punggung Miss Melia seolah menyuruhnya untuk bersabar. "Apa yang terjadi?" Agus tidak mengerti.

Sebelum Agus menemukan jawabannya, Maria berlalu bersama laki-laki paruh baya menuju sebuah mobil hitam yang sedari tadi ternyata sudah menunggu di depan sekolah. Agus hanya bisa menatap kebingungan dari kejauhan. Kepergian Maria meninggalkan seribu pertanyaan bagi Agus.

Belakangan Agus mengetahui dari Miss Melia bahwa Maria akan pindah sekolah ke Jakarta. Teman-teman sekelasnya sama terkejutnya dengan Miss Melia dan Agus. Maria memang murid pendiam, tidak punya teman, ke mana-mana selalu sendirian, tapi siapa sangka kepergiannya ternyata meninggalkan kesedihan yang mendalam di kelasnya, seakan ada sesuatu yang hilang. Pun dengan Agus, sepotong hatinya seketika tertinggal bersama kepergian Maria. Saat itu hujan turun. Agus berusaha bertahan untuk tidak menangis. Dia adalah laki-laki. Tapi pertahanannya runtuh.

Rabu, pukul 19:00 WIB

Agus sudah duduk di meja kafe sesuai titik lokasi yang dikirimkan oleh Maria. Penantian ini akan berakhir. Agus benar-benar telah siap bertemu Maria--tidak seperti kejadian serah-terima payung yang cukup memalukan itu.

Sejak Maria pindah sekolah di Jakarta, Agus tak pernah berhenti mencari informasi keberadaannya. Dia bahkan bertekad melanjutkan kuliah di ibukota. Dan selama menempuh pendidikan di salah satu universitas ternama, Agus benar-benar mengerahkan secara maksimal segala bentuk ide-ide pencarian untuk mendapatkan kabar tentang Maria. Baru setelah lulus kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan swasta ternama, secara tak terduga Tuhan menjawab kerja keras dan doanya. Sebulan lalu, Agus mendapatkan akun Instagram Maria yang berteman dengan salah satu teman di kantornya. Sejak saat itu Agus memberanikan diri untuk mengirimkan DM, berkomunikasi, sampai bertukar nomor Whatsapp. Bahkan sebelum Agus sampai di kafe tadi, Maria sudah meminta Agus memesan minuman lewat pesan Whatsapp.

"Maaf, aku terlambat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun