Mohon tunggu...
Ziaw Noha
Ziaw Noha Mohon Tunggu... Akuntan - Menulis adalah nafasku

Aku menulis karena aku mencintainya. Di setiap ide-ide yang terlintas dalam benakku, di setiap aksara yang tergores dari penaku dan di setiap kebenaran yang terpancar untuk masyarakatku. Sungguh, aku mencintainya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan di Bulan Proklamasi

16 Agustus 2023   06:30 Diperbarui: 16 Agustus 2023   09:19 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://olipeoile.files.wordpress.com/

"Besok, kau harus datang pagi untuk bersiap menjadi pemimpin upacara. Jangan sampai sakit."

Maria menyerahkan sebuah payung yang masih terlipat. Wajahnya tak berhenti tersenyum sedari tadi. Agus terpaku. Betapa tidak, ini pertama kalinya Agus menatap matanya, mendengar suara lembutnya dan berdiri sangat dekat dengannya, tiga hal yang sejak dulu selalu didambakannya tapi tak pernah berani dilakukannya. Dan di luar itu semua, jantung Agus tiba-tiba berdegup kencang. Segala rasa tiba-tiba tumpah ruah tak karuan. Berdesir seluruh darahnya, mengalir terlalu cepat, bahkan otaknya tak sempat mengirimkan sinyal untuk membalas senyumnya. Terlalu sibuk merekam keindahan yang ditangkap oleh matanya.

Maria seolah tak menunggu jawaban Agus. Dengan sekali tekan, payung itu terkembang. Warnanya putih bersih dengan motif 2 ekor kupu-kupu berwarna merah di salah satu ruasnya.

"Pakailah!"

Maria mendekat. Kerongkongan Agus seketika mengering, tak mampu berkata-kata. Jarak antara dia dan dirinya hanya sehasta. Payung putih mekar di atas kepala mereka berdua. Untuk beberapa saat, waktu serasa berhenti berputar, alunan hujan terdengar begitu melankolis. Agus merasa seperti sedang bermimpi.

Tangan Agus meraih gagang payung dengan mata masih terpukau. Tepat ketika Agus benar-benar menggenggam gagang payung, Maria bergegas menerobos hujan. Agus seketika tersentak dari khayalannya, panik melihat Maria basah kuyup dalam rimbunan air hujan. Tapi wajah yang membuat Agus khawatir itu tampak tak perduli. Dia tersenyum bahagia sembari menengadah ke langit. Direntangkan kedua tangannya seolah menyambut hujan untuk memeluk tubuhnya.

"Aku mencintai hujan," katanya. Senyumnya merekah. Senyum yang nantinya tak pernah bisa dilupakan oleh Agus. "Hujan selalu tahu apa yang kurasakan. Dia menyirami dan menumbuhkan apa saja benih-benih kebaikan di bumi ini. Bahkan segala kesedihan seolah bisa dihapuskan. Hujan akan menyirami benih kesabaran dan kebahagiaan dalam hati. Dan membawa penderitaan yang mengalir lewat air mata bersamanya."

16 Agustus 2023, pukul sekarang.

Seseorang duduk di sebelah Agus yang membuat lamunannya seketika buyar. KRL yang ditumpanginya baru saja mengangkut penumpang di stasiun. Dari pengeras suara Agus mengetahui bahwa stasiun berikutnya adalah pemberhentiannya. Dia sudah hampir sampai.

Pandangan Agus teralihkan oleh pernak-pernik merah putih di sepanjang koridor gerbong kereta. Pita merah putih itu bergoyang-goyang bak kupu-kupu beterbangan. Mengingatkan Agus pada motif kupu-kupu di payung Maria. Lantunan lagu-lagu nasional mengiringi perjalanan penumpang. Besok hari ulang tahun negara ini. Di luar sana, hujan masih riang membasahi rel perlintasan.

Tak lama berselang, speaker menyampaikan kereta akan berhenti di stasiun terakhir, Stasiun Sudirman. Agus bersiap-siap turun beserta beberapa penumpang lain. Dia mengecek handphone, terdapat sebuah notifikasi di layar. Agus membukanya dan mendapati sebuah pesan Whatsapp yang telah terkirim setengah jam yang lalu. Kata singkat tertulis untuknya: Otw.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun