kita, bahwa kita adalah makhluk yang lemah, dan setelah apa yang terjadi, korban yang bergelimang, rumah yang porak-poranda, dan alam yang rusak, pernahkah kita bertanya kenapa ini terjadi? Â
Sebagian kita ada yang berkata, mungkin ini bencana alam, mungkin ini teguran, dan mungkin ini ujian. Ya ini adalah bencana alam sekaligus teguran, akal dan kecanggihan teknologi manusia bahkan tak sanggum membacanya. Andaikan teguran ini kita pahami tentu kita dapat membaca maksud  dari teguran Allah tersebut.Â
Teguran paling ringan dari Allah mungkin dengan dapatnya setiap individu kita masalah, masalah yang membuat kita insyaf dan kembali pada Allah. Seperti pekerjaan, anak keluarga, ekonomi dan lain sebagainya, yang itu menimpa diri kita individu. Namun karena kita tak peka maka tanda itu tak tertangkap oleh kita. Lalu mulai Allah tingkatkan peringatan itu, satu masyarakat ia tegur, berbagai musibah terjadi.
Pertanyaannya lagi, kira-kira teguran atas apa sehingga Allah dengan keras menegur kita? Pertama Allah telah menegur kita mungkin dengan lambat, tapi kita tak juga sadar, lalu ditegur lagi dengan lambat, tak juga manusia ini sadar, lalu agak keras tegurannya, tetap juga tak bergeming, maka setelah teguran-teguran itu tak diidahkannya maka datanglah teguran yang keras, bencana alam terjadi.
Kembali kita pada surat Al Furqan tadi, jawaban atas pertanyaan di atas  akan kita temui pada ayat selanjutnya. "namun mereka mengambil tuhan-tuhan selain Dia (untuk disembah), padahal mereka (tuhan-tuhan itu) tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan...). Hemat saya, berbagai musibah yang terjadi pada kita disebabkan kita mulai lupa kepada Allah.Â
Kita lebih mempertuhankan apa selain Allah, kita memang tidak menyembah berhala atau bergama lain, tapi kita hari ini sedang mempertuhankan harta-benda. Betapa kita sangat terobsesi dengan barang-barang bermerek, barang barang baru, barang-barang yang akan keluar, kita menunggu-nunggu barang baru tersebut.Â
Lihatlah ketika IPhon keluar, lihatlah ketika film baru dirilis. Lihatlah kita yang tak bisa berhenti browsing melihat barang-barang murah di toko online. Lihatlah ambisi kita untuk membeli barang-barang baru. Bukankah kita telah mempertuhankan benda-benda tersebut, pikiran dan tenaga kita kita habiskan untuk membeli barang. Lihatlah banyaknya barang-barang kita diluar kebutuhan kita.Â
Apakah yang kita beli adalah kebutuhan atau kendak mengoleksi. Kita makan bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan tapi untuk bermewah-mewah dan memamerkannya pada orang-orang di Instagram. Lihatlah aktivitas kita tidak lagi murni dan tulus, sebab kita mengharapkan komen dan like dari orang lain. Lihatlah diri kita yang gila dengan game online, dari petang hingga baterai lowbat kita tetap main game.Â
Di tengah kesunyian malam kita heboh dengan gadget yang di tangan kita. Apakah kita benar-benar menyembah selain Allah? Benarkah atas sikap kita ini Allah menurunkan bencana?
Keinsyafan lahir bukan dari luar, namun hati yang lelah itu sadar dan ia menginginkan untuk kembali pada jalan yang lurus. Kembali kepada kehadiran Allah setelah lelah ia melalang buana ke kehampaan fatamorgana. Jika bencana alam ini adalah sebuah teguran, bukankah teguran ini keras sekali? Kenapa Allah sampai menegur kita sekeras itu? Pikirlah! Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H