Mohon tunggu...
Zia Mukhlis
Zia Mukhlis Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemerhati Pendidikan dan Sosial Budaya

Jurnalis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membaca Teguran Tuhan

26 Desember 2018   13:10 Diperbarui: 26 Desember 2018   13:15 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.eventhunterindonesia.com

Saat fajar masih menyingsing di ufuk timur bumi kutengadahkan tanganku membaca kitab suci yang telah berumur panjang sejak ia diturunkan. Kitab yang diturunkan untuk pengingat dan pemberi kabar baik pada alam semesta. 

Kitab yang jika dibaca ia berpahala, dan jika ia ditadabburi akan membekas pada kedirian dan jiwa manusia. Ia menjadi petunjuk saat manusia lupa dengan diri dan tugasnya di atas bumi, dan juga menjadi penawar dari setiap kegalauan dan rundung masalah yang dihadapi manusia. Dan kita adalah manusia, makhluk yang kepadanya Al Qur'an diturunkan, sudah sadarkah kita?

Dalam salah satu surat dari Al Qur'an ada sebuah surat yang bernama Al Furqan artinya adalah Pembeda. Al Furqan sama dengan Al Faruq yaitu bermakna pembeda. Al Faruq sering kita dengar disematkan setelah nama sahabat nabi, Umar Al Faruq (Umar Bin Khattab), sebab ia menjadi pembeda. 

Lihatlah cara ia masuk Islam, lihatlah cara ia memahami ayat-ayat Allah, lihatlah cara ia berjalan yang setanpun akan mengambil jalan lain saat berpapasan dengannya, lihatlah caranya melihat masyarakat Islam, sejak ia masuk Islam mulailah Islam menjadi lebih kuat, mulailah nabi berdakwah secara terang-terangan. 

Lihatlah Umar ketika ia memimpin umat Islam, ketika ia menjadi Amirul Mu'minin, berapa banyak daerah yang ia buka, bahkan hingga ke Afrika, Mesir. Lihatlah kesederhanaannya bajunya penuh tambalan, benarkah ia Raja yang menguasai Timur dan Barat? tanya seorang tentara Romawi saat menemukannya tidur di Masjid Nabawi. 

Walau bajunya sudah banyak tambalan tetap ada masyarakatnya yang mempertanyakan darimana baju itu ia dapatkan. Ia Umar yang tegas menghadapi urusan masyarakatnya di siang hari, dan bersimpuh dengan rengekan tangis di malam harinya saat sedang berduaan dengan tuhannya. Itulah Al Faruq yang memahami Al Furqan (Al Qur'an), ia beda dari makhluk yang lain dan beda dari hamba yang lain.

Dalam surat Al Furqan, Allah memulai surat ini dengan pujian atas dirinya dan mengingatkan bahwa Allah lah yang telah menurunkan Al Furqan (Al Qur'an) kepada nabi Muhammad agar menjadi peringatan pada seluruh alam, baik untuk jin apalagi manusia. Lalu pada ayat kedua kita dibuat-Nya merenung oleh Allah, "Yang memiliki kerajaan langit dan bumi...". adakah yang memiliki kerajaan seluruh bumi ini? jika kita membaca sejarah belum ada seorang rajapun yang semasa hidupnya telah menguasai seluruh wilayah di muka bumi ini? Alexander The Great dikenal sebagai penakluk dunia, kekuasaannya membentang dari barat hingga timur, namun itu semua bukan hasil kerjanya sendiri, pendahulunya telah memulai terlebih dahulu dan ia melanjutkan saja. 

Kekuasaan Islam pernah hampir menguasai satu pertiga dari dunia ini, namun itu juga masih belum seluruh dunia, dan itu dicapai berabad-abad lamanya dan bukan oleh satu orang, tapi berbagai dinasti dan sultan-sultan. Sedangkan Allah adalah pemilik sekaligus penguasa kerajaan langir dan bumi. Lihatlah Allah pada ayat ini menggunakan kata 'kerajaan', menunjukkan bahwa Allah sang raja dan ia berkuasa atas bumi dan langit. 

Coba kita bayangkan sesuai akal kita, yang terbayang oleh kita jika ada seorang raja yang berkuasa di suatu wilayah tentu ia berhak atas wilayah tersebut, hendak ia makmurkan atau ia hancurkan itu adalah haknya, sebab ialah sang penguasa. Lalu hak tersebut tentu juga berlalu pada Allah, bahkan kepastian bagi Allah untuk melakukan apa yang ia kehendaki. 

Maka atas kerajaan bumi dan langit yang ia kehendaki apapun bisa terjadi. Baik itu baik ataupun itu buruk, Allah berhak atas bumi ini, manusia di atasnya, dan alam sekalipun.

Sepakat kita bahwa apa yang terjadi atas musibah tsunami (22/12) yang menimpa wilayah sekitar Selat Sunda adalah kuasa dan kehendak Allah. Allah lah yang menjadikan tsunami itu ada, Allah lah yang menjadikan orang-orang tidak tahu tsunami itu datang, BMKG tak bisa mendeteksi bahaya yang datang, tak ada orang mengira tsunami itu adalah efek dari aktivitas anak Karakatau dan lainnya segala kealpaan manusia saat itu. Tak hanya musibah di Selat Sunda ini saja, di Sulawesi beberapa bulan yang lalu, di NTB, dan dimanapun itu semua adalah haknya Allah. Lalu insyaflah 

kita, bahwa kita adalah makhluk yang lemah, dan setelah apa yang terjadi, korban yang bergelimang, rumah yang porak-poranda, dan alam yang rusak, pernahkah kita bertanya kenapa ini terjadi?  

Sebagian kita ada yang berkata, mungkin ini bencana alam, mungkin ini teguran, dan mungkin ini ujian. Ya ini adalah bencana alam sekaligus teguran, akal dan kecanggihan teknologi manusia bahkan tak sanggum membacanya. Andaikan teguran ini kita pahami tentu kita dapat membaca maksud  dari teguran Allah tersebut. 

Teguran paling ringan dari Allah mungkin dengan dapatnya setiap individu kita masalah, masalah yang membuat kita insyaf dan kembali pada Allah. Seperti pekerjaan, anak keluarga, ekonomi dan lain sebagainya, yang itu menimpa diri kita individu. Namun karena kita tak peka maka tanda itu tak tertangkap oleh kita. Lalu mulai Allah tingkatkan peringatan itu, satu masyarakat ia tegur, berbagai musibah terjadi.

Pertanyaannya lagi, kira-kira teguran atas apa sehingga Allah dengan keras menegur kita? Pertama Allah telah menegur kita mungkin dengan lambat, tapi kita tak juga sadar, lalu ditegur lagi dengan lambat, tak juga manusia ini sadar, lalu agak keras tegurannya, tetap juga tak bergeming, maka setelah teguran-teguran itu tak diidahkannya maka datanglah teguran yang keras, bencana alam terjadi.

Kembali kita pada surat Al Furqan tadi, jawaban atas pertanyaan di atas  akan kita temui pada ayat selanjutnya. "namun mereka mengambil tuhan-tuhan selain Dia (untuk disembah), padahal mereka (tuhan-tuhan itu) tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan...). Hemat saya, berbagai musibah yang terjadi pada kita disebabkan kita mulai lupa kepada Allah. 

Kita lebih mempertuhankan apa selain Allah, kita memang tidak menyembah berhala atau bergama lain, tapi kita hari ini sedang mempertuhankan harta-benda. Betapa kita sangat terobsesi dengan barang-barang bermerek, barang barang baru, barang-barang yang akan keluar, kita menunggu-nunggu barang baru tersebut. 

Lihatlah ketika IPhon keluar, lihatlah ketika film baru dirilis. Lihatlah kita yang tak bisa berhenti browsing melihat barang-barang murah di toko online. Lihatlah ambisi kita untuk membeli barang-barang baru. Bukankah kita telah mempertuhankan benda-benda tersebut, pikiran dan tenaga kita kita habiskan untuk membeli barang. Lihatlah banyaknya barang-barang kita diluar kebutuhan kita. 

Apakah yang kita beli adalah kebutuhan atau kendak mengoleksi. Kita makan bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan tapi untuk bermewah-mewah dan memamerkannya pada orang-orang di Instagram. Lihatlah aktivitas kita tidak lagi murni dan tulus, sebab kita mengharapkan komen dan like dari orang lain. Lihatlah diri kita yang gila dengan game online, dari petang hingga baterai lowbat kita tetap main game. 

Di tengah kesunyian malam kita heboh dengan gadget yang di tangan kita. Apakah kita benar-benar menyembah selain Allah? Benarkah atas sikap kita ini Allah menurunkan bencana?

Keinsyafan lahir bukan dari luar, namun hati yang lelah itu sadar dan ia menginginkan untuk kembali pada jalan yang lurus. Kembali kepada kehadiran Allah setelah lelah ia melalang buana ke kehampaan fatamorgana. Jika bencana alam ini adalah sebuah teguran, bukankah teguran ini keras sekali? Kenapa Allah sampai menegur kita sekeras itu? Pikirlah!    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun