Yogyakarta adalah kota yang ku idam-idamkan hendak berkunjung ke sana. Kota yang rapi dan bersih serta masyarakatnya yang berbudi santun, begitulah yang ku baca dan dengar.
Tiga hari sebelumnya pada tanggal 13 Juli 2018 ku hirup kembali udara Indonesia setelah setahun kurang belajar di bumi Musa, Mesir. Selama perjalanan ke Indonesia sangat mengesankan, disamping ditemani oleh teman yang humoris ia juga agamis, maka imanku berdecak kagum.
Mendarat di Bandara Soekarno-Hatta kira-kira pukul setengah sembilan malam, bagasiku tak ditemukan, kemungkinan tertinggal di tempat transit sebelumnya. Aku tidak terlalu terkejut karena maskapai yang ku gunakan ini memang sering meninggalkan bagasi penumpangnya. Dan Alhamdulillah keesokan harinya bagasiku ditemukan dan langsung diantarkan ke alamat.
Hampir aku tak jadi berangkat ke Jogja karena bagasiku hilang, ketika bagasiku sampai di alamatku di Tanggerang, malam itu langsungku pesan tiket ke Yogyakarta. Mimpiku semakin dekat.
Pada tanggal 16 Juli 2018 pukul 22:20 WIB dengan menggunakan kereta api Progo 186 ku mulai perjalannku menuju bumi Hemengkubuwono. Sebelumnya saat di ruangan tunggu sempat aku ngobrol dengan anak muda yang lebih tua beberapa tahun dariku. Ia juga baru kali ini naik kereta dari Jakarta ke Jogja, dari tuturnya ia hendak mencari pekerjaan di Jakarta karena gajinya lebih tinggi daripada perusahaannya di Jogja, perbedaannya hampir 2X lipat. Selanjutnya ketika ia bertanya tentangku dan bercerita tentang Mesir, ternyata ia berminat juga hendak kuliah di Mesir, setelah tanya ini dan itu akhirnya kami masuk kereta, karena beda gerbong kamipun berpisah.
Inilah pengalam pertamaku naik kereta, biasanya naik kereta jenis KRL. Disini kursinya berhadap-hadapan hingga kaki ini harus berselingan dengan kaki orang didepan. Kebetulan orang didekat dan didepanku adalah cowok semua jadi lebih santai. Kereta ini sangat dingin karena AC-nya tepat diatas kepalaku, ada WC-nya juga yang bersih.
Perjalanan ini memakan waktu lebih kurang 8 jam, seperti perjalanan dari Jakarta ke Abu Dhabi menggunakan pesawat. Tapi perjalanan dengan kereta lebih menyenangkan dari pada pesawat, karena dengan kereta bisa mundar mandir dan banyak transitnya. Perjalanan malam sangat seru karena tak ada pemandangan yang bisa dilihat jadi bisa langsung tidur. Tujuanku adalah stasiun Lempuyangan, Yogyakarta.
Saat kereta akan sampai di stasiun terakhir segeraku hubungi sahabat lama, Fikri. Kereta Progo 186 Â berhenti dengan pas di stasiun Lempuyangan, hari masih pagi udaranyapun terasa dingin, ekspektasi awalku Jogja adalah kota yang panas sesuai cerita Fikri ternyata berbeda.
Cukup lamaku menunggu Fikri yang katanya sudah diperjalanan menjemputku, hanya fikri teman yang bisa ku hubungi karena teman-teman yang lain pada pulang kampung. Sambil menunggunya ku pandangi stasiun Lempuyangan yang kecil ini, dibelakang stasiun ada pemandangan pohon dan langit yang tak berawan. Tak lama setelah lamunan itu jemputanku sampai, Fikri.
Obrolan kami cukup dalam, biasalah sahabat lama sudah lama tak berjumpa. Kesana-sini kami berkisah, perjalananku dan perjalanan sahabatku ini. Untung di Mesir sempat baca buku-buku Indonesia, jika tidak mungkin aku tidak bisa mengimbangi pemikiran sahabatku ini. Setelah cukup lama ngobrol di kontrakan sahabatku ini segera kami keluar untuk cari makan, karena di kereta tadi hanya makan roti saja, itupun malu-malu.
Sarapan kami adalah lontong pical karena sudah rindu sangat. usai sarapan kami hendak melihat-lihat kampus UIN Yogyakarta, kampus yang cukup liberal canda kami. Selama perjalanan saya sangat memperhatikan sekeliling, susunan kota ini benar rapi dan bersih, tak ada sampah di trotoar jalan, bangunannya juga tidak ada yang terlalu tinggi karena bandaranya lumayan dekat dengan pusat kota.