Akidah Ahlussunnah waljama'ah meyakini bahwa di akhirat kelak setiap orang yang beriman akan diberi anugerah berupa kesempatan melihat Allah dengan matanya sendiri. Berbeda dari golongan Mu'tazilah, Murji'ah, dan sebagainya yang menyatakan bahwa Allah tidak dapat dilihat di akhirat kelak. Wajib kita pahami bahwa ini adalah suatu keistimewaan, apalagi bagi yang berpuasa; surga khusus yang terpisah dari lainnya, dapat bertemu Sang Khalik dan memandangNya tanpa ada penghalang apapun. Maka, jangan jadi hamba yang merugi!
Bulan Saat Setan Dibelenggu
Seringkali kita mendengar hadis bahwa saat Ramadan datang, pintu-pintu surga akan dibuka selebar-lebarnya, pintu-pintu neraka ditutup serapat-rapatnya, dan setan-setan yang menggoda manusia akan dibelenggu. Ini adalah hadis sahih riwayat Imam al-Bukhari, Muslim, dan lainnya. Namun dalam memahami hadis ini kita kerap kebingungan. Bukan karena terjemah bahasa Arabnya, melainkan melihat fakta yang ada, bahwa masih banyak saja orang yang melakukan maksiat di bulan Ramadan. Katanya, setan dibelenggu? 'Kok di mana-mana korupsi masih merajalela, pencurian, penipuan, dan sebagainya?
Hadis semacam ini tidak dapat dimaknai secara harfiyah, melainkan harus ditarik ke makna konotasinya. Meskipun bisa saja hadis ini diartikan secara haqiqi (denotatif), sebagaimana salah satu pendapat al-Qadhi Iyadh, namun yang lebih mudah difahami nalar awam ialah makna majazi-nya. Hadis ini selain menjadi penghormatan khusus bagi datangnya Ramadan, tapi juga dimaksudkan sebagai motivasi kita agar senantiasa memperbanyak amal saleh.
Penerimaan Allah -yang digambarkan sebagai 'pintu surga yang terbuka'- amatlah luas pada bulan ini. Amalan kecil pun akan dinilai pahala berlipatganda. Sebaliknya, potensi maksiat di bulan ini ditutup rapat-rapat, agar kita tidak sedikit pun terbesit untuk melanggar larangan Allah. Sebaliknya, dosa dari maksiat yang dilakukan di bulan ini pun sungguh besar; di samping karena dosa itu sendiri, karena kita juga merendahkan bulan Allah yang mulia ini.
Dengan kata lain, jika di bulan Ramadan saja kita acuh pada larangan Allah, apalagi di sebelas bulan lainnya? Jika setan saja sudah dibelenggu demi menghormati Ramadan, lantas kita masih bermaksiat, separah apakah 'kaderisasi' setan pada diri kita sehingga begitu membekas? Doktrinasi apakah yang setan selalu tanamkan pada otak dan hati kita sehingga saat Ramadan pun kita ikhlas mengikuti pengaruh tersebut? Wal-iyadzu billah. Sungguh Nabi ï·º telah berpesan, "(Pengaruh) setan menjalar di tubuh anak cucu Adam sebagaimana aliran darah". [HR. Abu Daud] Maka ingat, jangan jadi hamba yang merugi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H