Kebijakan pelarangan ini bagaikan kiasan orang dulu, ibarat memakan buah simalakama, dimakan mati ibu tak dimakan mati ayah. Dilarang mati pedagangnya, tak dilarang UMKM mati
Untuk menstabilkan ekonomi, pemerintah melarang masyarakat untuk impor baju bekas. Sebenarnya aturan tersebut sudah ada pada tahun 2015 yang jelas melarang barang bekas impor terutama untuk pakaian. Hanya saja, peraturan tersebut dianggap angin berlalu dan kurang mendapat penegasan dari pemerintah.Â
Kemudian pemerintah akhirnya menegaskan kembali pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.
Thrifting sangat merugikan produsen UKM tekstil lokal. Pasalnya, menurut data CIPS(Center for Indonesia Policy Studies) dan ApsyFI (Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia), 80 persen produsen pakaian di Indonesia didominasi oleh industri kecil dan mikro. Sehingga, impor pakaian bekas selama ini memangkas pendapatan mereka sebesar 12-15 persen.Â
Selain itu, dilansir dari tvonenews.com pada tahun 2020 hingga 2021, banyak perusahaan tekstil yang bangkrut dan melakukan PHK besar-besaran pada pegawainya. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran Negara, jika thrifting terus berkembang di Indonesia.
Larangan yang dilakukan pemerintah menuai banyak pro dan kontra di masyarakat. Bagi masyarakat, larangan thrifting sangat disesalkan karena masyarakat merasa kualitas yang diberikan barang impor jauh lebih baik dan lebih murah dibandingkan barang lokal.Â
Hal inilah yang menjadikan thrifting masih berjalan hingga saat ini. Masyarakat merasa belum mendapatkan pengganti thrifting dari produk lokal yang memberikan keuntungan yang sama.
Fenomena thrifting yang terus berkembang juga didukung oleh media. Tidak hanya karena brand ternama, thrifting juga kini menjadi tren di kalangan masyarakat, khususnya kawula muda.Â
Tren thrifting inilah yang menyulitkan berkurangnya thrifting impor di Indonesia. Media terus menyoroti tren thrifting ini. Belum lagi, algoritma media sosial yang akan memunculkan hal serupa terus-menerus juga mendorong orang-orang untuk ikut dalam tren thrifting ini.
Thrifting memang memberikan kualitas dan harga yang cocok di kantung masyarakat. Hanya saja, masa depan Negara juga ditentukan dari ekonomi Negara saat ini. Jika thrifting memberikan dampak yang merugikan bagi Negara, lebih baik bagi masyarakat mengedepankan produk lokal terlebih dahulu.Â
Jika dieksplor lebih dalam lagi, masih banyak produk lokal yang memberikan kualitas terbaik dengan harga yang ramah di kantung. Tentu sangat menguntungkan bagi masyarakat daripada membeli hasil 'sampah' dari Negara orang lain.