Membakar sampah masih lazim dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Padahal membakar sampah dilarang oleh undang-undang, lho.Â
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan SampahPasal 29 disebutkan bahwa kita dilarang membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.Â
Selain itu, membakar sampah memberikan dampak negatif baik pada kesehatan maupun lingkungan. Asap disertai partikel kecil hasil pembakaran sampah dapat masuk ke paru-paru dan menyebabkan sesak nafas. Apabila berlangsung terus-menerus, partikel ini dapat memicu kanker.Â
Asap hasil pembakaran sampah juga berdampak pada pemanasan global. Pembakaran sampah menghasilkan gas CO2, metan dan senyawa karbon hitam. CO2 dan metan menyebabkan efek rumah kaca dan berkontribusi pada pemanasan global.
Alih-alih membakar sampah atau membuangnya ke TPA, kita bisa mengolah sampah organik kita dengan mengompos.
Sebelum dikompos, tentu sampah organik perlu dipisah dengan sampah anorganik. Memilah sampah seperti ini saja dapat memberikan keuntungan lebih. Karena tentu sampah anorganik menjadi lebih bersih karena tidak tercampur dengan sampah organik. Setelah terpisah, sampah anorganik ini bisa dijual lho!Â
Kemudian, sampah organik yang telah terpisah dapat kita jadikan kompos. Kompos, sejatinya adalah hasil penguraian segala sisa organik yang kita hasilkan. Setiap manusia pasti makan. Tapi tentu dalam prosesnya, ada kulit buah, sisa sayuran, tulang hewan, jeroan, atau makanan yang tidak termakan yang dihasilkan. Nah, sisa organik ini akan menjadi timbunan sampah apabila dibuang begitu saja.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sisa makanan merupakan komposisi terbesar dari sampah keseluruhan yakni sekitar 40,8%. Sedangkan menurut penelitian Bappenas (2021) setiap orang Indonesia berpotensi menghasilkan 115-184 kg sampah makanan per tahun.