Pantai Hu'untete ini merupakan pantai yang panjang, pasirnya bertekstur kasar seperti buliran wijen yang beraneka ukuran, dan garis pantai ini terlihat agak berwarna merah muda (atau pink). Saking panjangnya pantai ini, gulungan gelombang laut selalu terbagi beberapa ruas. Gelombang di ujung sana sudah menghempas ke bibir pantai, yang di tengah masih menggulung, sedangkan gelombang di ujung situ baru mulai menggulung. Pantai yang sisi kami turun dari mobil itu agak kotor dengan sampah, lalu kami berjalan ke kiri, dan lebih bersih di sini, walaupun saat kami berjalan ke lebih kiri lagi, area pantai situ agak berbau pesing.
Saya menikmati hempasan gelombang pada kakiku, dan memejamkan mata sambil mendengar suara riuh ombak di sini, sampai akhirnya datang pengunjung lain yang ramai, ada orang dewasa dan anak kecil, serta memutar musik kencang melalui empat pengeras suara besar yang dibawa pada mobil pick-up nya. Waduh, maaf ya, jujur, saya sebagai pengunjung pantai merasa terganggu, bukannya ke pantai untuk menikmati suara alam, malah alunan musik yang sebenarnya bisa didengar di manapun.
Kemudian, kami menuju Tebing Ampombero. Tempat ini berada dalam satu kawasan dengan Pantai Hu'untete. Jadi, kami berkendara kembali, dan berbelok di sebuah persimpangan, lalu ikuti petunjuk papan jalan menuju Tebing Ampombero. Awalnya, sang supir sempat membuat kami ragu untuk mengunjungi tempat ini, karena penjaga pintu Tebing Ampombero sedang tidak bisa dihubungi, jadi khawatir tidak bisa masuk.
Setelah tiba di sini, saya merasa gapapa kok sudah janjian dengan penjaga pintu ataupun belum, penjaga pintu ada atau gak, karena beliau adalah yang membukakan pintu akses menuju pondok-pondok, atau rumah-rumahan di bawah situ, sedangkan saya melihat Tebing Ampombero juga sungguh indah dinikmati dari ketinggian ini. Penjaga memang sedang tidak ada, jadi kami tidak masuk ke rumah-rumahan bawah situ, gak tahu bagaimana panorama dari sudut pandang tersebut. Kami berdiri di puncak ini, dan bisa melihat puncak hijau yang melengkung di ujung sana, serta air laut di bawah tebing yang bergradasi biru muda bening sekali dan biru tua.
Lalu, kami menuju tempat wisata berikutnya, yaitu Puncak Kahiyanga. Dari area mobil diparkir, kami berjalan melewati taman yang agak kurang terawat, dan agak bersemak-semak untuk tiba di anjungan yang ada beton huruf "tomia". Suasana di sini adem, angin sepoi-sepoi dingin, dan membuatku merasa ngantuk. Â Di sini, pengunjung dapat melihat padang rumput, pemukiman warga, dan laut lepas.
Saat kami di sini, sempat hujan gerimis, sehingga ada bekas rintikan hujan pada bajuku ini. Tetapi, sebagai bonusnya, setelah hujan, kami disuguhi dengan pelangi yang menawan, walaupun hanya berupa garis lengkung pendek, tetapi sangat memanjakan mataku.