Pada 27 Oktober 2019, ada acara Mandi Shafar di Pantai Pelawan, yang dilaksanakan dalam rangkaian kegiatan peringatan Hari Ulang Tahun Kabupaten Karimun ke 20. Belum tahu apa itu? Yuk, mari intip melalui artikel ini.
Melalui beberapa studi pustaka di internet, ada sejumlah berita online, dan jurnal ilmiah yang menceritakan pelaksanaan budaya ini di Jambi, Lingga, Kalimantan, dan Sulawesi. Tradisi masing-masing daerah sedikit berbeda baik dalam perlengkapan maupun cara pelaksanaannya.
Adapun poin kesamaan yaitu bahwa Mandi Shafar dilaksanakan pada bulan Shafar dalam kalender Hijriah, dan bertujuan untuk menolak bala. Jadi, semakin penasaran dengan pelaksanaannya di Tanjung Balai Karimun, bukan?
Tanggal 27 Oktober 2019, bertepatan dengan 28 Shafar 1441 Hijriah, pengunjung Pantai Pelawan tidak hanya disambut dengan semenan tulisan Pantai Pelawan, tetapi juga oleh bunga manggar berwarna emas di sepanjang jalan setapak sebelah kanan Pantai Pelawan, dengan spanduk kegiatan Mandi Shafar di atasnya.
Setelah menyusuri jalan setapak tersebut, ada tenda dan panggung acara yang didekorasi dengan warna dominan hijau, kuning, putih, dan merah, yang mencirikan budaya Melayu. Warna ini pun senada dengan warna pondok-pondok di Pantai Pelawan.
Kemudian, Pak Bupati Kabupaten Karimun, Dr. H. Aunur Rafiq, M.Si., dan Pak Wakil Bupati Kabupaten Karimun, H. Anwar Hasyim, M.Si. berdatangan sambil dipayungi dengan payung kuning.
Rombongan tiba di lokasi pukul 9 WIB, dengan diiringi alunan alat musik tradisional Melayu, dan disambut oleh atraksi pencak silat. Lalu, para tamu undangan yang mana terdapat tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama, dipersilahkan duduk pada kursi bersarung putih yang tertata rapi.
Acara pun dimulai dengan pembacaan ayat suci Alquran, dan pembacaan laporan kegiatan. Dalam laporan kegiatan, bapak ketua pelaksana menyebutkan bahwa tradisi Mandi Shafar ini sebagai ajang silaturahmi masyarakat Karimun, sarana introspeksi dan mengharap ridho Allah baik secara lahiriah maupun batiniah, serta menggali, mengembangkan, dan melestarikan kebudayaan Melayu, juga memperkenalkan kembali budaya Melayu.
Kemudian, acara dilanjutkan dengan alu-aluan dari Pak Bupati dan doa pembuka. Kerap kali, berbagai pantun indah dilantunkan oleh pembawa acara, ketua pelaksana, dan bupati.
"Mandi Shafar ini merupakan peninggalan kuno Kesultanan Lingga yang sudah dilaksanakan sejak padazaman Sultan Abdurrahman Muazamsyah II. Mandi Shafar adalah bentuk kearifan lokal masyarakat Melayu yang dimaksudkan untuk menolak bala, menyerahkan diri sepenuhnya baik jasmani maupun rohani kepada Allah SWT.
Dengan Mandi Shafar, masyarakat Karimun melalui pemimpinnya menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT, memohon perlindungan semoga tanah Karimun yang kita cinta senantiasa diberi kemakmuran, keamanan, dan ketentraman," tutur pembawa acara.
Demikian dalam acara ini, ada empat orang perwakilan, yaitu Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, dan Komandan Lanal (atau yang mewakili) untuk dilakukan prosesi Mandi Shafar oleh petugas yang ditunjuk.
Setelah mengganti baju, bapak-bapak tersebut duduk di kursi dalam tenda, masing-masing dua orang di bawah tenda sebelah kiri dan kanan panggung.
Prosesi sekitar 5 menit ini diiringi dengan pembacaan Sholawat oleh jemaah yang berada di sisi kiri atas panggung, dan penjelasan setiap langkah oleh panitia menggunakan pengeras suara.
Cuaca mendung dan hujan gerimis sekalipun tidak mengurangi hikmah prosesi ini.
Pertama, dilakukan tepuk tepung tawar menggunakan daun perenjis, yang dirangkai dari beberapa macam daun yang mana masing-masing daun memiliki makna. Selanjutnya, dibedak langi menggunakan tangan.
Kemudian, disirami mulai dari kepala hingga ujung kaki menggunakan air tolak bala yang sudah didoakan sebelumnya. Di dalam pasu, terdapat papan tolak bala atau piring tolak bala (wafaq yang dituliskan di atas piring/papan/kertas). Setelah berbasah kuyup, bapak-bapak tersebut ditaburi beras kunyit. Lalu, dibawa masuk untuk berganti pakaian.
Seterusnya, hadirin lain juga dipersilahkan untuk membasuh diri dengan air rendaman wafaq, maupun menadah airnya dalam botol untuk dibawa pulang. Dengan tertib, banyak hadirin menggayung air tersebut untuk membasuh muka, dan menampung dalam botol. Adapun doa bersama di atas panggung.
Lalu, acara ditutup oleh pembawa acara dengan dua buah pantun, dan para tamu undangan pun menyantap makanan lezat yang sudah disediakan. Terdapat pula bazaar makanan khas Melayu yang berlokasi tidak jauh dari panggung acara Mandi Shafar ini.
Sekilas dilihat, selain tamu undangan, dan panitia yang berpakaian baju kurung rapi, hanya segelintir warga awam yang datang untuk meramaikan Mandi Shafar ini. Minggu itu, ada warga yang datang bersama teman maupun keluarganya ke Pantai Pelawan, tetapi tidak banyak yang singgah untuk menyaksikan prosesi ini.
Semoga ke depannya, sosialisasi kegiatan kepada masyarakat luas dapat lebih gencar, sehingga generasi muda tertarik dan memiliki rasa peduli terhadap tradisi ini. Selain melestarikan tradisi, ini juga dapat dikembangkan menjadi objek wisata budaya untuk menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI