Demikian dalam acara ini, ada empat orang perwakilan, yaitu Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, dan Komandan Lanal (atau yang mewakili) untuk dilakukan prosesi Mandi Shafar oleh petugas yang ditunjuk.
Setelah mengganti baju, bapak-bapak tersebut duduk di kursi dalam tenda, masing-masing dua orang di bawah tenda sebelah kiri dan kanan panggung.
Prosesi sekitar 5 menit ini diiringi dengan pembacaan Sholawat oleh jemaah yang berada di sisi kiri atas panggung, dan penjelasan setiap langkah oleh panitia menggunakan pengeras suara.
Cuaca mendung dan hujan gerimis sekalipun tidak mengurangi hikmah prosesi ini.
Pertama, dilakukan tepuk tepung tawar menggunakan daun perenjis, yang dirangkai dari beberapa macam daun yang mana masing-masing daun memiliki makna. Selanjutnya, dibedak langi menggunakan tangan.
Kemudian, disirami mulai dari kepala hingga ujung kaki menggunakan air tolak bala yang sudah didoakan sebelumnya. Di dalam pasu, terdapat papan tolak bala atau piring tolak bala (wafaq yang dituliskan di atas piring/papan/kertas). Setelah berbasah kuyup, bapak-bapak tersebut ditaburi beras kunyit. Lalu, dibawa masuk untuk berganti pakaian.
Seterusnya, hadirin lain juga dipersilahkan untuk membasuh diri dengan air rendaman wafaq, maupun menadah airnya dalam botol untuk dibawa pulang. Dengan tertib, banyak hadirin menggayung air tersebut untuk membasuh muka, dan menampung dalam botol. Adapun doa bersama di atas panggung.
Lalu, acara ditutup oleh pembawa acara dengan dua buah pantun, dan para tamu undangan pun menyantap makanan lezat yang sudah disediakan. Terdapat pula bazaar makanan khas Melayu yang berlokasi tidak jauh dari panggung acara Mandi Shafar ini.
Sekilas dilihat, selain tamu undangan, dan panitia yang berpakaian baju kurung rapi, hanya segelintir warga awam yang datang untuk meramaikan Mandi Shafar ini. Minggu itu, ada warga yang datang bersama teman maupun keluarganya ke Pantai Pelawan, tetapi tidak banyak yang singgah untuk menyaksikan prosesi ini.
Semoga ke depannya, sosialisasi kegiatan kepada masyarakat luas dapat lebih gencar, sehingga generasi muda tertarik dan memiliki rasa peduli terhadap tradisi ini. Selain melestarikan tradisi, ini juga dapat dikembangkan menjadi objek wisata budaya untuk menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H