Indonesia merupakan salahsatu negara dengan populasi muslim terbanyak didunia. Larangan berbuat zina diluar nikah dalam islam menjadikan pernikahan dini sebagai solusi untuk mencegah zina diluar penikahan. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2023) angka pernikahan dini mencapai 6,92%. Meskipun target penurunan angka pernikahan dini pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) telah tercapai, yaitu sebesar 8,74% masih perlu dilakukan upaya pencegahan pernikahan dini dari berbagai pihak.
Secara fitrah manusia akan tumbuh rasa cinta ataupun ketertarikan dengan lawan jenis. Sebagai agama yang sempurna, Islam mensyariatkan untuk menikah demi menjaga kehormatan dan kesuciannya.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya:
“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu Yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya, dan mengembang-biakan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan; dan bertakwalah kepada Allah SWT yang dengan nama-Nya kamu saling bertanya, terutama mengenai hubungan tali kekerabatan.Sesungguhnya Allah SWT adalah pengawas atas kamu,” (QS An-Nisa: 1).
Namun demikian, dalam Islam juga disyaratkan sebuah pernikahan yang dilakukan bagi yang telah mampu melakukannya.
عَنْ عَبْدِ اللّٰهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ لَنَا رَسُوْل اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ باِلصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ (رواه البخاري ومسلم
Artinya:
”Dari Abdullah bin Mas’ud RA Rasulullah Saw berkata kepada kami. Hai para pemuda, barangsiapa diantara kamu telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat menundukkan mata dan memelihara faraj (kelamin) dan barang siapa tidak sanggup maka hendaklah berpuasa karena puasa itu menjadi perisai (dapat melemahkan sahwat)” . (HR. Bukhari Muslim)
Berdasarkan ayat tersebut, sesorang diperbolehkan menikah apabila telah mampu dan sanggup untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang ada dalam pernikahan. Seperti kewajiban suami memberi nafkah istri, kewajiban istri melayani suami, kewajiban suami membimbing istri ke jalan Allah, dsb.
Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan oleh anak usia dibawah 19 tahun. Berdasarkan UU No.19 tahun 2019, menjelaskan bahwasannya pernikahan diizinkan ketika laki-laki dan perempuan telah berusia diatas 19 tahun. Meskipun pernikahan merupakan suatu bentuk ibadah kepada Allah, namun Islam juga mensyariatkan untuk "sanggup sebelum menikah". Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan konsep pernikahan dini, dimana pernikahan yang dilakukan pada anak usia dibawah 19 tahunyang belum siap secara fisik maupun psikologisnya.
Secara fisik, pernikahan dini meningkatkan potensi hamil diusia terlalu muda. Padahal, hamil usia terlalu muda berbahaya bagi ibu maupun janinnya. Belum matangnya rahim seorang perempuan meningkatkan resiko keguguran karena masih lemah. Selain itu, kehamilan terlalu muda juga meningkatkan resiko Preklamsia pada ibu, kelainan kongenital pada janin dan kelahiran prematur.
Secara psikologi, pernikahan dini meningkatkan resiko perceraian dan KDRT. Hal tersebut berkaitan dengan belum matangnya kondisi psikologi remaja dalam melakukan problem solving. Pernikahan dini juga dapat menghambat perkembangan anak karena minder dengan teman sebaya maupun adanya kewajiban lain yang harus diembannya. Sehingga, anak cenderung tidak dapat berkembang secara kognitif maupun keterampilannya. Kemiskinanpun menjadi hilirnya.
Dengan berbagai mudhorot diatas menjadikan pernikahan dini sangat perlu untuk dicegah demi masa depan anak yang cerah.
Sumber:
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1001/kenali-dampak-pernikahan-dini
Hasmi, N., & H. Zulfihani. (2022). “Faktor Penyebab dan Dampak Psikologis Pernikahan Anak ( Studi Kasus UPTD PPA Lombok Timur)”. At-Taujih: Jurnal Bimbingan Dan Konseling Islam; Vol. 1 No. 1; 10-19.
Kusuma, A. P., & E. Erlina. (2021). “Problematika Pernikahan Usia Dini”. Alauddin Law Development Journal; Vol. 3 No. 1; 45-52.
Lubis, A. A. (2016). “Latar Belakang Wanita Melakukan Pernikahan Usia Dini”. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 150-160.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H