Beberapa minggu yang lalu, di media sosial dan juga di media massa ramai diperbincangkan tentang kabar pernikahan anak pertama Ustadz Arifin Ilham bernama Muhammad Alvin Faiz. “Nikah Muda”, ya itu lah topik utama yang menjadi bahan beritanya. Bagaimana tidak, Alvin menikah pada saat usianya 17 tahun dan perempuan yang dinikahinya bernama Siti Raissa (Larissa Chou) berusia 20 tahun. Suatu angka usia pernikahan yang memang terbilang muda, jika dibandingkan dengan kebiasaan masyarakat Indonesia pada umumnya. Dan tentunya, ini bertolak belakang dengan angka Usia Nikah Ideal yang dianjurkan oleh Pemerintah melalui BKKBN.
Banyak yang memberikan apresiasi, tapi tidak sedikit juga yang berkomentar miring terhadap kabar itu.
Lalu bagaimana dengan saya?
Kalau menurut saya, jawabannya bisa setuju, bisa juga tidak. Saya punya penjelasan dan alasan tersendiri.
Berawal dari sebuah cerita.
Oke, saat ini saya berusia 25 tahun 5 bulan, saya adalah anak ke-4 dari 4 bersaudara, bisa dikatakan bahwa saya adalah anak bungsu. Di keluarga, saya adalah anak laki-laki satu-satunya, karena 3 kakak saya semuanya perempuan. Semua kakak saya sudah menikah, dan saat ini saya mempunyai 5 orang keponakan yang lucu-lucu. Mereka dekat sekali dengan saya.
Suatu hari di beberapa bulan yang lalu, ketika saya dan keluarga berkumpul di rumah kakak saya yang ke-3, ada suatu obrolan menarik hingga membuat saya selalu antusias jika membahasnya. Saat itu sebenarnya kita sekeluarga sedang saling sharing, saling memberikan masukan, istilah kerennya forum curhat, suatu ‘ritual’ yang minimal sebulan sekali keluarga saya lakukan. Tapi saat itu ada pertanyaan yang tidak terduga kepada saya dari ayah saya. Yaitu :
“Kalau ade kapan nikah? Papah belum pernah lihat ade bawa pacar ke rumah..”
Waduh, saya lumayan kaget saat itu, tapi bukan kaget karena pertanyaannya, karena pertanyaan seperti itu sudah saya sering dengar dari saudara, kerabat, atau teman. Sepertinya “Kapan nikah?” adalah pertanyaan klasik yang sering dijawab dengan jawaban yang tidak kalah klasik juga, “Doain aja”. Saya justru kaget karena yang bertanya adalah ayah saya langsung, bukan orang lain!
“Papah cuma ngingetin, sibuk kuliah, kerja, atau usaha, boleh. Bagus malah. Tapi jangan sampai hal yang kayak gitu (asmara maksudnya) dikesampingkan..” lanjut ayah saya.
Saya pun dengan sigap segera menanggapinya,