Adalah Bapa Marsel, salah satu petani cengkeh di Desa Wangkung Manggarai Barat (Mabar) yang belum sepenuhnya puas setelah harga cengkeh kering tahun 2019 ini terus jongkok.
Tak hanya Bapa Marsel tapi sebagian besar Petani cengkeh di Desa Wangkung memang mengantungkan harapan besar pada cengkeh untuk mendapatkan hasil dan keuntungan dari penjualan komoditi cengkehnya.
"Harga cengkeh ni turun lagi anak. Tadinya berharap banyak, sekarang su tir bisa buat apa-apa lai," kata Bapa Marsel menggunakan logat Manggarainya yang kental.
Penulis juga mengakui kalau harga cengkeh basah dan kering di Mabar mengalami disparitas harga dipasar. Untuk setiap kilogramnya, turun sebesar Rp 10 ribu. Penuruanan itu terjadi sejak dua bulan terakhir ini. Sebelumnya harga Rp 85 ribu, sekarang jadi Rp 75 ribu per Kg.
Para petani di Desa Wangkung sudah mengeluarkan biaya dan tenaga yang luamayan besar untuk memetik cengkehnya. Hal ini membuat petani berpikir menyimpan cengekehnya terlebih dahulu.
"Nafas saya hampir habis saat panen, kepala pu jadi sakit, setelah mendengar harga cengkeh turun lagi ni, ya beruntung su bisa istirahat memanen, kalau tir bisa jadi sa bakal pingsan sebelum keluar dari kebun". Ungkapnya yang memiliki kebun cengkeh seluas 1 hektar di Wangkung yang dikelolanya bersama keluarganya.
Sepanjang sebulan terakhir ini para petani cengkeh di Mabar terus berbicara soal keadaan harga dan pohon cengkehnya. Kebun cengkeh yang ditanam Bapa Tua Marsel dan keluarga kebanyakan pohon yang ada di lahannya telah ditanam sejak tahun 1980-an, karenanya sudah ada yang tidak produktif karena sebab-sebab tertentu. Misal terkena penyakit jamur akar atau hama ulat pengerek batang.
Namun Bapa tua Marsel menjelaskan perlunya bibit cengkeh yang ditanam bersamaan dengan satu tanaman lain, agar nantinya ada dua akar tanaman yang bisa mencari makanan untuk kesuburan cengkeh.
"Kalau su mulai tumbuh, batang tanaman yang satunya kita kas potong terus hingga akan dimatikan jika pohon cengkehnya su berusia satu tahun," jelasnya.
Pengetahuannya soal cengkeh ditempa sejak masih kecil. Ia mengaku kerap diajak bapaknya ke kebun sedari kecil. Dan dari sanalah kecintaannya pada cengkeh mulai tumbuh.
Menurutnya, cengkeh tanaman yang tidak perlu banyak dirawat. Setidaknya, cengkeh hanya perlu diurus dua kali setahun dengan cara membersihkan kebun dan memberikan pupuk pada pohon yang ada. Tidak perlu sering-sering ke kebun, apalagi sampai tiap hari berangkat, kata Bapa Marsel yang juga berprofesi sebagai petani sawah di daerahnya.
Supaya tidak mengeluarkan uang begitu banyak, Bapa Marsel menggunakan pupuk alami untuk menyuburkan pohon cengkehnya. Ketika orang-orang masih menekankan pertumbuhan tanaman pada pupuk pupuk kimia, namun dirinya telah berupaya memperbaiki tanamannya dari penyakit dan hama melalui pupuk alami. Hasilnya, panen di kebun miliknya terbilang melimpah.
Ketika banyak sekali petani gagal panen karena pohon cengkehnya tak berbunga, Bapa Marsel masih bisa meraup panen yang cukup lumayan, namun yang ia sayangkan harga cengkeh kering terus menurun.
Untuk soal jamur akar ini, Bapa Marsel melakukan penanganan dengan membersihkan akar pohon yang tampak di permukaan tanah dengan kuas sembari dikucuri air bersih dicampur dengan kapur dolomit. Jika mendesak, penyiraman fungisida baru dilakukan, sebutnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI