Nasikh dan Mansukh merupakan konsep klasik dalam studi Islam yang telah lama menjadi bahan perdebatan di kalangan ulama. Istilah ini merujuk pada fenomena abrogasi dalam Al-Qur'an, di mana sebuah ayat atau hukum diganti dengan hukum baru melalui wahyu berikutnya. Dalam konteks sejarah, konsep ini memainkan peran penting dalam menyelaraskan syariat Islam dengan kebutuhan umat pada masa awal Islam. Namun, di era modern, konsep ini menghadapi tantangan baru terkait relevansi, interpretasi, dan penerapannya dalam dunia yang terus berkembang.
Definisi dan Landasan Teologis Nasikh Mansukh
Secara bahasa, nasikh berarti "menghapus" atau "menggantikan," sedangkan mansukh adalah "yang dihapus" atau "yang digantikan." Dalam syariat, nasikh adalah ayat yang menggantikan hukum sebelumnya, dan mansukh adalah hukum yang digantikan.
Landasan teologis konsep ini merujuk pada QS. Al-Baqarah: 106:
"Apa saja ayat yang Kami nasakhkan atau Kami jadikan lupa, Kami datangkan yang lebih baik darinya atau yang sebanding dengannya."
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memiliki kebijaksanaan dalam menyesuaikan syariat dengan kebutuhan manusia, terutama pada masa awal Islam, ketika umat Muslim berada dalam proses pembentukan sosial, politik, dan spiritual.
Tujuan dan Hikmah Konsep Nasikh Mansukh
Dalam konteks klasik, nasikh dan mansukh memiliki tujuan utama:
1. Memberikan Kemudahan bagi Umat
Hukum yang terlalu berat atau tidak sesuai dengan kondisi sosial masyarakat Arab pada saat itu digantikan dengan hukum yang lebih ringan dan aplikatif.
2. Pendidikan Bertahap
Nasikh dan mansukh memungkinkan masyarakat untuk beradaptasi secara bertahap terhadap hukum Islam, seperti pelarangan khamr yang dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu.
3. Menunjukkan Fleksibilitas Syariat
Fenomena ini menunjukkan bahwa syariat tidak kaku, tetapi responsif terhadap perubahan kondisi sosial, politik, dan budaya masyarakat.
Nasikh Mansukh di Era Modern: Tantangan dan Kritik
Di era modern, konsep nasikh dan mansukh menghadapi berbagai tantangan dan kritik, baik dari kalangan Muslim maupun non-Muslim. Berikut beberapa isu yang relevan:
1. Persepsi Kontradiksi dalam Al-Qur'an
Sebagian pihak, terutama para kritikus Islam, menganggap bahwa nasikh dan mansukh menunjukkan adanya kontradiksi dalam Al-Qur'an. Namun, ulama menjelaskan bahwa abrogasi tidak berarti kontradiksi, melainkan perubahan hukum sesuai kebutuhan zaman.
2. Minimnya Konsensus tentang Ayat Nasikh dan Mansukh
Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah dan identitas ayat yang terkena nasikh. Jumlahnya bervariasi, mulai dari beberapa ayat hingga lebih dari 200 ayat, tergantung metode yang digunakan untuk mengidentifikasinya.
3. Relevansi Konsep Nasikh Mansukh
Di era modern, muncul pertanyaan: apakah konsep nasikh dan mansukh masih relevan? Sebagian sarjana Muslim kontemporer berpendapat bahwa konsep ini lebih relevan dalam konteks sejarah turunnya Al-Qur'an, sedangkan saat ini, fokusnya seharusnya pada nilai-nilai universal dalam Al-Qur'an yang bersifat abadi.
4. Pendekatan Akademik Baru
Studi Al-Qur'an di era modern menekankan pentingnya pendekatan kontekstual, yang melibatkan sejarah, budaya, dan asbabun nuzul. Pendekatan ini membantu memahami bahwa nasikh dan mansukh adalah bagian dari strategi wahyu yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Arab pada masa itu.
Pendekatan Kontemporer terhadap Nasikh Mansukh
Beberapa ulama dan sarjana modern menawarkan pendekatan baru dalam memahami nasikh dan mansukh:
1. Penekanan pada Nilai Universal Al-Qur'an
Daripada berfokus pada abrogasi hukum, pendekatan ini menekankan nilai-nilai universal seperti keadilan, kasih sayang, dan persaudaraan, yang tetap relevan di semua zaman.
2. Reinterpretasi Ayat Nasikh dan Mansukh
Sarjana seperti Fazlur Rahman dan Muhammad Asad mengusulkan reinterpretasi ayat-ayat nasikh dan mansukh dengan menyoroti konteks sejarahnya. Mereka berpendapat bahwa konsep ini lebih menunjukkan dinamika wahyu daripada sekadar penghapusan hukum.
3. Penggunaan Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual membantu memahami bahwa beberapa hukum yang dianggap mansukh sebenarnya bersifat lokal dan temporer, sehingga tidak berlaku di luar konteks masyarakat Arab pada masa itu.
4. Mengurangi Ketergantungan pada Pendekatan Tekstual
Pendekatan tradisional yang terlalu fokus pada teks seringkali mengabaikan konteks sosial-historis. Sarjana modern menyarankan agar studi Al-Qur'an lebih bersifat holistik, dengan mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan kemanusiaan.
Aplikasi Konsep Nasikh Mansukh dalam Kehidupan Modern
Meskipun beberapa hukum syariat mungkin dianggap tidak relevan di era modern, prinsip dasar nasikh dan mansukh, yaitu fleksibilitas dan adaptasi, dapat menjadi pelajaran penting:
1. Dinamika Hukum Islam
Hukum Islam harus mampu menyesuaikan diri dengan tantangan zaman tanpa mengorbankan nilai-nilai inti.
2. Pengembangan Ijtihad
Nasikh dan mansukh menekankan pentingnya ijtihad untuk menjawab masalah-masalah baru yang tidak ada pada masa klasik.
3. Menjaga Esensi Agama
Fokus utama syariat adalah menjaga maslahat umat. Oleh karena itu, hukum yang sudah tidak relevan dapat ditafsirkan ulang untuk tetap sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Islam.
Kesimpulan
Relevansi Nasikh Mansukh di Era Modern
Nasikh dan mansukh bukan hanya fenomena sejarah, tetapi juga pelajaran penting tentang fleksibilitas dan kebijaksanaan wahyu Allah. Meskipun hukum tertentu mungkin telah diganti, nilai-nilai moral dan universal yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut tetap relevan.
Di era modern, tantangan baru seperti globalisasi, teknologi, dan perubahan sosial membutuhkan pendekatan yang lebih dinamis terhadap syariat Islam. Konsep nasikh mansukh dapat dijadikan dasar untuk membangun hukum Islam yang responsif terhadap kebutuhan zaman, selama interpretasinya didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, kemanusiaan, dan maslahat umat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H