Mohon tunggu...
Zarna Fitri
Zarna Fitri Mohon Tunggu... Freelancer - Terus bermimpi

Hidup harus bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senandung Seragam Merah

6 Desember 2024   02:21 Diperbarui: 6 Desember 2024   02:27 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku selalu suka sehabis hujan di bulan Desember

Di bulan Desember

Selalu ada yang bernyanyi dan berelegi

Di balik awan hitam

Semoga ada yang menerangi sisi gelap ini

Menanti seperti pelangi setia

Menunggu hujan reda

Entah kenapa lirik lagu dari Efek Rumah Kaca ini selalu terasa pas di setiap kondisiku. Meski mempunyai pengertian berbeda dari penyanyinya, tetap saja bagiku mengena. Sebenarnya tidak hanya bulan Desember saja, setiap waktu, kejadian, peristiwa, tempat selalu penuh teka-teki bagiku. Inginnya selalu berakhir bahagia, tapi tak sedikit membawa bencana juga. Aku sebagai yang terpilih ikut, ya mau tidak mau mencoba mengikuti alur saja. Bukan terpilih juga, karena kalau boleh memilih, aku sangat ingin tidak ikut terlibat tapi tetap saja selalu dipaksa untuk selalu masuk ke dalam cerita. Tidak ada pilihan mundur, yang ada hanya maju dan pasrah saja dengan hasil akhir.

Perkenalkan namaku, ah tidak perlulah kalian namaku siapa. Tidak penting juga. Ciri khasku adalah suka berpakaian merah. Ibarat sebuah ajian, warna merah ini yang membuatku terbang ke sana ke sini. Beralih dari satu forum ke forum lainnya. Bertemu orang penting di seluruh negeri. Sebenarnya aku bisa saja memakai warna lain seperti hijau, ungu atau warna lain tapi hal ini membuat daya pikatku luntur. Kalau aku memakai warna merah, aku bisa akrab dengan siapa saja. Bisa pula sebaliknya. Bisa menjadi sebuah keberuntungan, bisa pula menjadi kegelapan.

Baru-baru ini, aku rindu mencoba warna hijau, kemudian warna biru lalu kembali ke merah. Begitu terus silih berganti. Kuajak teman-temanku yang lain. Kali ini aku lagi ingin bersenang-senang. Lebih tepatnya memberi kesenangan. Ketenangan. Niatnya memberi kebahagiaan. Agar akhir tahun kali ini terasa mengesankan.

Proyek kali ini aku melibatkan banyak teman. Mereka juga mengajak teman mereka yang lainnya. Saling berjibakulah kami bahu-membahu agar proyek ini berjalan lancar dan sesuai dengan visi dan misi yang sudah direncanakan. Tidak sulit mengakomodir mereka. Meski aku tahu mereka punya kegiatan lain yang harus diselesaikan. Namun karena membaca visi dan misi dari proyek yang kusodorkan, mereka langsung sepakat untuk terlibat.

Tibalah saat yang ditunggu-tunggu. Sedikit lagi proyek ini selesai. Aku dan teman-teman berkumpul di satu tempat. Kita bersepakat memakai warna merah agar seragam. Dari jauh kusapa Endah yang datang dari seberang pulau.

"Terima kasih, Ndah. Kamu selalu mau ikut dengan rencana-rencanaku. Padahal tak semua mulus, lho," aku menyapa Endah sambil bersalaman dengannya.

"Santai saja, Kawan. Kamu kayak nggak tahu aku aja. Semua harus dicoba. Kalau tidak mau mencoba, gimana mau tahu hasilnya. Ya, gak?" Aku dan Endah tertawa bersama.

Aku melanjutkan menyapa teman-teman yang lain.

Di sana aku berkesempatan memberikan kata sambutan. Aku naik ke podium.

"Terima kasih teman-teman telah hadir dan meluangkan segalanya untuk ikut andil dalam proyek yang saya galang ini. Proyek ini adalah proyek mulia yaitu kita akan memberikan penerangan jalan di wilayah Barat sehingga masyarakat di sana tidak ketakutan lagi saat pulang kerja malam hari. Memang sebelumnya pernah ada penerangan tetapi mengalami kerusakan dan belum ada lagi perbaikan sehingga saya berinisiatif untuk mengumpulkan teman-teman menjadi perantara dari kebaikan ini." Semua bertepuk tangan tanda setuju.

Secara simbolik, aku mewakili teman-teman menyerahkan yang sudah kita kumpulkan untuk dipergunakan mengaktifkan kembali penerangan yang saat ini dalam keadaan gelap gulita.

Aku merasa lega. Memberikan sesuatu yang rasanya bermakna, berharap ini menjadi cerita indah di pengujung tahun. Sampai di rumah kupejamkan mata dan terlelap dengan indahnya.

Hari-hari berlalu. Tiba-tiba, saat aku hendak membuka pintu, gawaiku berdering. Ternyata Endah yang menelpon.

"Kamu sudah lihat berita? Proyek kemarin disalahgunakan. Bantuan yang kita kumpulkan malah dipakai masyarakatnya untuk pembangunan gedung olahraga. Penerangan malah tidak diperbaiki. Buat apa gedung olahraga kalau masyarakatnya saja sebagian besar sudah sepuh. Nanti kalau maling di sana makin banyak, nanti ngeluh lagi dengan alasan penerangan tidak ada," Endah langsung nyerocos tanpa salam dan bertanya kabar terlebih dahulu.

Aku mengernyit, oleng. Tidak habis pikir dengan pola pikir masyarakat tersebut. Padahal sudah berapa banyak kemalingan yang terjadi di sana. Situasi gelap menjadi keuntungan bagi maling beraksi. Makanya aku berinisiatif berencana memperbaiki penerangan. Masyarakatnya sendiri juga yang datang meminta bantuan tapi kok malah dipakai untuk yang lain.

Jujur aku bingung. Ditambah setelah berita ini menyebar, teman-teman yang ikut dalam membantu proyek ini sebagian meminta lagi bantuannya agar diserahkan kepada daerah lain yang lebih membutuhkan. Belum lagi masyarakatnya memintaku untuk menambah bantuannya. Yang kemarin saja disalahgunakan, malah minta tambah. Kok ngelunjak, batinku.

Kuseruput kopi yang hari ini terasa lebih pahit dari biasanya. Kali ini kukenakan si merah kebanggaan. Berharap kali ini membawa keberuntungan. Please, jadikan akhir tahun kali ini indah ya, Tuhan, harapku.

Kukumpulkan lagi teman-temanku tapi dengan satu syarat, memakai warna merah. Tidak boleh hijau, ungu, ataupun warna lain. Harus merah biar menyala.

Kali ini proyeknya tidak terlalu besar, hanya membuatkan warung teh untuk salah seorang warga yang kemarin diolok-olok saat berjualan oleh oknum pejabat. Katanya sih becanda tapi menggunakan kata yang tidak sepantasnya diucapkan apalagi seorang pejabat. Harusnya memberikan contoh dan teladan yang baik. Bayangkan saja di saat hujan turun tapi warga tersebut dengan penuh keyakinan tetap menjajakan es tehnya tetapi saat berjualan malah dipermalukan. Timbullah inisiatifku dan teman-teman lainnya yang tergerak hatinya untuk membuatkan warung saja agar warga tersebut tidak harus kemana-mana lagi menjajakan es tehnya. Dengan adanya warung, bisa juga menjualkan produk lainnya yang tentunya semua sudah difasilitasi.

Seragam merah kali ini berfungsi sebagaimana mestinya. Desember yang indah di pengujung tahun ini.

Besoknya seragam merah ini kembali membawaku ke gedung tinggi ditenteng oknum pejabat tinggi yang viral dengan nama korupsi. Senandungku kembali dalam kegelapan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun