***
Besoknya di kelas.
Bu Siti sudah duluan masuk kelas. Kali ini Rinaldi terlambat. Rinaldi masuk dengan menyeret kakinya sambil sedikit menahan sakit.
Bu Siti menatap Rinaldi. Rinaldi yang seolah paham tatapan Bu Siti lalu berkata: " Maaf, Bu, saya tidak pakai sepatu lagi. Maaf ya, Bu," Rinaldi menunduk seakan bersiap jika Bu Siti mau memarahinya.
"Ibu tidak bertanya kenapa kamu tidak pakai sepatu, Nak. Tapi itu kaki kamu kenapa?" tanya Bu Siti iba melihat luka memar dan biru di bagian lutut dan baguan kaki Rinaldi lainnya Siku Rinaldi juga terlihat beberapa luka yang masih basah.
"Saat mengambil air dari sungai saya kepeleset dan terantuk batu. Lutut dan mata kaki saya lecet. Perih, Bu" Rinaldi menjelaskan.
"Kenapa kamu tidak bilang saat Sabtu itu kepada Ibu atau guru yang lain. Kan itu tanggung jawab sekolah. Tanggung jawab ibu terutama sebagai wali kelas kamu. Besok-besok kalau ada apa-apa yang terjadi di lingkungan sekolah, kamu lapor, ya. zjangan ambil keputusan sendiri. Ini berlaku juga buat yang lain. Mengerti!" Bu Siti menatap kelas.
"Mengerti, Bu," jawab murid-murid kompak.
Musim kemarau masih belum usai. Tapi sehari kemarin hujan turun dengan derasnya. Besoknya Rinaldi masuk kelas tanpa pakai sepatu lagi. Alasannya sepatunya basah saat lulang sekolah kehujanan. Bu Siti hanya bisa mengelus dada. Mau marah tidak mungkin. Satu hal yang disyukuri Bu Siti, Rinaldi dan murid lain tetap bersemangat pergi sekolah.
Sepulang mengajar, Bu Siti berjalan-jalan ke pasar berencana membeki keperluan dapur Kebetulan Bu Siti melihat ada obralan sepatu. Tanpa berpikir panjang, Bu Siti memilih dan membelinya dengan senyum terukir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H