Mohon tunggu...
Zarna Fitri
Zarna Fitri Mohon Tunggu... Freelancer - Terus bermimpi

Hidup harus bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Wajah Teduh Seorang Rendi

18 Juli 2022   19:46 Diperbarui: 18 Juli 2022   19:53 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"I..iya," jawabku pendek.


"Terima kasih," ucapnya lagi, kemudian berlalu dan ke ruang asam untuk mengambil zat. Meninggalkanku tanpa membiarkan bertanya lebih lanjut. Bertanya tentang perubahan sikapnya. Bertanya tentang acara besok itu. Bertanya tentang semuanya. 'Rendi, kamu kenapa?' batinku dalam hati.


Hanya karena penasaran dan hanya karena itu ajakan Rendi, akhirnya kupijakkan kaki di masjid kampus hari ini. Mengikuti acara tabligh akbar. Mataku melirik ke sana ke mari. Mencari sosok Rendi. Ternyata Rendi duduk paling depan. Rendi juga seolah mencari sesuatu. 'Mungkin mencariku,' pikirku. Tanpa sengaja, ketika itu mata kami beradu pandang. Rendi tersenyum. Mengangguk. Lalu membalikkan badannya.


Kudengarkan dengan seksama dan serius. Tidak terlalu fokus juga sebenarnya. Tiap sebentar mataku terus memantau keberadaan Rendi. Namun lumayan terserap apa yang disampaikan ustad saat berceramah di depan. Selepas acara saat di gerbang mesjid, tak sengaja berpapasan dengan Rendi.


"Terima kasih sudah datang," katanya sambil berlalu meninggalkanku tanpa memberiku kesempatan untuk berucap sepatah katapun.


Di mesjid tadi kebetulan aku berkenalan dengan seorang senior yang aktif di kajian kampus. Kak Ina namanya. Kak Ina mengajakku mengikuti kajian Jumat besok. 'Tak ada salahnya untuk datang,' hatiku berkata saat itu.


Ini sudah Jumat kesekian aku mengikuti kajian kampus. Rasanya menyesal kenapa baru sekarang aku tahu dan mengikutinya. Dulu pikirku kajian itu sangat monoton dan membosankan. Ternyata itu salah sama sekali. Sangat menyenangkan. Terkadang sekali dalam sebulan kami mengadakan acara rihlah untuk tadabur alam. Mensyukuri indahnya lukisan Sang Pencipta.


Sedikit demi sedikit walau tertatih gaya berpakaianku juga mulai berubah. Tidak nampak lagi celana jins dalam keseharianku. Berawal dari memakai rok kemudian hari ini kumengenakan jilbab alias gamis. Ya, ini hari ini adalah hari pertama kumengenakannya. Hari pertama semester tiga. Bolakbalik menatap diri di kaca dan akhirnya mantap melangkah ke kampus dengan pakaian takwa.

 Hati ini terasa lega dan nyaman. Entah inilah yang disebut indahnya berbalut ketaatan.


Memasuki kelas semua mata teman memandangku. Tak percaya bahwa itu adalah diriku. Tak terkecuali Rendi. Senyum mengulas di wajah Rendi. Aku hanya senyum, dalam hati.
Gawaiku berdering. Tanda sebuah pesan masuk.


"Selamat atas penampilan barunya. Jadilah wanita sholihah untuk selamanya." Isi dari pesan tersebut. Sebuah pesan dari nomor gawai seorang Rendi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun