Mohon tunggu...
Zarna Fitri
Zarna Fitri Mohon Tunggu... Freelancer - Terus bermimpi

Hidup harus bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Wajah Teduh Seorang Rendi

18 Juli 2022   19:46 Diperbarui: 18 Juli 2022   19:53 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***


Sepulang kuliah aku langsung pulang ke kosan. Rasanya lelah untuk kemanamana lagi. Bahkan beli tambahan untuk makan malam saja aku juga lupa. Tubuh ini sudah ringkih diajak kelayapan lagi. Efek hampir sebulan ini selalu pulang malam. Kosan hanya jadi tempat tidur dan mandi saja. Persiapan inagurasi kampus sangat menyita waktuku. Sebagai salah satu panitia tentu saja berjuang agar acara berjalan sukses sudah menjadi kewajiban.


Kosan terasa sepi. Maklum sekarang akhir pekan jadi mungkin sebagian penghuni kosan pulang kampung. Masuk kamar kemudian aku langsung mandi. Merasakan guyuran air mungkin bisa meregangkan otot yang kaku. Segar rasanya setelah mandi.


Karena besok kuliah libur berarti tidak ada tugas yang minta deadline. Kubongkar tas. Rencana mau mengambil hp. Tak sengaja majalah yang kupinjam dari Rendi tadi siang membuat penasaran untuk dibaca atau sekedar dilihatlihat. Kubalik majalah tersebut. Melihat judul tulisannya saja sudah membuat pusing karena hampir semua membahas politik dalam perspektif Islam tentunya. Sebelum kututup lagi majalah tersebut, mataku tertarik melihat sebuah tulisan yang membas tentang pakaian muslimah. Meskipun aku sudah mengenakan kerudung tapi jujur aku masih merasa belum sempurna berpakaian. Selain kerudung yang buka tutup alias belum konsisten, ditambah jiwa tomboiku yang belum bisa kuhilangka. Ya, sampai saat ini menggunakan rok adalah tantangan terbesar dalam hidupku. Tak pernah bisa kugunakan dengan baik rok tersebut. Ketika berjalan selalu kuangkat rok itu ke atas. Bahkan waktu jaman putih abuabu, rokku tidak ada yang tidak sobek jahitan karena selalu ditarik ke atas ketika berjalan. 

Di tulisan itu dikatakan ada dua jenis pakaian muslimah. Ada jilbab dan kerudung. Seketika kepalaku mengernyit tanda bingung. Aku yang selama ini memahami jilbab itu sebagai penutup kepala tapi di majalah ini dikatakan kalau jilbab adalah pakaian longgar sejenis gamis. Sedangkan penutup kepala baru dinamakan dengan kerudung. Tak mau makin pusing, kututup majalah tersebut dan beranjak tidur.


Harihari kulalui seperti biasanya. Kuliah, ke perpus kalau lagi banyak tugas, kumpul bersama temanteman lalu ke kosan. Tidak ada bedanya dengan sebelumnya. Semua sama.

 Hanya belajar saja yang lebih aku tingkatkan karena sebentar lagi akan masuk ujian akhir semester. Tapi ada satu yang berbeda dari sebelumnya. Lama baru kusadari sekarang. Rendi mulai menjauh. Tidak sedekat seperti sebelumnya denganku. Biasanya kami sering pulang kuliah bersama karena selain memang kosan berdekatan dan juga ada rasa berbeda ketika menghabiskannya bersama Rendi. Ada saja hal yang membuat kami tertawa ketika pulang tersebut. Kurasa Rendi pun merasakan hal yang sama. Rasa yang entah bagaimana menjelaskannya. 

Terkadang Rendi menelpon di malam hari. Hanya membicarakan kekonyolan temanteman kampus atau tentang gagalnya praktikum hari itu. Bercanda tawa sampai paket nelpon habis. Maklum, dulu belum ada aplikasi chat yang semudah dan semurah sekarang. Tak jarang juga Rendi mengirimkan SMS yang membuat hati tentram. Bukan SMS rayuan atau gombalan anak muda di zamannya. Bukan juga katakata para pujangga untuk memikat lawan jenisnya. ya, hanya sekedar SMS motivasi yang kalau di google sangat banyak ditemukan. Bedanya adalah ini dikirimkan oleh seorang Rendi. 

Akhirakhir ini, tanpa diminta Rendi semakin sering meminjamkan majalah yang serupa dengan yang dulu kupinjam padanya. Baru kusadari, ternyata majalah itu belum dibalikin. SMSnya pun berganti dengan tausiyah Islami. Rendi juga semakin jarang menelpon jika boleh dikatakan tidak pernah lagi.


Rendi seolah menjauh. Hanya mau berbicara untuk keperluan tugas kuliah saja. Selebihnya respon Rendi hanya tersenyum dan kemudian pergi. Ada apa dengan Rendi? Apa aku mempunyai salah kepadanya. Tapi tidak hanya kepadaku saja Rendi begitu. Semua teman kelas perempuan juga diperlakukan sama olehnya. Namun akan sangat berbeda ketika Rendi berinteraksi dengan teman lelakinya. Tawa dan senyum khas seorang Rendi tetap melekat. Tapi tawa dan senyum itu tidak lagi untukku.
Suatu ketika, di tengah praktikum, Rendi mendekatiku.


"Besok sehabis kelas dengan Bu Lusi ada tabligh akbar di mesjid kampus. Ustadnya bagus. Kamu datang, ya" ujarnya padaku yang masih tergugup menghadapi Rendi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun