Sebagai generasi milenial yang tinggal di negara less cash society seperti saya ini, budaya cashless society di kedua negara itu terlihat asing. Wajar, saya belum berada pada proses pembiasaan dengan budaya cashless society dengan lingkungan seperti di kedua negara tersebut. Di sisi lain, saya yakin bahwa saya dapat beradaptasi dengan sistem tersebut.Â
Besar keinginan saya untuk memiliki pengalaman baru dan bahkan beradaptasi dengan budaya cashless society bersama inovasi teknologinya yang mengagumkan. Rasanya negara Indonesia masih butuh mengejar ketertinggalannya.
Walaupun masih memiliki ketertinggalan, usaha-usaha yang dilakukan pemerintah patut untuk diapresiasi. Perkembangan penggunaan transaksi non tunai di Indonesia juga terus meningkat secara signifikan. Saya yakin Indonesia mampu mewujudkan budaya less cash society, setidaknya berada pada tahap itu terlebih dahulu.Â
Baru lah selanjutnya Indonesia melanjutkan budaya itu ke tahap baru yaitu cashless society. Mungkin saja, di masa depan Indonesia juga dapat menciptakan teknologi inovatif yang dapat mengefisiensi transaksi keuangan.
Membudayakan Less Cash Society Lewat Pembiasaan
Mari kita sudahi penjelajahan ini, mendarat kembali ke tanah air tercinta. Ada satu hal yang tersisa dari pengalaman dan angan telah saya curahkan, yaitu sebuah 'PR' untuk membenahi budaya less cash society di Indonesia.Â
Pengalaman dan angan itu juga sekaligus memberikan inspirasi bagi saya sebagai jawaban terhadap 'PR' itu. Jawaban itu adalah mencoba mencari pengalaman baru dalam melakukan transaksi non tunai dan melakukan proses pembiasaan.
Kita tidak akan benar-benar paham suatu hal secara mendalam apabila belum pernah memiliki pengalaman. Pengalaman adalah guru dalam kehidupan. Jumlah edukasi dan publikasi dalam menyuarakan less cash society mungkin tidak dapat kita hitung berapa banyaknya. Budaya tersebut tidak dapat terwujud apabila tidak ada dukungan masyarakatnya.Â
Setidaknya kita harus melakukan mencoba pengalaman-pengalaman baru, misalnya mencoba melakukan perjalanan menggunakan transjakarta atau mungkin hanya sekadar membeli jajanan di minimarket terdekat menggunakan kartu e-money. Setidaknya kita pernah melakukan transaksi non tunai di negara sendiri, mengingat negara-negara maju sudah dengan pesatnya beralih menggunakan transaksi non tunai. Pengalaman ini akan lebih bernilai lagi apabila selanjutnya kita dapat meneruskannya hingga menjadi suatu kebiasaan.
Dari pengalaman yang saya miliki, saya mulai terbiasa melakukan transaksi non tunai karena saya tidak memiliki pilihan lain setiap kali ingin melakukan perjalanan menggunakan commuter line. Mekanisme tersebut telah menjadikan uang elektronik sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saya. Ini lah strategi pemerintah yang menurut saya efektif menggerakkan masyarakat.Â
Sama halnya dengan strategi itu, saya pikir ada satu cara yang mungkin dapat efektif menggerakkan masyarakat menggunakan uang elektronik, yaitu membuat gerakan pembayaran non tunai di kantin-kantin sekolah dengan fasilitas yang memadai. Saya rasa hal ini tidak masalah karena anak zaman sekarang sudah akrab dengan kemajuan teknologi. Tidak heran, mereka adalah bagian dari generasi milenial.Â