Kemampuan Memimpin Diri dan Upaya Pencegahan Korupsi, Dan Pelanggaran Etik : Wacana RMP Sosrokartono
Filosofi Kehidupan Raden Mas Panji Sosrokartono
Raden Mas Panji Sosrokartono, yang lahir pada 10 April 1877 dan meninggal pada 8 Februari 1952, dikenal sebagai tokoh intelektual yang memiliki pandangan mendalam tentang kehidupan. Dua metafora yang sering digunakan oleh beliau adalah Mandor "Klungsu" dan Joko Pering, yang masing-masing menggambarkan aspek penting dalam menjalani kehidupan.
Mandor "Klungsu" (Biji Pohon Asem Jawa)
Mandor "Klungsu" adalah metafora yang mencerminkan konsep bahwa seorang pemimpin atau mandor bukanlah pemilik kehidupan. Sosrokartono menekankan bahwa seorang mandor harus memiliki loyalitas kepada yang memiliki kehidupan sesungguhnya, yakni Tuhan atau "Tuan". Seorang mandor harus menjalankan tugasnya dengan baik dan penuh tanggung jawab, serta mempersembahkan hasil kerjanya kepada Tuhan. Konsep ini menekankan pentingnya ketulusan, tanggung jawab, dan pengabdian dalam kepemimpinan.
Joko Pering
Joko Pering, di sisi lain, melambangkan semangat muda dan kemurnian simbolis. "Joko" berarti gairah muda, sementara "Pering" merujuk pada bambu yang autentik dan memiliki banyak jenis. Sosrokartono menggunakan metafora ini untuk menggambarkan prinsip kebersamaan dan kesetaraan di antara manusia. Bambu yang berbeda jenis tetap setara, mencerminkan bahwa meskipun manusia memiliki perbedaan, mereka tetap setara dalam martabat. Pepatah "eling tanpa nyanding" (sadar tanpa membandingkan) dan "pring padha pring, weruh padha weruh" (bambu dengan bambu, tahu dengan tahu) menekankan pentingnya kesadaran dan kesetaraan dalam hidup bermasyarakat.
Identitas Perilaku Menurut Raden Mas Panji Sosrokartono