Mohon tunggu...
Zezi Musodik
Zezi Musodik Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Mercubuana - NIM 41420120116

Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Teknik Elektro Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

K12_Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

20 Juni 2024   12:44 Diperbarui: 20 Juni 2024   12:44 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Modul 12_Dokpri_Prof Apollo

Edward Coke : Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

Pendahuluan

Teori hukum yang diajukan oleh Sir Edward Coke tentang "Actus Reus" dan "Mens Rea" adalah dua elemen fundamental dalam pemahaman hukum pidana. Di Indonesia, konsep ini diterapkan dalam banyak kasus pidana, termasuk kasus korupsi yang kerap menjadi sorotan publik. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi lebih dalam mengenai teori Actus Reus dan Mens Rea, serta bagaimana penerapannya dalam kasus korupsi di Indonesia.


Pengertian Actus Reus dan Mens Rea

Actus Reus merupakan istilah dalam bahasa Latin yang berarti "tindakan jasmani" dan merujuk pada elemen fisik dari suatu tindak pidana. Ini termasuk perbuatan yang dilakukan oleh pelaku yang melanggar hukum pidana. Actus Reus bisa berupa tindakan aktif seperti pencurian atau pembunuhan, kelalaian atau kelengahan yang disengaja seperti pengabaian terhadap kewajiban, atau keadaan tertentu seperti berada dalam keadaan mabuk di tempat umum.

Mens Rea, di sisi lain, berarti "pikiran bersalah" dan merujuk pada elemen mental dari suatu tindak pidana. Ini mencakup niat atau kesengajaan pelaku pada saat melakukan tindakan yang melanggar hukum. Dalam konteks hukum pidana, pembuktian Mens Rea sangat penting untuk memastikan bahwa tindakan yang dilakukan memang disengaja dan bukan karena kesalahan atau kelalaian yang tidak disengaja.

Sumber : Modul 12_Dokpri_Prof Apollo
Sumber : Modul 12_Dokpri_Prof Apollo

Gambar diatas adalah penjelasan konsep dasar dari Actus Reus dan Mens Rea. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai gambar tersebut:

Actus Reus

Elemen Fisik Kejahatan: Ini adalah komponen jasmani dari suatu kejahatan. Tindakan ini harus dibuktikan bahwa memang terjadi dan merupakan tindakan melawan hukum.

Bentuk Actus Reus:

Suatu Tindakan (Act): Contohnya adalah pencurian atau pembunuhan.

Pengabaian Tindakan (Omission): Contohnya adalah kelalaian dalam merawat anak yang disengaja.

Keadaan Tertentu (State of Affairs): Misalnya, seseorang yang ditemukan mabuk di tempat umum.


Mens Rea

Elemen Mental dari Suatu Kejahatan: Ini adalah kondisi mental atau niat pelaku saat melakukan tindakan melanggar hukum. Pembuktian bahwa pelaku memiliki niat jahat pada saat melakukan tindakan adalah kunci untuk mendakwa seseorang dalam tindak pidana.

Bentuk Mens Rea:

Niat atau Kesengajaan: Niat untuk menimbulkan konsekuensi tertentu atau kesadaran bahwa tindakan dapat menyebabkan konsekuensi tersebut.

Kecerobohan atau Ketidakpedulian: Kesadaran bahwa tindakan dapat menimbulkan konsekuensi tetapi tetap melakukannya dengan ceroboh atau tidak peduli.

Penerapan Actus Reus dan Mens Rea dalam Kasus Korupsi di Indonesia

Sumber : Penulis
Sumber : Penulis

Kasus Korupsi di Indonesia

Korupsi adalah salah satu masalah utama di Indonesia, dengan banyak kasus yang melibatkan pejabat tinggi negara. Penerapan teori Actus Reus dan Mens Rea sangat penting dalam menegakkan hukum terhadap pelaku korupsi.

Contoh Kasus Korupsi

Kasus korupsi yang melibatkan seorang gubernur yang menyalahgunakan anggaran negara untuk kepentingan pribadi. Actus Reus dalam kasus ini adalah tindakan penyalahgunaan anggaran, sementara Mens Rea adalah niat untuk memperkaya diri sendiri.

Pembuktian Actus Reus

Dalam kasus korupsi, pembuktian Actus Reus melibatkan penelusuran aliran dana dan dokumen yang menunjukkan tindakan penyalahgunaan anggaran. Bukti fisik seperti dokumen keuangan, transaksi bank, dan kesaksian saksi sangat penting untuk membuktikan adanya tindakan melanggar hukum.

Pembuktian Mens Rea

Pembuktian Mens Rea dalam kasus korupsi lebih sulit karena melibatkan niat atau kesengajaan pelaku. Pengadilan harus membuktikan bahwa pelaku memiliki niat untuk melakukan tindakan korupsi. Ini bisa dibuktikan melalui komunikasi seperti email, pesan teks, atau testimoni dari rekan kerja yang menunjukkan niat pelaku.

Tantangan dalam Penerapan Hukum

Sumber : Penulis
Sumber : Penulis

Penerapan teori Actus Reus dan Mens Rea dalam kasus korupsi di Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah korupsi yang sering kali melibatkan jaringan yang kompleks dan tersembunyi. Selain itu, faktor-faktor seperti kekuasaan politik dan tekanan sosial juga dapat mempengaruhi proses hukum.

Kompleksitas Jaringan Korupsi

Korupsi sering kali melibatkan banyak pihak dan tindakan yang tersembunyi. Membongkar jaringan korupsi ini memerlukan penyelidikan yang mendalam dan kerjasama antara berbagai lembaga hukum.

Pengaruh Kekuasaan Politik

Pelaku korupsi yang memiliki kekuasaan politik sering kali menggunakan pengaruh mereka untuk menghindari atau menghambat proses hukum. Ini menimbulkan tantangan besar bagi penegak hukum dalam menegakkan keadilan.

Tekanan Sosial

Tekanan dari masyarakat dan media juga dapat mempengaruhi proses hukum. Meskipun tekanan ini bisa positif dalam mendorong penegakan hukum, namun bisa juga menyebabkan bias dan ketidakadilan jika tidak diatur dengan baik.

Strategi Pemberantasan Korupsi Berbasis Teori Actus Reus dan Mens Rea

Sumber : Punulis
Sumber : Punulis

Dalam upaya memberantas korupsi, penerapan teori Actus Reus dan Mens Rea harus disertai dengan strategi yang komprehensif. Beberapa strategi utama yang dapat diimplementasikan mencakup:

Meningkatkan Efektivitas Penyelidikan

Penyelidikan korupsi sering kali rumit dan memerlukan waktu yang lama. Untuk meningkatkan efektivitas penyelidikan, beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:

Penggunaan Teknologi Canggih: Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk melacak aliran dana dan komunikasi antara pelaku. Misalnya, software forensik keuangan dapat digunakan untuk menganalisis transaksi keuangan yang mencurigakan.

Kerjasama Internasional: Mengingat korupsi sering kali melibatkan jaringan internasional, penting untuk memperkuat kerjasama dengan lembaga penegak hukum di negara lain. Ini termasuk berbagi informasi dan sumber daya untuk menangani kasus korupsi lintas negara.

Pelatihan Khusus: Memberikan pelatihan khusus kepada penyidik tentang teknik penyelidikan korupsi, termasuk cara mengidentifikasi dan mengumpulkan bukti Actus Reus dan Mens Rea.

Penguatan Kerangka Hukum

Reformasi hukum adalah kunci untuk memastikan bahwa peraturan yang ada cukup kuat untuk menangani kasus korupsi. Langkah-langkah yang dapat diambil meliputi:

Perubahan Undang-Undang: Merevisi undang-undang yang mengatur tindak pidana korupsi untuk menutup celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku.

Peningkatan Hukuman: Menetapkan hukuman yang lebih berat bagi pelaku korupsi untuk meningkatkan efek jera. Ini termasuk memperketat hukuman bagi pejabat publik yang terbukti melakukan korupsi.

Peraturan Anti-Penyuapan: Memperkenalkan peraturan yang lebih ketat terkait penyuapan dan gratifikasi, serta meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas yang berpotensi memicu korupsi.

Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas

Transparansi dan akuntabilitas adalah prinsip dasar yang harus diterapkan di semua level pemerintahan dan sektor publik. Beberapa inisiatif yang dapat diambil termasuk:

E-Government: Mengimplementasikan sistem pemerintahan elektronik untuk mengurangi interaksi langsung antara pejabat dan publik, yang dapat mengurangi peluang terjadinya korupsi.

Publikasi Laporan Keuangan: Mewajibkan semua instansi pemerintah untuk mempublikasikan laporan keuangan mereka secara rutin dan transparan, sehingga masyarakat dapat mengawasi penggunaan anggaran publik.

Audit Independen: Memperkuat peran auditor independen dalam memeriksa dan mengevaluasi kinerja dan keuangan instansi pemerintah.

Pendidikan dan Kampanye Anti-Korupsi

Membangun budaya anti-korupsi memerlukan pendidikan dan kampanye yang berkelanjutan. Beberapa langkah yang dapat diambil adalah:

Pendidikan Anti-Korupsi: Memasukkan materi anti-korupsi ke dalam kurikulum pendidikan di semua jenjang, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Kampanye Publik: Melakukan kampanye publik yang intensif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif korupsi dan pentingnya integritas.

Penghargaan untuk Integritas: Memberikan penghargaan kepada individu dan organisasi yang menunjukkan komitmen tinggi terhadap integritas dan anti-korupsi.


Implementasi Actus Reus dan Mens Rea dalam Kasus Korupsi Terkini

Sumber : Penulis
Sumber : Penulis

Untuk lebih memahami penerapan Actus Reus dan Mens Rea dalam kasus korupsi di Indonesia, berikut ini adalah beberapa studi kasus yang menunjukkan bagaimana elemen-elemen ini digunakan dalam proses hukum.

Kasus 1: Kasus Korupsi e-KTP

Kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) adalah salah satu contoh terbesar korupsi di Indonesia. Dalam kasus ini, sejumlah pejabat tinggi pemerintah dan anggota parlemen terlibat dalam penggelapan dana proyek.

Actus Reus: Tindakan fisik yang dilakukan adalah penggelapan dana proyek e-KTP yang mencapai triliunan rupiah. Bukti fisik yang digunakan dalam persidangan termasuk dokumen kontrak, transaksi bank, dan testimoni dari saksi.

Mens Rea: Niat jahat atau kesengajaan para pelaku untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Ini dibuktikan melalui komunikasi internal, email, dan rekaman percakapan yang menunjukkan bahwa para pelaku sadar akan tindakan mereka dan dampaknya.

Kasus 2: Kasus Suap di Mahkamah Konstitusi

Kasus suap yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, menunjukkan bagaimana korupsi dapat terjadi di lembaga penegak hukum tertinggi.

Actus Reus: Penerimaan suap dari beberapa pihak untuk mempengaruhi keputusan pengadilan dalam sengketa pemilihan kepala daerah. Bukti fisik meliputi rekaman percakapan, uang tunai yang ditemukan di tempat kejadian, dan testimoni dari pemberi suap.

Mens Rea: Kesengajaan Ketua Mahkamah Konstitusi untuk menerima suap dengan tujuan mempengaruhi putusan pengadilan. Ini dibuktikan melalui percakapan yang menunjukkan niat untuk menerima suap sebagai imbalan atas keputusan yang menguntungkan pihak tertentu.


Pembelajaran dari Negara Lain

Untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, kita dapat belajar dari pengalaman negara lain yang berhasil mengatasi masalah korupsi melalui penerapan teori Actus Reus dan Mens Rea serta strategi pemberantasan yang efektif.

Singapura

Singapura dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat korupsi terendah di dunia. Keberhasilan ini dicapai melalui beberapa langkah strategis:

Pemberantasan Korupsi yang Ketat: Singapura memiliki peraturan anti-korupsi yang sangat ketat dan penegakan hukum yang konsisten. Semua kasus korupsi, baik besar maupun kecil, ditangani dengan serius.

Transparansi dan Akuntabilitas: Pemerintah Singapura sangat transparan dalam pengelolaan anggaran publik, dan setiap pejabat publik diwajibkan melaporkan kekayaan mereka secara rutin.

Pendidikan Anti-Korupsi: Pendidikan anti-korupsi dimasukkan ke dalam sistem pendidikan nasional, dengan tujuan membangun budaya integritas sejak dini.

Hong Kong

Hong Kong juga telah berhasil mengurangi tingkat korupsi secara signifikan melalui beberapa inisiatif kunci:

Komisi Independen Anti-Korupsi (ICAC): Dibentuknya ICAC yang memiliki wewenang luas untuk menyelidiki dan menuntut kasus korupsi. ICAC juga bertanggung jawab untuk edukasi masyarakat dan pencegahan korupsi.

Kolaborasi dengan Sektor Swasta: Pemerintah Hong Kong bekerja sama dengan sektor swasta untuk memastikan bahwa praktek anti-korupsi diterapkan di semua sektor, termasuk bisnis dan industri.

Pengawasan yang Ketat: Implementasi sistem pengawasan yang ketat terhadap pejabat publik dan transaksi keuangan, termasuk audit reguler dan mekanisme pelaporan.



Analisis Hukum dan Dampak Sosial

Korupsi tidak hanya melanggar hukum tetapi juga memiliki dampak sosial yang luas. Analisis mendalam terhadap hukum dan dampak sosial dari korupsi memberikan wawasan yang lebih jelas tentang pentingnya pemberantasan korupsi.

Analisis Hukum

Dari perspektif hukum, korupsi merupakan tindak pidana yang serius yang memerlukan penanganan tegas. Beberapa aspek penting dalam analisis hukum korupsi antara lain:

Kepastian Hukum: Pentingnya memiliki kerangka hukum yang jelas dan tegas untuk menindak kasus korupsi. Ini termasuk peraturan yang mengatur Actus Reus dan Mens Rea serta prosedur hukum yang ketat.

Keadilan Hukum: Menjamin bahwa proses hukum berjalan adil dan tidak dipengaruhi oleh kekuasaan politik atau tekanan lainnya. Ini termasuk hak-hak terdakwa untuk mendapatkan pembelaan yang adil dan tidak diskriminatif.

Efektivitas Penegakan Hukum: Menilai sejauh mana hukum anti-korupsi efektif dalam menindak pelaku dan mencegah korupsi. Ini melibatkan analisis terhadap penegakan hukum, termasuk jumlah kasus yang berhasil diadili dan dihukum.

Dampak Sosial

Korupsi memiliki dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat dan negara. Beberapa dampak sosial yang ditimbulkan oleh korupsi antara lain:

Ketidakadilan Sosial: Korupsi menciptakan ketidakadilan sosial dengan memperkaya segelintir orang sementara mayoritas masyarakat menderita akibat layanan publik yang buruk dan kemiskinan.

Kerusakan Ekonomi: Korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi dengan mengalihkan sumber daya yang seharusnya digunakan untuk pembangunan. Ini menyebabkan inefisiensi dan hilangnya investasi.

Kehilangan Kepercayaan Publik: Korupsi merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga publik. Ini mengakibatkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi dan pemerintahan.


Kesimpulan

Korupsi adalah masalah serius yang memerlukan penanganan komprehensif dan strategis. Penerapan teori Actus Reus dan Mens Rea dalam kasus korupsi di Indonesia adalah langkah penting untuk memastikan bahwa pelaku korupsi dihukum dengan adil dan efektif. Melalui reformasi hukum, peningkatan transparansi, pendidikan anti-korupsi, dan kerjasama internasional, Indonesia dapat memperkuat upaya pemberantasan korupsi dan membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.

Referensi :

[1] Indonesian Corruption Watch, Laporan Tahunan Kasus Korupsi, 2022.

[2] Universitas Indonesia, Fakultas Hukum, Jurnal Hukum dan Korupsi, 2023.

[3] Transparency International, Corruption Perceptions Index, 2022.

[4] OECD, Anti-Corruption Reforms in Asia: Progress and Challenges, 2020.

[5] “Teori Actus Reus Elements of a Crime atau Tindak Korupsi oleh Sir Edward Coke,” slide presentasi, file-B5I0xMoL6IuT9bTG9IzLeBfa, diakses pada tanggal 20 Juni 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun