Syukur merupakan salah satu konsep utama dalam Islam yang menunjukkan hubungan hamba dengan Allah SWT. Secara bahasa, syukur berasal dari kata syakara yang berarti "mengakui, memuji, atau menghargai." Dalam Islam, syukur memiliki makna yang lebih mendalam, yaitu pengakuan atas nikmat Allah dan penggunaan nikmat tersebut sesuai dengan tujuan yang diridhai-Nya. Ulama memberikan berbagai penjelasan dan pandangan tentang konsep syukur, baik dari sisi teologi, akhlak, maupun praktik sehari-hari.
Makna Syukur Menurut Ulama
Imam Al-Ghazali
Dalam karya monumentalnya, Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa syukur terdiri dari tiga unsur:
Pengetahuan (ma'rifah):Â Menyadari bahwa segala nikmat berasal dari Allah.
Keadaan hati (hal):Â Hati merasa senang dan puas atas nikmat yang diberikan.
Perbuatan (amal):Â Menggunakan nikmat sesuai dengan perintah Allah.
Al-Ghazali menegaskan bahwa syukur sejati bukan hanya ucapan lisan, tetapi mencakup hati yang ikhlas dan tindakan nyata.
Ibnu Qayyim Al- Jauziyah
Ibnu Qayyim menyebutkan dalam kitabnya, Madarijus Salikin, bahwa syukur adalah separuh iman. Separuh lainnya adalah sabar. Beliau menyatakan bahwa syukur memiliki tiga pilar utama:
Mengakui nikmat melalui hati.
Memuji pemberi nikmat melalui lisan.
Menggunakan nikmat tersebut dalam kebaikan melalui amal perbuatan.
Dengan kata lain, syukur adalah bentuk penghambaan yang utuh kepada Allah SWT.
Al-Qur'an dan Tafsir Ulama
Dalam Al-Qur'an, konsep syukur sering diulang, salah satunya dalam surah Ibrahim ayat 7:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H