Mohon tunggu...
Zeyra Haya Sefrizal
Zeyra Haya Sefrizal Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Zeyra Haya Sefrizal - Seorang mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Nasional Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penelitian sebagai Resepsi Produktif Penikmat Film KKN di Desa Penari

16 Juli 2022   03:28 Diperbarui: 16 Juli 2022   03:36 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Genre film horor kembali meramaikan dunia perfilman Indonesia usai suksesnya penayangan film berjudul KKN di Desa Penari. Kesuksesan film yang berhasil menarik perhatian baik penonton domestik hingga mancanegara ini digadang-gadang karena bercerita tentang kisah nyata.

Awal mula kisah KKN di Desa Penari pertama kali muncul pada kanal media sosial Twitter. Cerita ini ditulis dalam bentuk utas oleh seorang pengguna akun bernama Simple Man pada tahun 2019 lalu. Apiknya penggambaran cerita oleh sang penulis membawa kesuksesan besar kisah KKN di Desa Penari hingga kemudian diangkat menjadi film layar lebar.

Ramai nya cerita KKN di Desa Penari kemudian memunculkan berbagai respon. Sebagian besar menanggapi secara positif, namun ada pula yang menanggapinya kearah negatif. Uniknya, beragam respon baik dari pembaca utas, pembaca buku atau penonton film sekalipun tak ayal merupakan sebuah resepsi atau respon produktif dari mereka.

Resepsi produktif terjadi karena dorongan antusiasme para khalayak. Adapun resepsi produktif dari para pembaca dan penonton film KKN di Desa Penari sangatlah beragam , mulai dari pemberian komentar, penilaian, penggambaran, bahkan pemunculan teori-teori baru yang berkaitan.

Pembaca atau penonton sebagai peresepsi adalah seorang penerima karya. Adapun pembaca dan penonton dapat bertindak secara pasif, yakni hanya dengan menikmati karyanya saja, ataupun bertindak aktif  sebagai pembaca nyata dengan cara memunculkan hal baru yang kemudian dikenal sebagai Riffatere.

Ditemukan bahwa resepsi produktif seorang penerima karya dapat dikategorikan menjadi empat reaksi. Diantaranya satu, memproduksi cerita lain sesuai pengalaman diri yang memiliki alur yang berkorelasi dengan cerita awal, reaksi kedua adalah menjadikan bacaan sebagai komoditi, r

eaksi ketiga adalah tindakan membagikan atau men-share pada anggota atau komunitas yang sama dan yang keempat adalah reaksi dengan tindakan menganalisis atau mempuan kajian kritis tentang apa saja yang berkaitan dengan karya.

Begitu pula dengan cerita film KKN di Desa Penari, keempat reaksi resepsi produktif tersebut banyak dilakukan oleh para pemirsanya. Terbukti dengan banyaknya utas cerita horor serupa yang merupakan cerita pengalaman mistis pribadi. Munculnya utas-utas ini tak lain adalah reaksi produktivitas para pembaca cerita KKN di Desa Penari.

Sama halnya dengan reaksi pertama, reaksi kedua pun juga demikian. Di tengah-tengah suasana mistis cerita KKN di Desa Penari, tak sedikit pula para penonton yang justru mengkomoditikan cerita horor tersebut. Seperti membuat meme, guyonan dan karya kreatif lainnya. 

Bahkan ada pula ditemukan kreativitas komoditi para penonton yang juga dimanfaatkan pada tingkat instistusi, contohnya PLN yang memanfaatkan momentum keviralan KKN di Desa Penari sebagai tagline pada sosial medianya untuk menaikkan engagement dengan konsumen.

Yang tak kalah menarik dan positif, terdapat pula penonton KKN di Desa Penari yang memunculkan reaksi kategori keempat, yaitu memunculkan penelitian dan kajian-kajian teoritis mengenai apa saja yang berkaitan dengan film KKN tersebut. Salah satu contohnya adalah penelitian mengenai makna visual dalam poster film KKN di Desa Penari.

Pada pembahasannya, peneliti tertarik mengkaji lebih dalam mengenai poster film KKN di Desa Penari yang dianggap memiliki keunikan karena tidak dibuat seperti poster-poster film pada umumnya melainkan menggunakan teknologi Augmented Reality (AR) yang terbilang cukup awam baik bagi penonton maupun para produsen perfilman di Indonesia. 

Keunikan inilah yang kemudian mendorong sang peneliti untuk mempelajari makna-makna pada setiap konsep desain poster film tersebut secara lebih mendetail.

Dari penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa poster film KKN di Desa Penari memang terlihat sederhana namun ternyata setiap simbol, warna, tanda dan objek yang ada didalam poster tersebut sejatinya memiliki makna yang menggambarkan pesan misteri. 

Yang membedakan poster film KKN di Desa Penari dengan poster-poster film lainnya adalah penggunaan konsep teknologi AR yang membuatnya menjadi daya tarik keingintahuan penonton untuk mencoba teknologi fungsi AR secara langsung.

Munculnya beragam reaksi positif sebagaimana penelitian tersebut merupakan suatu reaksi produktivitas dari para pembaca dan penonton kisah KKN di Desa Penari. Kesuksesan film horor yang menceritakan kisah KKN para mahasiswa dan mahasiswi ini tak hanya ditandai dengan banyaknya penonton di bioskop, namun juga dengan munculnya berbagai karya, kreativitas dan ilmu pengetahuan baru yang dapat memperluas wawasan.

Penulis

Zeyra Haya Sefrizal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun