Mohon tunggu...
Zey fathurraziharahap
Zey fathurraziharahap Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa

Saya sedang memulai menulis,membaca lebih banyak buku lagi untuk kebutuhan dalam menjalani hidup

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Terpimpin ala Jokowi

21 September 2024   10:18 Diperbarui: 20 Januari 2025   15:21 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan pulang aksi RUU PILKADA waktu itu,saya mendengar sedikit cerita  penjual buku di lokasi depan kantor pos OKM yang Masih berputar putar di pikiran saya. "Mas koyoe Indonesia Iki bakalan menuju demokrasi terpimpin mene era jaman e Soekarno ora salah", Ujarnya dengan bahasa jawa lembut itu.

Saya bukan orang yang merasakan betul terkait demokrasi terpimpin di era Soekarno itu. Tapi saya telah membaca sedikit banyaknya sejarah yang terjadi di era demokrasi terpimpin pada jaman Soekarno. Dalam buku yang saya baca, sebelum demokrasi terpimpin lahir, Indonesia memakai sistem demokrsi liberal sekitar tahun 1950-1959.  Saat memakai sistem demokrasi liberal waktu itu, partai partai politik dengan ideologi yang beragam menunjukkan aksi brutalnya dalam berkompetisi secara terbuka untuk mendapatkan kekuasaan.

Sekitar tahun 1957 Sukarno menunjukkan ketidaksukaannya pada konsep barat tentang demokrasi parlementer di Indonesia. Menurutnya sistem tersebut menyebabkan terjadinya berbagai krisis di Indonesia. Sistem itu baginya telah membuat kekuasaan pemerintah melemah dan oposisi politik semakin menguat. Disitulah keinginan sukarno hadir untuk memakai sistem yang lebih mirip konsep kekeluargaan yang kepala keluarganya langsung dari pemimpinnya.

Setelah keinginan konsep kekeluargaan itu hadir. Sukarno mengeluarkan Dekrit 5 juli 1959, yang menetapkan pembubaran konstituante, pemberlakuan Kembali UUD 1945, tidak berlakunya UUDS 1950, pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementaran (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Ketika dekrit tersebut dikeluarkan, menurut sukarno sistem demokrasi terpimpin yang paling tepat untuk menata ulang politik dan pemerintahan di Indonesia berdasarkan UUD 1945.

Setelah sistem demokrasi terpimpin berlangsung sekitar 5 juli 1959, Ketika dekrit presiden dikeluarkan, dalam praktikanya demokrasi terpimpin memperkuat posisi sukarno di panggung politik nasional. Karena kekuasaan kini terpusat di tangan sukarno sepenuhnya dan mengabaikan hasil pemilihan umum tahun 1955 dengan membubarkan DPR dari hasil pemilu tersebut dan menggantikannya dengan DPR GR yang dipilih dan ditetapkan langsung oleh presiden sukarno. Konsekuensi waktu itu, fungsi legislatif yang dipunyai DPR melemah karena Lembaga ini dikontrol langsung oleh sukarno. 

Di sisi lain, suasana kehidupan kepartain juga mengalami kemunduran, sebagaimana tampak pada waktu itu usaha presiden untuk menyingkirkan kalangan oposisi (salah satunya pembubaran partai masyumi 1960). Selain itu, kebebasan berpendapat juga dikekang di bawah demokrasi terpimpin, termasuk dengan pelarangan terbit harian abadi milik masyumi dan harian pedoman yang berifiliasi dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Maka dari itu, melihat sejarah demokrasi terpimpin sukarno tersebut, menimbulkan kekhawatiran yang menghadirkan kemiripan pada pemerintahan Jokowi yang mengarah pada demokrasi terpimpin. Lantas, kemiripan apa yang terjadi di pemerintahan Jokowi ?

KEMIRIPAN POLA DEMOKRASI SOEKARNO VS JOKOWI

Dua periode pemerintahan Jokowi selalu di cap buruk oleh masyarakat Indonesia. Dua periode pemerintahan Jokowi banyak penilaian bahwa Indonesia tak jelas arahnya mau di bawa kemana, dari ketidakjelasan itu kalangan akademisi,peniliti dan mahasiswa pemerintahan rezim Jokowi polanya menuju ke arah demokrasi terpimpin seperti era presiden soekarno.

Pola itu dimulai dari menekan kebebasan dan mematikan kritik. Kita tidak pernah bisa menggandeng demokrasi, tanpa mengikut sertakan kebebasan bersamanya. Kebebasan merupakan salah satu prinsip fundamen dan subtantif dalam demokrasi. Dengan adanya demokrasi, publik dapat dimungkinkan untuk berpartisipasi dalam penyeleggaraan pemerintah, termasuk dalam perumusan kebijakan publik dan pengawasan terhadap kekuasaan lewat kritikan. Kritik adalah sebuah keniscayaan dalam demokrasi yang bertujuan untuk mengurangi pemerintahan yang ugal ugal an. Demokrasi tanpa kebebasan, kritikan itu salah satu keniscayaan kebohongan dan jalan menuju bencana. Sebagaimana yang terjadi pada masa presiden soekarno yang ditandai dengan kontrol ketat terhadap kebebasan berpendapat yang sangat di batasi, seperti sensor media, pembatasan kegiatan politik oposisi, dan penindakan terhadap individua atau kelompok yang di anggap mengganggu stabilitas politik. Kebebasan individu serta hak hak sipil seringkali ditekan demi menjaga keamanan dan stabilitas politik.

Dengan begitu, kemiripan itu hadir kembali di era reformasi yang di anggap sebagai babak baru untuk Indonesia namun perlahan dilakukan dengan pengikisan ruang kebebasan tersebut dengan berbagai bentuk. Kejamnnya, pengikisan ruang kebebasan dan pelemahan terhadap demokrasi tersebut di dibidani oleh seorang pemimpin yang lahir dari rahim reformasi, Joko Widodo. Rezim Jokowi justru berusaha mereproduksi dan berusaha menyamakan pola di era demokrasi terpimpin dengan cara mencekik ruang kebebasan dan membasmi kritik publik terhadap jalannya roda kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun