Mohon tunggu...
PenaZevanya.
PenaZevanya. Mohon Tunggu... Penulis - Siswa/Penulis 'Karet, dan Getah'

Sejak usia tujuh tahun, saya gemar menulis. Saya mudah jatuh cinta dengan buku-buku jadul, meski halamannya lecek dan keriting bagai rambut yang habis dicatok. I'm extremely flexible, so artikel-artikel yang saya tulis di sini beragam, agar kalian tidak mempunyai ruang untuk kebosanan, hehe! sekaligus agar saya mendapatkan cuan-cuan wangyԅ(¯﹃¯ԅ).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Jendela.

5 Oktober 2024   17:54 Diperbarui: 6 Oktober 2024   16:59 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak hanya tubuhnya yang hancur, tapi juga pikirannya. Si gadis malang menderita Borderline Personality Disorder (BPD)—keadaan mental yang terbentuk dari luka-luka emosional dan pengalaman pahit yang ia hadapi. Ketidakstabilan perasaannya menjadi nyata, lonjakan emosi yang ia tak bisa kendalikan seringkali menghantam dirinya sendiri. Kadang, ia merindukan kasih sayang ibunya dengan putus asa, dan di lain waktu, ia merasa benci dan ingin lari jauh dari semua orang.

Ibunya, yang sempat tenggelam dalam dunianya sendiri, perlahan mulai sadar bahwa anak yang dulu ia tinggalkan sudah berubah. Gadis itu tak lagi sama, terlalu jauh untuk dijangkau, terlalu tertutup. Ia mencoba untuk mendekat, meraih kembali apa yang hilang, namun sang anak sudah terlalu terbiasa hidup dalam kesendirian dan keretakan. Upaya ibunya terasa nihil.

Hari-hari berlalu, dan meskipun ibunya berusaha memperbaiki keadaan, luka-luka itu terlalu dalam. Setiap kali ia melihat anaknya, ia diingatkan akan tahun-tahun yang hilang, kesempatan yang terlewat, dan cinta yang seharusnya diberikan lebih awal. Ia telah kehilangan banyak momen berharga bersama gadisnya—momen-momen kecil yang dulu ia anggap sepele, kini terasa sangat mahal. Setiap tawa yang tak pernah ia dengar, setiap tangis yang tak pernah ia peluk, semuanya berlari menjauh, meninggalkan jejak luka di hatinya.

Di tengah semua kehancuran, ibu dan anak itu hidup dalam rumah yang sama, namun hati mereka terpisah jauh—terpisah oleh waktu, oleh luka yang terabaikan, oleh kesalahan yang tak mungkin diulang kembali.

Hfff.. Anak adalah amanah yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang penuh. Memutuskan untuk memiliki anak bukan hanya soal cinta, tapi juga tanggung jawab. Jadi, pesan ku, pastiin dulu kalau kalian sudah siap secara mental dan emosional sebelum melangkah ke fase itu, dengan mematangkan pikiran dan memprioritaskan diri sendiri, serta karier sampai kalian benar-benar siap untuk memberikan yang terbaik bagi anak. Ingat, pengalaman masa kecil yang buruk bisa membekas seumur hidup. Kesehatan fisik dan mental anak adalah tanggung jawab orang tua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun