Napoleon Bonaparte adalah salah satu panglima perang terhebat dan revolusioner asal Prancis yang telah memimpin banyak kemenangan dalam sejarah perang. Kaisar yang berkecimpung di dunia militer ini terkenal sebagai orang yang paling berpengaruh dalam politik Eropa selama lebih dari satu dekade. Sosoknya yang tangguh sebagai seorang pemimpin militer, menginspirasi nama seorang tokoh polisi tanah air, Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte.
Sayang, sepak terjang karier Napoleon masa kini tidak seindah pendahulunya. Irjen Napoleon tersandung kasus korupsi. Padahal Irjen Napoleon berpeluang memiliki karier internasional cemerlang, lantaran dirinya menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional. Namun, mau tak mau kini Irjen Napoleon harus meninggalkan jabatannya karena bersiap menghuni hotel prodeo.
Bareskrim Mabes Polri telah resmi menetapkan Irjen Napoleon sebagai tersangka pada Jumat 14 Agustus 2020 kemarin. Bersamanya, ada tersangka lain berinisial TS yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, di mana Djoko Soegiarto Tjandra merupakan tersangka utama yang sempat buron bertahun-tahun lamanya.
Lantas, seperti apa keterlibatan Napoleon Bonaparte dalam kasus Djoko Tjandra?
Djoko Tjandra bersama-sama dengan tersangka TS memberikan suap kepada dua petinggi kepolisian, Brigjen Prasetijo Utomo yang telah lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka, kemudian kepada Irjen Napoleon itu sendiri. Kasusnya sendiri pertama bergulir pada tahun 2004 silam di mana Djoko dijerat pidana korupsi karena merugikan negara 940 miliar rupiah. Beruntung, kala itu ia bebas karena jaksa dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai kasus tersebut termasuk dalam kasus perdata.
Sebagai seorang tersangka utama, Djoko memiliki pergerakan yang cukup "licin". Pada Juni 2009, saat Mahkamah Agung akhirnya menjatuhkan hukuman penjara kepadanya, Djoko melarikan diri ke Papua Nugini.
Bilangan tahun berlalu, kepolisian akhirnya baru bisa kembali menangkap Djoko Tjandra pada 30 Juli 2020 bekerja sama dengan Kepolisian Malaysia. Ia lalu dibawa pulang ke tanah air untuk diadili kembali.
Pusara Petinggi Polisi dan Jaksa dalam Kasus Djoko Tjandra
Mungkin, bila Jaksa Agung ST Burhanuddin tidak angkat suara mengenai rasa sakit hatinya, maka Djoko belum ditangkap hingga saat ini. Ya, Jaksa Agung ST Burhanuddin adalah orang pertama yang mencetukan keberadaan Djoko yang diyakini berada di Indonesia kala itu. Pernyataan tersebut disampaikan saat rapat kerja bersama Komisi Hukum DPR RI, 29 Juni 2020 lalu.
ST Burhanuddin blak-blakan mengaku sakit hati karena mengetahui Djoko sudah tiga bulan berada di Indonesia tapi belum terlacak sama sekali. Entahlah, apakah mungkin terlalu padatnya kasus ini melibatkan orang tinggi sehingga pencarian terhadap Djoko menjadi berlarut-larut.
Terbukti, tak lama kemudian polisi menetapkan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo sebagai tersangka penghapusan Red Notice kasus Djoko Tjandra. Brigjen Prasetijo diketahui telah melakukan pertemuan dengan Anita Kolopaking, Kuasa Hukum Djoko Tjandra, sekitar bulan antara April hingga Mei 2020 di lantai 12 kantor Bareskrim Polri. Bahkan Brigjen Djoko dan Anita sempat menjemput Djoko di Pontianak pada 6 Juni 2020. Belakangan, polisi berpangkat tinggi lain turut menjadi tersangka, siapa lagi kalau bukan Napoleon Bonaparte.
Kengerian belum berhenti sampai di situ. Keterlibatan oknum jaksa juga membuat kasus ini semakin bikin geleng-geleng kepala. Selain menjerat seorang kuasa hukum dan dua petinggi polisi, seorang jaksa cantik bernama Pinangki Sirna Malasari terseret sebagai tersangka. Jaksa Pinangki bahkan diduga telah menerima uang 500.000 dollar Amerika Serikat atau 7 miliar rupiah dari Djoko Tjandra.
Menantikan Hukuman untuk Para Petinggi
Ruwetnya kasus Djoko Tjandra sejauh ini sudah menyeret enam nama sebagai tersangka. Selain Djoko sendiri, ada Brigjen Prasetijo, Anita Kolopaking, Jaksa Pinangki, TS, dan Irjen Napoleon. Saking luasnya pula ruang lingkup kasus ini, hingga terbagi ke dalam dua cabang: gratifikasi dan penerbitan serta penggunaan surat jalan palsu yang diterbitkan Brigjen Prasetijo. Sehingga kasus ini pun terbagi atas tindak pidana umum dan kasus tindak pidana korupsi (tipikor).
Djoko Tjandra dan TS sebagai penyuap akan dikenakan pasal 5 ayat 1, lalu pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2002 tentang Tipikor juncto pasal 5 KUHP
Sementara duo jenderal, Brigjen Prasetijo dan Irjen Napoleon dikenakan pasal 5 ayat 2, kemudian pasal 11 dan 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Tipikor, dalam hal ini sebagai penerima suap, dan pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Sekarang dengan tertangkapnya hampir seluruh tersangka kasus Djoko Tjandra, maka artinya keadilan telah tegak?
Tunggu dulu. Keadilan di negeri ini masihlah seperti benang basah. Â Jangan sampai hukuman bagi para tersangka hanyalah formalitas mengikuti Undang-Undang, tanpa pernah ditegakkan sama sekali.
Keterlibatan perwira-perwira tinggi kepolisian tentu membuat citra kepolisian sebagai pemegang hukum tertinggi di negara menjadi tercoreng kembali. Bagaimana mungkin polisi yang seharusnya menegakan hukum justru keseleo dalam kasus hukum itu sendiri?
Apalagi, sejauh ini daftar keterlibatan polisi dalam kasus-kasus suap yang merugikan negara sudah cukup panjang. Kapan akan berakhir?
Akhir Riwayat Napoleon Bonaparte
Sungguh disayangkan, akhir riwayat jenderal bintang dua, Napoleon Bonaparte. Hanya beberapa langkah lagi mendapatkan posisi tertinggi di tubuh kepolisian, dirinya justru jatuh. Nama besar yang tersemat kepadanya tidak mencerminkan jiwa kepemimpinan seorang Napoleon Bonaparte.
Jika Napoleon Bonaparte menghancurkan tentara musuh menggunakan keunggulan artileri, maka Irjen Napoleon membunuh kariernya sendiri menggunakan keunggulan pangkatnya.
Kisah keduanya mungkin akan sama, walaupun tidak dapat diprediksi keberuntungan Napoleon mana yang akan berpihak. Bila sang kaisar Prancis harus menyerah dari Inggris pada pertempuran Waterloo dan dibuang ke Pulau Saint Helena sampai akhir hayatnya, semoga saja Irjen Napoleon bisa sedikit mendapatkan waktu untuk memperbaiki diri selama diasingkan ke dalam bui. (z)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H