Terbukti, tak lama kemudian polisi menetapkan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo sebagai tersangka penghapusan Red Notice kasus Djoko Tjandra. Brigjen Prasetijo diketahui telah melakukan pertemuan dengan Anita Kolopaking, Kuasa Hukum Djoko Tjandra, sekitar bulan antara April hingga Mei 2020 di lantai 12 kantor Bareskrim Polri. Bahkan Brigjen Djoko dan Anita sempat menjemput Djoko di Pontianak pada 6 Juni 2020. Belakangan, polisi berpangkat tinggi lain turut menjadi tersangka, siapa lagi kalau bukan Napoleon Bonaparte.
Kengerian belum berhenti sampai di situ. Keterlibatan oknum jaksa juga membuat kasus ini semakin bikin geleng-geleng kepala. Selain menjerat seorang kuasa hukum dan dua petinggi polisi, seorang jaksa cantik bernama Pinangki Sirna Malasari terseret sebagai tersangka. Jaksa Pinangki bahkan diduga telah menerima uang 500.000 dollar Amerika Serikat atau 7 miliar rupiah dari Djoko Tjandra.
Menantikan Hukuman untuk Para Petinggi
Ruwetnya kasus Djoko Tjandra sejauh ini sudah menyeret enam nama sebagai tersangka. Selain Djoko sendiri, ada Brigjen Prasetijo, Anita Kolopaking, Jaksa Pinangki, TS, dan Irjen Napoleon. Saking luasnya pula ruang lingkup kasus ini, hingga terbagi ke dalam dua cabang: gratifikasi dan penerbitan serta penggunaan surat jalan palsu yang diterbitkan Brigjen Prasetijo. Sehingga kasus ini pun terbagi atas tindak pidana umum dan kasus tindak pidana korupsi (tipikor).
Djoko Tjandra dan TS sebagai penyuap akan dikenakan pasal 5 ayat 1, lalu pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2002 tentang Tipikor juncto pasal 5 KUHP
Sementara duo jenderal, Brigjen Prasetijo dan Irjen Napoleon dikenakan pasal 5 ayat 2, kemudian pasal 11 dan 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Tipikor, dalam hal ini sebagai penerima suap, dan pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Sekarang dengan tertangkapnya hampir seluruh tersangka kasus Djoko Tjandra, maka artinya keadilan telah tegak?
Tunggu dulu. Keadilan di negeri ini masihlah seperti benang basah. Â Jangan sampai hukuman bagi para tersangka hanyalah formalitas mengikuti Undang-Undang, tanpa pernah ditegakkan sama sekali.
Keterlibatan perwira-perwira tinggi kepolisian tentu membuat citra kepolisian sebagai pemegang hukum tertinggi di negara menjadi tercoreng kembali. Bagaimana mungkin polisi yang seharusnya menegakan hukum justru keseleo dalam kasus hukum itu sendiri?
Apalagi, sejauh ini daftar keterlibatan polisi dalam kasus-kasus suap yang merugikan negara sudah cukup panjang. Kapan akan berakhir?
Akhir Riwayat Napoleon Bonaparte