Mohon tunggu...
zainal arifin
zainal arifin Mohon Tunggu... Guru -

Ketika berbagi hidup terasa lebih nikmat dan dalam taat hidup menjadi lebih bermakna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tolong Ubah Nilai Anakku (1)

5 Desember 2017   05:41 Diperbarui: 5 Desember 2017   05:43 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya mau bertemu dengan Kepala Sekolah". Suara serak namun berat terlontar dari seorang laki-laki yang sudah berumur. Ia mengenakan kemeja dan celana jeans. Wajahnya merah dan matanya melotot, seakan mau melahap orang di depannya. 

Bu Hetty pegawai Administrasi  Sekolah yang ditemuinya kaget sekali. Ia ingin menjawab, tapi entah kenapa tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Padahal dalam kesehariannya ia dikenal oleh guru-guru di sekolah sebagai orang yang pandai bergaul dan sering bercanda.

" Kamu dengar tidak?" "Mana Kepala Sekolahnya ?" tak sabar laki-laki itu menghampirinya.  

"Se...se...sebentar, Pak. Sa..sa..saya akan panggilkan" jawab bu Hetty dengan badan gemetar. Biasanya ia selalu mempersilahkan duduk terlebih dahulu kepada setiap tamu yang datang. Namun saat itu ia benar-benar lupa. Setengah berlari Bu Hetty menuju ruangan Kepala Sekolah.

Ia melihat Pak Bahana yang sedang asyik dengan

pekerjaannya.

"Pak... maaf ... ada orang yang mau bertemu Bapak ... cepet ... Pak " teriak Bu Hetyy dengan nafas terengah-engah.

Pak Bahana adalah Kepala Sekolah SD Berdikari. Sudah  dua periode ia ditunjuk oleh Yayasan Harapan Bangsa untuk memimpin sekolah. Mungkin karena kejujuran dan ketekunannya, ia masih tetap dipertahankan sebagai Kepala Sekolah.

 "Ada apa Bu, kok teriak-teriak begitu?" Tanya Pak Bahana menatap Bu Hetty dengan heran. Sementara tangannya dengan terampil membenahi lembaran evaluasi diri sekolah (EDS) yang ia kerjakan sejak tadi pagi.

"Itu Pak, ada orang yang ingin bertemu dengan Bapak ?" kata Bu Hetty.

"Siapa dan darimana ?" tanya Pak Bahana sambil berdiri dan menghampiri Bu Hetty.

"Nggak tahu Pak?" 

"Kok, nggak tahu?"

Bu hetty terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Tadi tak terlintas sedikitpun dalam pikirannya untuk bertanya siapa nama tamu itu dan darimana. Ah,  boro-boro nanyakeun ngaranna, nu aya mah sieun we,  jawabnya dalam hati.

"Kenapa diam saja Bu Hetty? "Sok atuh calik heula !" 

"Sawios Pak. Sebaiknya Bapak segera ke ruang tamu. Kayaknya ia tidak sabar ingin bertemu Bapak "

"Hayu atuh urang ka ditu" ajak Pak Bahana sambil melangkah tenang menuju ruang tamu. 

Ketika Pak Bahana datang, laki-laki itu sedang berdiri dekat pintu. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Matanya tak lepas memandang siswa-siswa yang sedang bermain kejar-kejaran di halaman sekolah. 

"Selamat siang, Pak" sapa Pak Bahana. Ia terkejut dan membalikkan badannya.

"Siang, saya Ramon. Ayahnya Wendy" dengan gagah ia mengulurkan tangan.

"Oh, orangtuanya Wendy. Saya Bahana Pak, Kepala Sekolah SD Berdikari" jawab Pak Bahana sambil memegang erat tangan

laki-laki tersebut. 

"Silahkan duduk Pak"

"Ya". Ia hempaskan tubuhnya ke kursi sofa sambil merentangkan tangan.   

Sejenak Pak Bahana membiarkan Pak Ramon dalam keadaan seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun