Tantangan eksistensi BRICS
Setelah hadir sebagai pemain baru dalam poros ekonomi dan politik global BRICS juga tidak luput dari beberapa masalah internal yang jika dianalisa mampu menjadi penghambat pertumbuhan BRICS sebagai organisasi internasional. Meskipun memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, ternyata BRICS juga masih berada di bawah bayangan masalah internal anggota. Pun juga masalah itu juga memberi dampak kepada eksistensi BRICS secara keseluruhan.
Kemiskinan menjadi salah satu isu klasik yang menjadi permasalahan di banyak negara di dunia. Dimana hal ini masih terjadi di anggota BRICS seperti India, Afrika, dan Brazil dengan capaian yang sangat tinggi. Per tahun 2020, data yang dirilis PEW Research Center menunjukkan bahwa jumlah masyarakat miskin di India mencapai 75 juta jiwa, secara khusus saat pandemi Covid-19. Angka ini bahkan berkontribusi 60% terhadap angka kemiskinan global pada tahun 2020.
Angka tersebut juga tidak hadir begitu saja, mengingat data menurut CEIC bahwa angka penganguran di India juga meningkat pada tahun yang sama. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2020 angka pengangguran di India mencapai 7.11%. Angka ini lebih tinggi dibanding capaian persentase setahun sebelumnya pada 2019 yaitu 5.27%.
Persoalan yang sama juga terjadi di Afrika Selatan. Negara yang 13 tahun lalu diterima sebagai anggota BRICS ini menjadi negara dengan angka pengangguran tertinggi di dunia. Menurut data IMF pada tahun 2021, angka pengangguran di negara ini mencapai 33.56% dari total populasi Afrika Selatan.
Selain itu, setahun sebelumnya IMF bahkan menyetujui bantuan dana darurat untuk Afrika Selatan untuk membantu penanganan pandemi di negara yang kaya dengan emas tersebut. Nilainya tak tanggung-tanggung, IMF mencairkan dana bantuan sebesar 4.3 Milyar USD atau setara dengan 62.35 triliun rupiah.
Begitu juga dengan negara Brazil yang terkenal dengan negara Samba. Negara yang terletak di Amerika bagian Selatan ini juga hampir sama dengan Afrika Selatan. Data Trading Economics menunjukkan per Maret 2023 saja, angka penganguran disana mencapai 8.88% atau setara dengan 9.43 juta jiwa dari jumlah total populasi.
Namun selain itu, meskipun dua negara besar lainnya Cina dan Rusia tampak seperti raksasa ekonomi, namun juga tidak luput dari angka penganghuran. Per Februari 2023 angka pengangguran di Cina melalui survey wilayah perkotaan menunjukkan angka 5.6%. Sementara Rusia memperoleh angka rendah yaitu di kisaran 3.60% per Januari 2023.
Selain dari angka kemiskinan dan pengangguran, masalah-masalah lain seperti capaian angka harapan hidup, kesetaraan gender, kesenjangan soial, dan angka kematian yang tinggi masih menjadi masalah klasik yang membayangi BRICS sampai hari ini. Soal kesetaraan gender dan kesenjangan sosial, ternyata masih banyak persoalan yang menitik beratkan pada siapa yang kaya atau siapa yang miskin, jadi bukan hanya sekedar kaya dan miskin saja.
Pun demikian pada angka harapan hidup yang pertumbuhannya sangat lambat di negara anggota seperti India dan Afrika Selatan. Pun masalah harapan hidup ini diikuti pula dengan masih tingginya angka kematian. Angka ini tentu saja bersumber dari belum stabilnya kemampuan negara anggota untuk memastikan kemampuan warga negara dalam mendapatkan nutrisi dan kebutuhan pokok lainnya.
Bersambung....