Mohon tunggu...
Zen Siboro
Zen Siboro Mohon Tunggu... Freelancer - samosirbangga

Terkadang suka membaca dan menulis. Pencumbu Kopi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nasib Buruh di Tengah Pandemi (Pemerintah, Solusi, dan Partisipasi Warga Negara)

3 Mei 2020   20:33 Diperbarui: 3 Mei 2020   20:40 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Demo Peringatan Hari Buruh (Kompas.com)

Corona yang menular secara masif dan global tentu menyebabkan berbagai persoalan sosial. Mulai dari gangguan kesehatan, munculnya panic buying, terganggunya arus perdagangan, sampai pada persoalan ekonomi nasional. Tidak sedikit jenis usaha yang harus menunda bahkan menutup sementara usahanya demi mencegah penyebaran Covid-19.

Tidak sedikit pelaku usaha dalam skala kecil, menengah, dan besar yang menghentikan sementara usaha mereka. Dampak pemberhentian usaha tersebut juga berimbas pada banyaknya pekerja yang harus dirumahkan bahkan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini tentu sebagai wujud dari besarnya kerugian yang ditimbulkan pemberhentian usaha, sementara gaji pekerja harus tetap berjalan.

Tindakan ini tentu berakibat dari bertambahnya angka penduduk yang kehilangan pekerjaan. Hingga kini total pekerja yang di PHK dan dirumahkan berjumlah lebih dari dua juta orang. Ditambah lagi sudah memasuki bulan Ramadhan, tentu akan memberikan dampak psikologis yang besar bagi para pekerja.

Nasib Buruh Nasional

Pekerja yang kita kenal dengan buruh merupakan salah satu bagian masyarakat yang mengalami kesulitan paling besar dalam situasi ini. Secara khusus bagi mereka yang menggantungkan hidup dengan gaji mingguan atau gaji harian. Tidak sedikit pula dari buruh yang ketika di PHK akibat Covid-19 tidak mendapatkan santunan atau yang kita kenal dengan “pesangon”.

Sebelum Corona merebak, kehidupan kaum buruh kerap kali diperhadapkan dengan realita kehidupan yang tidak mudah. Persoalan kesejahteraan, ekonomi, pendidikan, dan berbagai masalah lainnnya. Pada sisi lain buruh juga kerap kali mendapatkan perlakuan diskriminatif dari lingkungan dan perusahaan tempat bekerja.

Pada keadaan Pandemi saat ini kehidupan kaum buruh sudah pasti semakin sulit. Dengan banyaknya PHK dan merumahkan karyawan, buruh tentu kehilangan mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terlebih lagi kepada mereka yang memang mengandalkan gaji harian dan mingguan.

Memasuki bulan Ramadhan saat ini tentu situasi kaum buruh bertambah berat. Tuntutan perekonomian yang senantiasa meningkat menjadikan buruh tidak punya pilihan selain mencari pekerjaan serabutan atau sekedar mengharapkan bantuan dari pemerintah. Mungkin kaum buruh bisa saja mencari alternatif pekerjaan serabutan yang masih tersedia, sementara hari ini hampir semua bidang usaha mengalami kelumpuhan massal akibat pandemi yang masih berlangsung sampai sekarang.

Dilema Pengusaha

Dalam menghadapi Corona yang meng-global penyebarannya, para pengusaha banyak yang memilih untuk menutup sementara kegiatan usahanya. Di samping mencegah penularan Covid-19 antar sesama pekerja, faktor keuntungan juga menjadi sebuah pertimbangan besar atas keberlangsungan usaha. Kegiatan usaha yang harus ditutup, tentu memberikan dampak dari penurunan omset dan keuntungan.

Sementara pada sisi lain kebutuhan karyawan akan gaji harus tetap diberikan apabila usaha tetap berjalan. Kondisi ini akhirnya menjadi hal yang dilematis saat para pelaku usaha pada akhirnya tidak memiliki pilihan. Kebijakan pemerintah yang juga menyarankan untuk memberhentikan sementara aktivitas usaha, memaksa pengusaha untuk memberhentikan para pekerja.

Hampir semua lini ekonomi nasional mengalami ketidakpastian dalam situasi Pandemi ini. Mulai dari pengusaha skala Mikro sampai pada pengusaha Makro. Mulai dari aktivitas lokal, nasional, hingga internasional.

Sehingga dengan kata lain dari sisi pengusaha tidak ada sebuah pilihan yang tersedia. Hanya ada pilihan lanjut dengan merugi secara perlahan, atau berhenti dan memaksa karyawan berhenti bekerja. Seandainya tetap memilih melanjutkan usaha namun merugi, peraturan pemerintah juga akan memaksa mereka menghentikan sementara usaha tersebut.

Ilustrasi: Bantuan Pemerintah (Kompas.com)
Ilustrasi: Bantuan Pemerintah (Kompas.com)

Solusi dan Problema Pemerintah

Dalam menghadapi Pandemi seperti sekarang pemerintah sudah melakukan berbagai upaya guna memutus rantai penularan Corona. Namun lain lagi dengan persoalan ekonomi yang muncul setelahnya. Lonjakan angka penduduk yang menganggur menjadi problema baru dimana tanpa pekerjaan, semakin banyak pula warga negara yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup.

Seperti kita ketahui bersama pemerintah sudah menawarkan beberapa skenario pemenuhan kebutuhan. Sedikitnya terdapat 10 skenario yang dilakukan pemerintah demi membantu warga negara dalam pemenuhan kebutuhan. Bantuan ini juga dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak dan menggunakan berbagai mekanisme pelaksanaan dan waktu.

Namun dalam melaksanakan bantuan masyarakat ini juga tidak lepas dari adanya masalah lain. Tidak ada satu lembaga atau indikator apapun yang mampu menjadi agent of control yang memiliki legitimasi hukum, guna memastikan bahwa bantuan tersebut berjalan sesuai target dan efektif. Mengapa? karena sampai sekarang tidak sedikit penduduk “pra sejahtera” yang bahkan tidak mendapatkan bantuan pemerintah tersebut, atau mendapat bantuan kurang dari apa yang pemerintah wacanakan sejak awal.

Muncul masalah baru dalam pengawasan, efektifitas, dan transparansi anggaran yang digunakan guna mewujudkan bantuan pemerintah yang tepat sasaran. Seperti kita ketahui bersama melalui berbagai sumber, tidak sedikit warga negara yang tergolong “mampu” secara finansial justru ikut menikmati bantuan pemerintah. Dimana sejatinya bantuan tersebut lebih menyasar penduduk yang ter-kategori tidak mampu.

Partisipasi Warga Negara

Mungkin kita semua sepakat bahwa Pandemi yang diakibatkan Covid-19 ini ibarat “Buah Simalakama”. Pada satu sisi kita harus memutus rantai penyebaran Corona dengan berbagai kebijakan, sampai pada penutupan jenis usaha. Namun di sisi lain kita juga akan dihadapkan pada penurunan gairah ekonomi global yang berdampak pada kelumpuhan ekonomi nasional.

Sejatinya persoalan ini tidak boleh dijatuhkan sepenuhnya sebagai tanggung jawab pemerintah. Kita juga tentu berkewajiban untuk menjaga diri dan keluarga dari sisi kesehatan. Pada sisi kemanusiaan kita juga dituntut untuk menjadi manusia yang kaya akan empati.

Panic buying, penimbunan masker, penimbunan sembako merupakan sebagian bukti bahwa tidak sedikit dari kita yang justru menjadi minim empati dalam situasi pandemi ini. Hal ini juga menjadi pembuktian bahwa di samping minim empati, tidak sedikit dari kita yang lebih memilih menjadi kaum oportunis. Sementara pada sisi lain, hampir pada semua kelas masyarakat, masih banyak didapati sifat "indisipliner" tentang menjaga kualitas kesehatan.

Saat ini negara mengharapkan kita semua untuk berpartisipasi dalam segala bentuk. Mulai dari partisipasi menjaga diri dan keluaga, sampai pada rasa solidaritas sosial yang terwujud dengan membantu sesama dalam berbagai wujud sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing. Mulai dari memberikan bantuan dalam bentuk donasi, sampai pada aksi sosial nyata yang turun langsung ke masyarakat.

Kesadaran diri dan kepedulian pada sesama merupakan bantuan utama yang negara butuhkan saat ini. Secara khusus bagi kita yang memang memiliki rezeki lebih atau bisa dikatakan cukup “kaya”, inilah merupakan salah satu momen yang tepat untuk membantu sesama melalui “berbagi rezeki”. Terserah wujudnya dalam bentuk apa, setidaknya ada kontribusi nyata dalam meringankan beban negara dengan membantu sesama.

Sudah saatnya kita mewujudkan sifat solidaritas manusia yang sebenarnya dalam kondisi pandemi ini. Momen ini bisa kita gunakan untuk menjadi manusia yang me-manusiakan manusia lainnya. Selain membantu sesama sebagai wujud kepedulian sosial, kita juga pada saat yang sama dituntut untuk menjadi warga negara yang kritis dengan bersama-sama memantau dan aktif mengontrol bagaimana penyaluran bantuan pemerintah tersebut agar tepat sasaran, efektif, dan transparan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun