Teknologi Kimia Pengawetan MakananÂ
Shafira Enri S, Awanda Winar F, Kartika Zenithia, dan Rosa Andiani,Â
Dedin Finatsiyatull Rosida*)
Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik,Â
UPN Veteran Jawa Timur.
*)Email: dedinbahrudin@gmail.com
Kontaminasi mikroorganisme selain menyebabkan keracunan makanan, dapat menurunkan kualitas mutu bahan pangan. Hal tersebut membuat pengawet digunakan untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan.Â
Dalam industri pangan, terdapat beberapa cara untuk mengawetkan makanan, salah satunya adalah secara kimia dan biokimia. Cara ini meliputi penggunaan zat tambahan yang dapat merubah sifat kimia dan biologis dari makanan tersebut. Beberapa zat yang umum digunakan dalam pengawetan makanan adalah Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat atau memperlambat reaksi oksidasi pada molekul lain yang mudah teroksidasi. Sebagai pengawet, peran antioksidan ialah untuk memperlambat reaksi ketengikan sehingga produk memiliki umur simpan yang panjang.Â
Penggunaan antioksidan dapat berasal dari bahan alami seperti ekstrak kulit jeruk, dapat juga berasal dari bahan sintetis seperti TBHQ yang umum digunakan dalam makanan cepat saji seperti mie instan. Aditif antioksidan yang paling umum adalah asam askorbat (vitamin C) dan askorbat.
Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan. Bahan pengawet antimikroba digunakan untuk mencegah terjadinya degradasi oleh mikroba.Â
Metode ini merupakan tipe pengawetan yang paling tradisional seperti pembuatan acar dan penambahan madu untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan memodifikasi tingkat pH. Pengawet antimikroba yang paling umum digunakan adalah asam laktat.
Bakteriosin merupakan senyawa protein yang diekskresikan oleh bakteri asam laktat yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri lain terutama yang memiliki kekerabatan erat secara filogenik.Â
Bakteriosin berpotensi digunakan sebagai bahan pengawet pangan alami yang aman untuk dikonsumsi, karena zat aktif yang terdapat dalam bakteriosin adalah protein yang dapat didegradasi oleh enzim proteolitik dalam pencernaan manusia.Â
Selain itu, bakteriosin bersifat melisiskan sel bakteri sehingga menyebabkan proses kematian pada sel yang sensitif terhadap bakteriosin. Hal ini mampu menghasilkan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi bakteri.Â
Bakteriosin dapat diproduksi oleh Lactococcus, Lactobacillus dan Pediococcus yang berasal dari berbagai bahan makanan, misalnya nisin diproduksi oleh Lactococcus lactis, pediosin AcH dihasilkan oleh Pediococcus acidilactic.Â
Sekuestran (Sequestrant) merupakan bahan penstabil yang digunakan dalam berbagai pengolahan bahan makanan dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh buruk logam tersebut.Â
Contohnya : kalsium dinatrium edetat, asam fosfat dan garamnya. Â Ion logam bebas mudah bereaksi dan mengakibatkan perubahan warna, ketengikan, kekeruhan, maupun perubahan rasa.Â
Reaksi yang disebabkan oleh sekuestran yaitu dapat melindungi produk makanan dari reaksi kimia, oksidatif, dan enzimatik yang menyebabkan kerusakan selama pemrosesan, penyimpanan, atau persiapan makanan melalui khelasi. Contoh sequestrant dalam makanan dapat dipecah menjadi tiga kategori utama:EDTA (Ethylene diamine tetra-acetic acid), Fosfat, Asam sitrat.
Humektan merupakan suatu zat higroskopis yang digunakan untuk menjaga kelembaban dengan mengikat air dan mengontrol aw. Humektan bekerja dengan menarik dan menahan uap air di udara sekitarnya melalui proses penyerapan (absorption) kemudian menarik uap air ke dalam dan/atau ke permukaan organisme/objek.Â
Air yang terdapat dalam bentuk bebas pada produk pangan merupakan indikator penting dalam pengawetan pangan karena kemampuannya untuk membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan secara mikrobiologis, kimiawi, enzimatik, hingga oleh aktivitas serangga perusak.Â
Jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh mikroorganisme yang kemudian dinyatakan dalam besaran aktivitas air (Aw = water activity).Â
Humektan dapat mengurangi kadar aw dan dapat mempertahankan kadar air pada produk karena adanya gugus hidrofilik seperti gugus hidroksil yang memiliki afinitas untuk membentuk hidrogen dengan molekul air sehingga menurunkan ketersediaan air bebas.Â
Reference:
Bohrer, B. M. 2018. Sequestrants as a food ingredient. In Encyclopedia of Food Chemistry (pp. 251--255). Elsevier.Â
Cleveland, J., J.T. Montville, I.F.Nes and M.L. Chikindas. 2001. Bacteriocin : Safe, Natural Antimicrobials forÂ
Food Preservation. International Journal of  Food Microbiology, 71:1-20.Â
Dewi, A. P. 2009. Pengaruh Penambahan Variasi Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle Linn) Terhadap Keawetan Daging Sapi (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
Gliemmo, Â M. F., Â Campos, C. A. and Gerschenson, L. N. 2006. Effect of Several Humectants andÂ
Potassium  Sorbate on the Growth of Zygosaccharomyces bailii in model aqueous  systems  resembling  low sugar  products.  J. Food  Eng,  77:  761-770.
Saati, E. A., Wachid, M., Nurhakim, M., Winarsih, S., & Rohman, M. L. A. 2019. Pigmen Sebagai Zat Pewarna dan Antioksidan Alami Identifikasi Pigmen Bunga, Pembuatan Produknya serta Penggunaannya (Vol. 1). UMM Press.Â
Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H