Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Hati yang Beku

13 Agustus 2017   16:00 Diperbarui: 13 Agustus 2017   16:08 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"mereka itu lho Bu, main bola ya di lapangan, bukan di jalan, kalo bolanya kena kaca rumah kita, kita juga kan yang repot. Itu juga Pak RT, katanya mau benerin lapangan buat main anak-anak, sampai sekarang juga ga jadi-jadi, makan gaji buta tuh RT."

"loh lha kok sampe bawa-bawa Pak RT juga to Pak, siapa tau belum ada dana buat benerin lapangan itu Pak, istighfar Pak, istighfar. Bapak jangan gampang sebel sama orang gitu, nanti rejekinya seret lho Pak. Katanya rejeki orang bakal dimudahkan, kalo dia ga punya rasa benci ke orang lain Pak."

"ah ibu ini sama aja, kok sukanya belain orang lain, bukan suaminya sendiri yang dibela?"

" lho siapa yang belain orang lain to Pak? Kita ini harusnya jangan punya pikiran jelek melulu sama orang, kita juga harus menerka, ada apa kok Pak RT sampai belum benerin Pak, kan masih ada alasan lain, kita mungkin ga  tau Pak."

" wah, sudah-sudah, omongan sama ibu aku malah tambah emosi bisa-bisa, ga nyambug blas."

Semakin banyak orang yang dirasa pa Marno tidak cocok segala perilakunya, selama itu juga banyak tetangga yang menjauhi Pak Marno. Bu Marno yang paling merasakan akibatnya. Orang jadi jarang berkumpul di rumahnya. Biasanya setiap pagi, ibu-ibu  menunggu tukang sayur langganan lewat di depan rumah Pak Marno, yang kebetulan berada di depan gang.

Akhirnya Pak Marno juga merasakan tindak tanduknya, setiap akan melakukan perkerjaan rumah yang membutuhkan bantuan orang lain, Pak Marno kesulitan untuk mencari orang yang bersedia membantu. Orang-orang takut kena omel Pak Marno.

Sekarang, Pak Marno merasa terkucilkan di lingkungannya. Bahkan untuk teman mengobrol saja pun tidak ada. Pak Marno sering merasakan semakin hari sifatnya semakin burk, semakin kasar, gara-gara tidak mau menerima kritik, dan tak memaafkan orang lain. Pak Marno merasakan hatinya yang mulai membeku, tak bisa untuk merasakan simpati kepada orang lain.

Secara tidak langsung, sifatnya sendiri yang membawa petaka datang kepadanya. Karena sering merasakan emosi, kini Pak Marno sakit-sakitan, berbagai macam penyakit silih berganti menghinggapi tubuhnya. Darah tingginya sering kumat, dan begitu tekanan darahnya naik, Pak Marno sering menginap di puskesmas untuk beberapa hari.

Ketika sakit, ada rombongan tetangga yang menjenguk Pak Marno. Pak Marno kadang berpura-pura tidur, karena malu telah bersifat buruk kepada mereka. Ketika itu pula, Pak Marno mendengar, bagaimana sebenarnya para tetangga tidak merasa mengucilkan pa Marno. Karena hatinya saja yang mudah berfikiran buruk, sehingga mengabaikan kebenaran yang ada. Pak Marno kini merasa hatinya luluh lagi, ia bertekad untuk memaafkan siapa saja, dan berkumpul lagi dengan masyarakat. Bukan hidup akan lebih tenang jika kita tidak menaruh perasaan buruk kepada orang lain?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun