Proses Persidangan yang sudah mulai kondusif dengan ditandai sudah redanya keramaian, yang di sebabkan hadirnya pengikut Habib Rizieq Shihab pada proses persidangan Ahok, namun suasana sepi dan kondusif tersebut justru terusik bukan oleh ulah para penghujat Ahok yang berkerumun di sekitar persidangan, malahan kembali terjadi kegaduhan baru yang merambah ke persilatan politik Nasional.
Diawali oleh kesaksian Ketua MUI KH Ma'ruf Amin didalam proses persidangan yang menempatkan Ahok sebagai terdakwa, tentu saja menarik untuk disimak serta merupakan point penentu dan penting terkait dengan materi tuduhan kepada terdakwa Ahok, karena dari MUI lah semua itu berawal.
Terbitnya Fatwa MUi yang di tanda tangani oleh Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin yang tentang tuduhan penistaan Agama Oleh, Ahok menjadi titik awal dimulainya proses tuduhan Penistaan Agama kepada Ahok bergulir.
GNPF dibentuk bersamaan dengan terbitnya Fatwa dugaan penistaan Agama oleh Ahok itu, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI jelas di bentuk dan digunakan sebagai alat untuk melaksanakan proses penghujatan dan proses dugaan Penistaan Ahok.
Kalau mau lebih  tajam lagi, bahwa terbitnya Fatwa MUi dengan dibarengi terbentuknya GNPF UI, merupakan bukti adanya kesengajaan untuk memberlakukan seorang Ahok sebagai sasaran hujatan dan penghukuman terhadap Ahok, dan Penistaan Agama adalah materi yang menjadi bahan hujatan.
Yang kemudian melahirkan peristiwa besar dengan demo besar besaran yang berhasil dihimpun dan di laksanakan pada tangal 4 Nopember 2016 yang lalu, sempat terjadi ketidak stabilan keamanan dan ketertiban didalam kehidupan sosial kemasyarakatan.Â
Bahkan akhirnya melahirkan dugaan penumpang gelap dalam gerakan itu, menggunakan peristiwa itu sebagai starting point memakzulkan pemerintahan, yang kemudian ditangkap tokoh tokoh pelaku yang di tengerai oleh pihak penegak hukum dan keamanan sebagai awal adanya upaya  Makar kepada Pemerintahan Jokowi yang syah.
Konsekwensi yang sangat logis bagi Polisi dan keamanan untuk segera melakukan proses HUkum secepatnya kepada Ahok sebagai terdakwa pelaku penistaanAgama, dengan asumsi kebenaran akan di buktikan di meja pengadilan.
Proses penyidikan kepada Ahok dilakukan oleh Kepolsiian dan Kejaksaan terhitung merupakan proses yang sangat cepat, sementara didalam proses pengadilan tersebut masih diwarnai tekanan oleh pihak GNPF dan MUI, untuk segera melakukan penahanan Ahok.
Bahwa MUI dan GNPF MUi adalah aktor utama dalam proses pengadilan Ahok, tertengerai dengan keinginan mereka untuk segera melakukan penahanan terhadap Ahok. sementara Pihak penegak hukum tidak memiliki alasan cukup untuk melakukan penahanan hingga proses pengadilan dilakukan.
Fatwa MUI yang menjadi fokus bagi Ahok dan Pengacaranya adalah hal yang sangat logis dan wajar, sehingga disanalah sebenarnya celah celah pembelaan diri Ahok dan pengacaranya untuk bisa lepas dari tuduhan itu, MUI dan GNPF MUI memiliki peran sentral dalam kasus pengadilan Ahok.
Sehingga pengacaranya berupaya mencari titik kelemahan Fatwa itu, termasuk proses penerbitan Fatwa MUI, system dan prosedurnya merupakan alat organisasi dalam melakukan system penetapan suatu Fatwa.
Bagaimana proses terbitnya suatu Fatwa adalah sangat penting dalam mencari kebenaran materiil, apakah sudah di penuhi proses keputusan Fatwa itu oleh MUI, apakah system dan prosedur yang ada apakah sudah dijalankan dengan benar sesuai dengan aturan organisasi yang ada.
Ketua Umum menjadi titik utama ketika kita berbicara Fatwa, karena dari sanalah semua kegiatan serta system dan prosedur organisasi dijalankan dengan baik atau tidak, apakah terbitnya Fatwa itu sudah mengikuti asas organisasi yang benar atau tidak, disanalah sebenarnya tanggung jawab seorang Ketua Umum dalam menjalankan roda Organisasinya.
Walau bagaimanapun juga MUI adalah lembaga yang memberikan fatwa yang akan berakibat langsung kepada kehidupan masyarakat , kepentingan Publik sangat kental dan memiliki kedudukan strategis dalam kehidupan Warga Negara Indonesia. Oleh sebab itulah tanggung jawab konstitusional dan tanggung jawab moral sabenar benarnya berada ditangan Ketua Umum.
Ketika Fatwa MUI di permasalahkan, maka Ketua lah yang harus mempertanggung jawabkan secara benar dan baik, sesuai dengan kaidah kaidah organisasi yang dimaksudkan oleh UU Organisasi Yayasan.
Tentu saja Ahok dan pengacaranya akan mempermasalahkan proses penerbitan Fatwa ini, karena dari sanalah sebenarnya Fatwa itu benar benar valid sebagai fatwa atau tercemar oleh kepentingan yang intervensip, kepentingan yang diakomodasi diluar system dan prosedur penerbitan Fatwa.
Intervensi SBY kepada Ketua MUI KH Ma'ruf Amin menjadi inti pokok permasalahan, apabila ternyata ada di tengerai adanya hubungan intervensip maka keabsahan dan kevalidan Fatwa menjadi kontroversi, menjadi sumir sebagai Fatwa MUI.
Itulah sebabnya Ahok dan Pengacaranya memberikan penekanan kepada KH Ma'ruf Amin tentang pola intervensip yang mungkin terjadi, mengingat posisi KH Ma'ruf Amin adalah bekas Watimpress SBY ketika SBY menjadi Presiden.
Ada kemungkinan terjadi intervensi karena adanya hubungan timbal balik dalam hubungan politik masa lalu, bahkan mungkin masih ada di masa kini. Didalam persidangan hal ini sangat di mugkinkan terjadi, bahwa materi materi yang sensitip merupakan materi yang sering muncul didalam proses pengadilan, bahkan seringkali melahirkan kasus pengadilan baru dengan terdakwa baru.
Untuk mencari kebenaran materiil memiliki konsekwensi logis terhadap segala macam bukti sensitip yang bisa ditarik kearah dimensi lain selain dimensi Hukum, misalnya dimensi Politik.
Penolakan terhadap bukti oleh Ketua MUI di depan pengadilan menjadi hal yang sangat sensitip didalam pengadilan, karena secara hukum memang kesaksian di bawah sumpah memiliki konsekwensi hukum tersendiri, dan itu diatur didalan system hukum kita. Bahwa konsekwensi menghadapi pengadilan atas kebohongan bersaksi merupakan konsekwensi dari hukum itu sendiri.
Hal ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk memperoleh kebenaran materiil yang sangat di butuhkan oleh Hakim dalam mengambil keputusannya, bahwa pengingkaran Ketua Umum MUI terhadap fakta, menjadi bara panas yang membahayakan pribadi KH Ma'ruf Amin pribadi.
Tampilnya SBY dengan melontarkan tuduhan baru kepada Ahok dan pengacaranya terhadap bukti yang dimiliki mereka, dengan tuduhan sadapan tilpunnya kepada KH Ma'ruf Amin, membawa dan menyeret permasalahan ke ranah Politik diluar pengadilan. Hal inilah yang menjadikan gaduh dan merembet kepada Presiden Jokowi yang terheran heran, kenapa isue didalam proses pengadilan kok larinya ke Pemerintah.
Barangkali Pembelaan SBY terhadap Ketua MUI Ma.ruf Amin membawa suasana gaduh dengan kembali hujatan kepada Ahok mengalir, tuduhan menistakan Ulama kembali dimunculkan, bahkan di tonjolkan KH Ma'ruf Amin sebagai Ketua Rais Aam NU. Dan hal ini menjadi sangat aneh serta vulgar, karena Ahok sejak lama sudah ada dilingkungan NU, bahkan sangat dekat dengan para ULama NU.
Kebenaran materiil kadang memang mengusik ketenteraman pihak pihak tertentu, namun itulah kebenaran materiil yang harus di cari dan dibuktikan di Pengadilan, dan itulah yang diperlukan oleh hakaim untuk bisa memberikan keputusan yang seadil adilnya.
Bahwa menghukum seseorang yang tidak salah, atau membebaskan seseorang dari kesalahan adalah perbuatan yang sangat di hindari, sehingga hanya kebenaran materiil yang bisa dijadikan dasar untuk keputusan yang seadil adilnya.
Hayati Proses Pengadilan dialam demokrasi, yang sangat jauh dari politik dan intervensi kekuasaan, beda dengan proses pengadilan dialam non demokratis, yang mengutamakan kekuasaan diatas hukum dan pengadilan.Â
Menyusun kehidupan yang dilandasi oleh hukum dan keadilan, memang memaksa dan menghendaki kedudukan kita sama dimata hukum, tidak peduli kita menjadi apa, tidak peduli setinggi apa kedudukan kita di sektor apa saja termasuk Agama, bahkan seorang Presiden pun juga memiliki kedudukan yang sama dengan warga negara yang lain.
Dihadapan hukum dan pengadilan kita harus rela melepaskan atribut yang kita miliki, menjelma menjadi warga negara biasa yang menghadapi bukti bukti kebenaran materiil yang harus kita terima sebagai kebenaran yang mengikat kita.
KH Ma.ruf Amin adalah seorang Ulama besar yang menjadi Rois AAm NU, yang tentu seperti Ulama Ulama NU yang lain, selalu mengedepankan kesejukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, oleh sebab itulah sambutan permintaan maaf oleh Ahok, disambut dBeliau engan ikhlas dan rela untuk kembali menjalin kehidupan yang bermartabat.
Saling memaafkan adalah tradisi yang sudah lama terjadi dan menjadi budaya warga NU, Sholawat Badar menjadi salah satu bentuk kebersamaan yang susah untuk dimengerti oleh masyarakat diluar NU.
Kini SBY harus melanjutkan terjunnya beliau di ranah politik, sebagai rangkaian kelanjutan dari kemauan beliau menarik isue Pengadilan keranah Politik, tentu Pak SBy sudah tidak lagi bisa menggunakan cara intervensi kepada KH Ma'ruf Amin, dan juga hindari upaya menjalin hubungan intervensip yang justru membahayakan posisi politik beliau.Â
Apapun yang akan kita terima adalah sumbangan terbaik bagi kedewasaan Berbangsa dan bernegara kita untuk menjadi Negara yang beradab bermartabat.
Â
Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !
Jakarta, 1 Pebruari 2017
Zen Muttaqin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H