Mohon tunggu...
Zen Muttaqin
Zen Muttaqin Mohon Tunggu... wiraswasta -

AKU BUKAN APA-APA DAN BUKAN SIAPA-SIAPA. HANYA INSAN YANG TERAMANAHKAN, YANG INGIN MENGHIDUPKAN MATINYA KEHIDUPAN MELALUI TULISAN-TULISAN SEDERHANA.HASIL DARI UNGKAPAN PERASAAN DAN HATI SERTA PIKIRAN. YANG KADANG TERLINTAS DAN MENGUSIK KESADARAN. SEMOGA BERMANFAAT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam yang Kukenal (Tulisan I)

13 Desember 2016   06:32 Diperbarui: 13 Desember 2016   07:18 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya lahir dan dilahirkan kedunia oleh orang tua saya dengan di bekali adzan di telinga, dan itulah suara pertama yang aku kenali sejak aku menghirup udara, terhisapnya udara mengisi paru paru dan menggerakkan seluruh organ tubuhku.

Saya adalah anak kelima dari 9 Bersaudara, kakak tertua saya dilahirkan pada tahun 1942, namun anak kedua di lahirkan 5 tahun kemudian, 1947 kakak kedua saya di lahirkan, kakak ke dua ini adalah perempuan yang kemudian di ikuti ke 2 adik perempuannya, dan saya adalah anak kelima dan laki laki. 

Saya lahir dan di besarkan dalam suasana kehidupan Muslim jawa, Bapak saya seorang hebat yang diwaktu mudanya sudah bercahaya menjadi pemimpin di kota saya, seiring dengan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Bapak menjadi salah satu tokoh di kota saya dilahirkan.

Ketika saya lahir Bapak saya sudah menjadi Pejabat Pemerintahan kota, oleh sebab itulah saya lahir di keluarga yang sudah cukup mapan sebagai pejabat pemerintah daerah di awal kemerdekaan tidaklah seperti sekarang ini, dimana system anggaran dan belanjanya sudah sangat baik dan terorganisir sesuai dengan kaidah keilmuan yang ada.

Walau Pejabat Pemerintah Daerah, Bapak adalah salah satu Ulama yang sangat di hormati di kota ku, menjadi pemimpin Ummat Islam di daerah itu, bahkan tidak pernah mengurangi kegiatannya sebagai Ulama, dengan membagi Ilmu agamanya kepada Ummatnya melalui Dakwah dan ceramah ceramah.

Bapak saya memang dikenal sangat pandai dan mumpuni dibidang Agama, bahkan pada  awal awal kemerdekaan Bung Karno selalu menyapa dan mengunjungi Bapak saya di kota kelahiranku itu.

Bung karno sangat menghargai Bapakku karena Bapak adalah tokoh yang sangat muda namun sudah memiliki wawasan luas tentang ilmu ilmu agama yang diperolehnya ketika belajar di Sekolah Ulama, Mambaul Ulum Solo, hanya dengan waktu singkat, seluruh pelajaran yang seharusnya 12 tahun hanya diselesaikan dalam 3 tahun

Pada saat saya lahir bapak saya baru berusia 32 tahun dengan 5 anak, tentu hal ini sangat langka dalam kehidupan kita, namun itulah kenyataan waktu itu, dimana tekanan Perjuangan kemerdekaan telah mendorong anak anak muda menjadi dewasa, segera menjadi pemimpin.

Menjadi seorang Pejabat Pemerintah, namun juga menjadi seorang Ulama, seorang Kyai yang sangat dibutuhkan nasehat dan tauziahnya, dari sanalah kemudian menjadi salah satu tokoh Muhammadiyah, hingga termasuk salah satu pembawa Modernisasi Muhammadiyah seperti yang sekarang ini ada .

Kesibukan yang luar biasa itu masih harus menangani anak anaknya yang lima orang itu, dan saat saat itulah mulai berkembang menjadi salah satu tokon Nasional Bung Karno sangat senang, karena ayah saya adalah singa podium yang pada waktu itu menjadi Trend seorang pemimpin, Bung Karno menjadi panutannya.

Orientasinya bukan eksklusif justru meluaskan pandangan dan pemikiran pemikiran nasionalis Islami, dengan pengetahuan dan ilmu agamanya memberikan keleluasaan dirinya untuk mengekspresikan Nasionalis yang Agamis, Pemerintahan yang Islami. 

Tidak pernah satu kebijaksanaan yang ditelorkannya menyimpang dari nilai nilai keIslamannya, namun tetap inklusive untuk diterapkan didalam kehidupan sosial kemasyarakatan, tidak ada benturan diantara Ummat Islam dan Ummat lainnya.

Saya adalah anak seorang Kyai masyhur yang menjadi panutan seluruh Jawa Tengah, bahkan dikalangan NU, bapak menjadi salah satu Kyai yang dijadikan referensi dalam merumuskan pandangan pandangan hukum Islam.

Walau menjadi Kyai Muhammadiyah, namun dikalangan NU pun Bapak juga dijadikan Ulama NU, penguasaannya terhadap ilmu ilmu agama diakui dikalangan NU maupun Muhammadiyah, Beliaulah salah satu Ulama yang berada didua Lembaga NU dan Muhammadiyah.

Saya banyak belajar dari Bapak saya sendiri, bapak saya mendorong saya untuk meluaskan pengetahuannya kedalam pengetahuan praktis yang berguna kepada ummatnya, maklum ketika kemerdekaan itu sudah ditangan, namun sama sekali tidak ada yang menguasai keahlian teknik.

Hampir semua Ilmu terapan tidak memiliki stok ahli diseluruh bidang ilmu pengetahuan, itulah kemudian Bapak saya memfokuskan kepada pengembangan sumberdaya manusia lewat pendidikan, dari sanalah sebenarnya karier Pendidikan Muhammadiyah dimulai.

Bapak memiliki pandangan Islam yang inklusif, Islam sebagai Agama untuk kemaslahatan Ummat dan alam semesta, sebagai pegangan hidup bagi seluruh manusia untuk menjalankan kehidupan yang baik sesuai dengan maksud diciptakan manusia sebagai khalifah di bumi.

Walikota yang Komunis waktu itu, tidak membuat adanya pertikaian dan perseteruan diantara mereka, Walau memegang jabatan tinggi di kota itu dan bersama sama secara langsung dengan walikota, tidak membuatnya gamang dan mengabaikan Islam dan nilai nilainya.

Justru Bapak sayalah yang mampu membawa kepentingan Ummat Islam di tengah-tengah gelombang peperangan antara ideologi-ideologi yang ingin masuk dan menguasai Indonesia, sementara Islam harus tetap survive ditengah tengah gelombang perubahan itu.

Mengambil jalan tengah, tetap inklusive namun mampu menyaring segala bentuk unsur dan anasir yang membelokan aqidah dan membelokkan kepentingan Umum dan Ummat Islam. adalah satu kerja yang maha sulit, tetap ada ditengah tengah Ummat Islam dan menjaga tetap ada didalam kepentingan Ummatnya, di tengah tengah pertempuran iddiology yang menggoncang kehidupan kita.

Kemerdekaan adalah anugerah, namun dibalik anugerah itu tersembunyi ancaman ancaman luar biasa yang bisa menembus dan melukai peradaban Islami yang sudah ada dan dikembanghkan para leluhur kita lama sebelum kemerdekaan.

Sebagai pejabat tinggi di kota madya di suasana pertikaian idiology adalah pertikaian politik yang maha dahsyat, sementara Walikotanya di pegang oleh Komunis, yang nota bene adalah inverse dari Islami. Komunis tidak percaya Tuhan, sementara Islami justru didasari oleh Tauhid.

Seolah Menyeberang jembatan sirotolmustakim, yang sangat rawan terpeleset dan terjerumus kedalam jurang kenistaan, bagi pribadi dan kepentingannya sesulit apapun masih bisa dilampaui dengan mudah.

Namun akan sangat sulit ketika dipundaknya juga terbawa amanat memperjuangkan dan menjaga kepentingan Ummat Islam agar tetap ada didalam kehidupan yang Islami, justru eksklusivisme Islam menjadi tidak strategis, justru membahayakan eksistensi seluruh kepentingan Ummat Islam.

Dari situlah sebenarnya argumentasi inklusiveisme Islam menjadi jalan yang aman dan menjaga tetap dalam kepentingan Ummat Islam didalam kehidupan Islami, Pergaulan dengan ideologi dan agama lain, adalah realitas yang tersaji dikehidupan NKRI.

Pancasila menjadi jalan keluar luar biasa untuk tetap menjaga Islam didalam area aman terkendali tetap ada didalam menjalankan kehidupan Islami mereka, kelembagaan inklusivisme Panca sila adalah solusi terhebat dalam menyelamatkan kehidupan Islami di NKRI.

Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, adalah Dinding batas dan benteng penyekat yang membatasi terhadap pengaruh idiology serta agama lain sehingga Kehidupan Islami tetap terjaga dan menata kehidupannya bersama sama dengan Idiology dan agama lain, bekerjasama, gotong royong untuk mencapai keutamaan kemanusiaan.

Kesamaan menjadi pola pikir setiap muslim dan setiap Kyai untuk menjaganya tetap dalam koridor Islami, sekaligus menjaga kehidupan ideologi dan agama lain tanpa ada intervensi diantara mereka.

Kesamaan didalam perbedaan menjadi satu satunya asas untuk memperoleh dan meraih kebahagiaan dan kesejahteraan Umum, kesejahteraan komplit bagi masyarakat Indonesia yang 85% adalah Ummat Islam.

Mengingkari keberadaan orang lain, adalah awal dari pengingkaran terhadap kehidupan yang inklusive, dan dari sanalah sebenarnya tumbuh gejolak permusuhan, memelihara perbedaan menjadi alat pembeda, memerangi saudara saudara yang memiliki kepercayaan dan idiology lain.

Memelihara perbedaan menjadi alat pembeda, akan sangat bertentangan dengan memelihara kesamaan dalam perbedaan, untuk mencari kesamaan sebagai alat pengikat diantara warga masyarakat, justru akan memperkaya khasanah pergaulan diantara masyarakat.

Maka akan tercapailah cita cita hidup dalam Negara yang penuh ampunan dan penuh rakhmat, hidup tenteram sejahtera yang mensejahterakan, 

Hanya kesamaan yang mampu menjadi perekat, maka carilah kesamaan itu diantara kita, jangan pernah lelah dan menyerah.

Merdeka ! Merdeka ! Merdeka ! 

Jakarta, 13 Desember 2016

Zen Muttaqin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun