Dengan kewibawaan KONI, sangatlah mudah untuk mengintervensi PB PON yang pendanaannya dikucurkan melalui rekomendasi KONI. Tanpa melalui prosedur yang benar, akhirnya terjadi kericuhan dicabang sepakbola, sehingga ditariknya dukungan PSSI dari seluruh kegiatan pertandingan sepakbola.
Dan dengan serta merta di gantikan oleh pelaksana pertandingan yang di dukung oleh KPSI. Hal ini akan menjadi preseden perselingkuhan dan konspirasi yang nyata ada dan merusak tatanan olahraga terutama sepakbola. Tentu saja tidak akan berhenti dan terus akan bergulir menjadi masalaah besar yang menuntut penyelesaiannya serta pertanggung jawaban.
KONI dibawah pimpinan Tono S, jelas telah menghasilkan kegiatan sepakbola diluar pengawasan dan naungan PSSI yang sah dibawah FIFA/AFC. Dengan campur tangan dan intervensi politik /kekuasaan KONI mempengaruhi dan mengatur pertandingan sepakbola, melalui KPSI dibawah kendali Toni A dan LNM.
KONI dibawah Tono S sudah tak bisa mengelak lagi dengan data dan fakta yang terjadi di lapangan, konspirasi antara KONI dan KPSI memang benar benar terjadi dan bersifat konspiratif yang masif. Perselingkuhan yang tidak syah telah menabrak aturan dan protokol sistem dan prosedur Organisasi manajemen KONI, dimana KPSI bukanlah anggota KONI, Anggota KONI satu satunya di bidang sepakbola adalah PSSI.
Tono S jelas telah melakukan pelanggaran yang serius terhadap tata kerja dan tata laksana KONI dengan menabrak UU dan AD/ART nya sendiri. Oleh karena itu sudah sepantasnya Ketua KONI dan pengurusnya perlu dievaluasi dan direvitalisasi sekaligus direstrukturisasi kepengurusannya, mengembalikan KONI kepada posisi yang sesuai dengan UU.
Kepengurusan KONI di bawah Tono S, sudah jelas terlihat kelemahan dan iktikad yang tidak baik dalam mengelola dan mengkoordinir kegiatan Olahraga di tanah air.
Dengan intervensi KONI pusat atas keputusan Dewan PB PON, benar benar merupakan kerja yang amburadul, telah memberikan suasana yang tak ada kepastian.
Tono S dan Toni A, KONI dan KPSI, dua sejoli yang terikat ikatan konspiratif menyeret intervensi politik kedalam ranah olahraga khususnya PSSI dicabang olahraga sepakbola. Terlihat konspirasinya hanya sebatas perorangan dan bukan lembaga. Keputusan2 nya tidak didasarkan atas keputusan dan kebijakan lembaga, tetapi diputuskan berdasar atas kebijakan pribadi dan kepentingan kelompok dan golongan yang berkonspirasi.
Telanjangnya konspirasi yang terpampang di ranah publik dengan segala macam kebasurdannya, akan menjadi pertimbangan bagi FIFA/AFC dalam memutuskan kebijakan kepada Indonesia dalam waktu dekat ini. Apakah akan memberi sanksi kepada Indonesia ataukah kepada sekelompok kecil konspirator yang membawa dan menyeret intervensi politik kepada PSSI, dengan menggunakan dan menyalah gunakan lembaga politik yang ada.
Semoga semakin jelas sasarannya, dengan kejernihan peristiwa yang terpampang di ranah publik, semua terbuka dan telanjang dimata masyarakat sepakbola pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Semoga sudah tak ada lagi celah jalan untuk lari dan mengelak dari pertanggung jawaban atas kejadian kejadian yang telah memporak porandakan pesta olahraga Nasional PON, yang merupakan perhelatan rakyat Indonesia dalam mengejawantahkan persatuan dan kesatuan sebagai satu bangsa dan satu negara, dalam kebersamaan dan persuadaraan.