Mohon tunggu...
Zen Muttaqin
Zen Muttaqin Mohon Tunggu... wiraswasta -

AKU BUKAN APA-APA DAN BUKAN SIAPA-SIAPA. HANYA INSAN YANG TERAMANAHKAN, YANG INGIN MENGHIDUPKAN MATINYA KEHIDUPAN MELALUI TULISAN-TULISAN SEDERHANA.HASIL DARI UNGKAPAN PERASAAN DAN HATI SERTA PIKIRAN. YANG KADANG TERLINTAS DAN MENGUSIK KESADARAN. SEMOGA BERMANFAAT.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Koalisi Bagi-Bagi Kekuasaan Termasuk Money Politics

21 April 2014   04:01 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:25 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Koalisi bagi bagi kekuasaan identik dengan Politik Uang

Menarik ketika di beritakan SBY menengarai masih adanya politik uang atau money politics pada pemilu Legislatif yang lalu, tentu perlu disimak dan disikapi dengan cerdas, sesungguhnya Politik uang yang melanda Indonesia itu.

SBY barangkali hanya sekedar merangkaikan peristiwa yang terjadi, pada saat sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, pada Kamis (17/4) Presiden SBY mengaku masih menerima pengaduan masyarakat soal dugaan politik uang (money politics) dalam pemilu legislatif (pileg) tanggal 9 April 2014lalu. Presiden SBY berharap tidak muncul masalah itu pada pemilu presiden (pilpres) bulan Juli 2014 mendatang.

Tahun 2014 pileg 9 April telah terlaksana dengan damai tanpa ada sedikitpun masalah di lapangan dan seluruh TPS2 tak mengalami kendala dan gangguan keamanan sedikitpun, bahkan tak terlihat sedikitpun pengawalan pihak2 keamanan, hanya mengandalkan dan ditangani oleh masyarakat setempat alias masyarakat sipil.

Aman terkendali yang sering digunakan oleh Pemerintah dan pihak2 keamanan sejak zaman dahulu, telah sirna tanpa ada upaya pressure dan pemaksaan kepada masyarakat. Pertikaian diantara kantong2 kepentingan ternyata nihil adanya, bahkan terlihat kerjasama yang baik penuh kedewasaan diantara masyarakat.

Kerusakan dan kegalauan ditingkat elite serta pejabat Pemerintah, yang telah melemahkan kekuatan kepentingan, telah ikut serta memberikan jalan terbukanya kebersamaan diantara masyarakat Indonesia, membuka kedewasaan toleransi dalam menggunakan hak pilihnya.

Politik uang dalam percaturan politik tercermin tidak hanya pada waktu Pemilu saja, namun sudah merambah di segala sektor dan disegala bidang, sudah tak terbilang lagi kejadian dan peristiwa yang menegaskan politik uang telah merasuk disetiap proses penyelenggaraan negara.

Sangat mudah kita temukan, maraknya korupsi dan mega korupsi yang melibatkan elite politik diseluruh lembaga penyelenggara negara, baik eksekutive yudikatif maupun legislatif, lintas bidang , lintas sektoral serta lintas partai.

Indikasi politik uang di pemilu yang dilansir oleh SBY, sungguh merupakan perilaku yang sudah berjalan sejak lama, bahkan hasil pemilu yang lalu pun tidak terhindar dari politik uang, dan dinyatakan terjadi pada pemilu, hanyalah pengecilan permasalahan politik uang saja, yang sejatinya justru telah berjalan sejak satu dekade yang lalu.

Koalisi yang diharapkan menjadi menjadi solusi, kini justru menjadi momok bagi Rakyat Indonesia, karena terlihat praktek praktek tak patut yang ditengerai mewarnai pola koalisi, politik dagang sapi, politik balas budi, politik bagi bagi kekuasaan dan bagi2 kue pembangunan, adalah bentuk politik uang yang sangat parah, Justru koalisilah biang kerok yang menghasilkan pemerintahan dan penyelenggara Negara yang Korup di seluruh bidang.

Politik Uang dengan bentuk Koalisi partai2, yang akhirnya menghasilkan kondisi dan situasi kerjasama korupsi berjamaah, membagi opportunity kepada semua anggota koalisi terhadap kue pembangunan dan keuangan Negara, merupakan puncak mega korupsi yang selama sejarah korupsi di Indonesia.

Bukan hanya Koalisi gabungan saja, bahkan posisi opposisi kekuasaanpun akhirnya tidak efektip dan cenderung menjadi kabur garis batas demarkasinya. PDIP dan Gerindra serta partai2 lain dibelakangnya yang berdiri dan berperan sebagai Opposisi telah gagal diperankan oleh para petinggi partai, demi melanggengkan kepentingan pribadi dan golongannya.

Harapan Rakyat terhadap Jokowi jelas merupakan titik balik dari kondisi yang kini telah merusak seluruh tatanan yang seharusnya berjalan, Pemegang kekuasaan serta opposisi yang berimbang dalam menjalankan roda penyelenggaraan kekuasaan negara yang terselengara terjamin check and balance.

Kunci dari semuanya adalah penyimpangan fatal terhadap arti dan maksud Koalisi dan Opposisi, pengertian kerjasama yang kemudian menjadi konspirasi kejahatan, politik dagang sapi yang mempertukarkan jabatan dengan penguasaan anggaran, politik balas budi yang diartikan pembiaran penyelewengan dan pelanggaran hukum dan aturan yang berlaku. oleh karena itu memang menjadi masalah yang tidak mudah dilampaui oleh Bangsa Indonesia.

Melanggengkan koalisi berjamaah terlihat nyata, dengan berhasilnya menyusun UU PilPres yang terkait dengan PilLeg, yang jelas memberi ruang terjadinya negosiasi dan kerjasama didalam koalisi bagi bagi kekuasaan dan rejeki.

Padahal kenyataannya bahwa Pileg dan Pilpres merupakan peristiwa dengan maksud dan tujuan yang berbeda, namun dengan segala daya upaya terus dipertahankan dengan mengkaitkannya Pileg dan Pilpres.

UU Pilpress mengenai presidensial treshold adalah upaya yang bukan realitas dalam kehidupan demokrasi yang sedang dibangun, yang terus di dengungkan dan di uapayakan untuk dilanggengkan, sementara secara Konstitusi jelas sudah tidak lagi memiliki legitimasi ketika dinyatakan hapus pada tahun 2019 nanti.

SBY mesti menyadari bahwa pola koalisi yang dibangunnya selam ini, telah melahirkan kejadian korupsi dan mega korupsi berjamaah, pola koalisi yang semacam itulah merupakan wahana terjadinya money politics, bagi bagi kekuasaan dan kesempatan, bagi bagi rejeki dan opportunity.

Akankah kita terus membiarkan konspirasi dengan pola koalisi yang didadsari oleh politik uang dan balas budi, yang akan melahirkan konspirasi korupsi berjamaah diantara kekuatan politik yang menguasai penyelenggaraan negara.

Kini Bangsa Indonesia menghadapi situasi untuk memilih untuk terus melanjutkan perubahannya atau akan membiarkan adanya penyelewengan terhadap penyelenggara negara yang tidak realitas dalam kehidupan bangsa indonesia serta sudah kehilangan legitimasi konstitusinya.

Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !

Jakarta 20 April 2014

Zen Muttaqin

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun