Satu lagi peristiwa politik yang aneh dan lucu, bagaimana tidak lucu kalau Partai yang begitu serius disambut dengan lelucon yang sebenarnya tidak lucu, mengandung maksud dan hidden agenda.
Itu yang terjadi di PPP, ketika dilaksanakan Rapimnas untuk menentukan arah koalisi PPP pada pilpres mendatang, justru bukan pesan yang memberikan semangat untuk kebersamaan, namun malahan mengisyaratkan pertentangan yang susah untuk diputuskan.
Ketika berkuasa dan merasa dekat dengan kekuasaan, selalu digunakan senjata Voting, yang ujung2nya pasti dimenangkannya. Namun setelah dalam keadaan mepet saat sudah hilang cantelan kekuasaannya, kemudian memaksakan keinginan untuk dilakukan keputusan yang menghindari voting.
Voting kata kata sakti untuk mengancam lawan politiknya yang lemah waktu itu, kini justru dihindari karena sekarang ini sadar dirinya lemah. karena apabila voting dilakukan pasti mengalami kekalahan dan tak memiliki kesempatan memperoleh opportunity.
SDA memang memiliki sifat yang tidak fair, dan selalu mencari celah untuk mengamankan diri dan mengamankan kepentingannya sendiri pribadi, yang kini tak lagi memperoleh cantelan kekuasaan masa lalu yang sudah berakhir.
Tahu bahwa Dirinya terancam, dengan situasi perubahan konstelasi kekuasaan, maka dengan segera menempatkan diri dengan melakukan manuver memancing pihak pihak lain, untuk segera melakukan negosiasi dan menawarkan konsesi demi mengamankan kepentingannya, dan mengamankan dirinya dari masalah masalah yang lalu.
Apa pasalnya merubah keputusan Voting dengan musyawarah mufakat, apalagi melempar lelucon yang tak lucu, menginginkan suara bulat yang tidak kotak kotak, sungguh pemimpin yang tak bisa dijadikan contoh dan tauladan, yang dengan semena mena mempermainkan kata untuk mendiskripsikan potensi khianat yang dilakukannya.
Perlu diketahui bahwa PPP kini sudah kehilangan momen untuk memperkuat salah satu kubu dari kubu koalisi yang berkembang, kecuali ada harapan kembali kepada kekuatan lama Partai Demokrat yang sudah terbukti tidak lagi memiliki elektabilitas dimata masyarakat pemilih.
Bergabung dengan koalisi manapun, posisi PPP sudah tak memiliki lagi harga tawar, karena momennya sudah lewat. Koalisi PDIP sudah terisi oleh PKB, yang segera mengumumkan koalisinya dengan mekanisme yang bulat, bahkan bersama sama dengan Kyai NU.
PKB justru kini menjadi partner koalisi PDIP yang membawa gerbong Nahdliyin dan kelompok Gusdurian diluar Nahdliyin, yang lebih luas mencakup masyarakat agama lain , karena PKB adalah Partai terbuka yang membawa misi Rakhmatan Lil Aalamiin.
Kearifan Muhaimin sebagai Ketua umum PKB, untuk segera merapat kepada Para Kyai adalah tepat dalam rangka mengembalikan PKB ke khittohnya, justru Muhaimin melakukan langkah mengejutkan, yang telah mampu meninggalkan kompatriotnya Partai Demokrat, sekaligus membawa PKB kepada PDIP.
PPP sudah ketinggalan kereta, karena tidak ada pilihan selain memperbaiki posisi yang salah diwaktu yang lalu, PPP dianggap ikut serta dalam pesta bagi bagi kekuasaan dan bagi bagi rejeki dengan kelompok Setgab Koalisi Partai Demokrat. Yang semua orang tahu merebak kasus kasus korupsi dan mega korupsi yang terjadi.
SDA termasuk yang disebut sebagai salah satu yang terlibat dalam masalah hukum yang hingga kini masih berjalan.
Apakah PPP akan tetap keukeuh membawa gerbong kesalahan, dan menjadikannya sebagai bargaining untuk koalisi, hal ini merupakan langkah naif yang jelas mesti mendorong PPP kembali kepada koalisi yang mau menerimanya, dan itu hanya akan diperoleh dengan kembali kepada kompatriotnya masa lalu,
PPP menjadi ambigu, apakah mau survive atau akan berjuang mempertahankan keberadaannya bersama sama dengan rezim statusquo, paling banter akan menjadi oposan, sekaligus semua masalah tetap akan terus di permasalahkan dimasa datang.
Sementara kesempatan masih ada, PPP bergabung dengan gerbong perubahan yang ditawarkan oleh PDIP,NASDEM dan PKB berjuang bersama, bertarung memperebutkan kekuasaan penyelenggaraan negara 5 tahun kedepan, menyelamatkan posisi PPP dimata masyarakat.
Namun jelas masalah yang menimpa kader2 PPP, akan tetap berhadapan dengan mekanismu hukum yang berlaku, pemberantasan Korupsi merupakan agenda pokok Pemerintahan masa datang.
Seperti yang selama ini terjadi, bahwa pengambilan keputusan tidak harus dilakukan dengan musyawarah mufakat, pengambilan keputusan dengan Voting juga merupakan keputusan bulat, bukan keputusan yang kotak kotak atau lonjong.
Pemahaman yang dipaksakan untuk berusaha mempertahankan posisinya dalam rangka menyelamatkan kepentingannya dimasa datang.
Tidak ada yang bisa dilakukan apabila keputusan diharuskan musyawarah mufakat, apabila ditemukan masalah yang tidak memperoleh titik temu, sampai kapanpun juga keputusan tidak akan diperoleh.
Akhirnya toh akan dilakukan Voting dengan pemahaman penuh pasrah dan tawakal.
.
Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !
.
Jakarta 11 Mei 2014
.
Zen Muttaqin
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H