19 October 2015
Zely Ariane
Ilustrasi gambar oleh Yayak Yatmaka
“orah usah rakyat bela negara | kalo adanya pejabat kaya | orah sudi peduli negri | kalo diisi bandit petinggi | orah urus sing penting ngurusi usus | usus kemurus urusan dadi kasus | rakyat sas sus negara bakal angus |”
(Lami, buruh yang di PHK sepihak PT. Myungsung, KBN Cakung)
BEGINI alasannya. “Negara perlu suatu program yang dapat meningkatkan disiplin dan etos kerja masyarakat, khususnya anak-anak muda”, demikian menurut Presiden. “Kondisi kebangsaan negara yang semakin menurun, konflik antar pemuda hingga penyalahgunaan narkoba”, demikian kata Dirjen Potensi Pertahanan Kemenhan.
Maka disodorkan program bernama Bela Negara. Sebanyak 4500 kader Bela Negara akan disiapkan menjadi pembina untuk mencetak 100 juta warga yang siap bela negara dalam 10 tahun ke depan. Hari ini, 19 Oktober, pembentukan kader tersebut akan dibuka serentak di 45 kabupaten kota, di sekitar 11 Komando Daerah Militer (KODAM).
Jadi pingin heran: mau dikemanakan nanti kader-kader the so called pembela negara seperti Pemuda Pancasila, Pemuda Panca Marga, FKPPI, Laskar Merah Putih, Front Anti Komunis dan macam-macam lainnya yang berbeda baju dan nama di berbagai daerah lainnya?
Program Bela Negara boleh ditanggapi setengah guyon dan setengah serius. Yang pasti belum apa-apa ia sudah menang di babak pertama. Lebih banyak tanggapan terjebak menyetujui ide itu, walau dengan tambahan “tetapi” atau “asalkan”. Tiba-tiba Bela Negara jadi program baru, yang entah bagaimana, jadi mendesak; jadi dipenting-pentingkan.