Mohon tunggu...
Zely Ariane
Zely Ariane Mohon Tunggu... -

Menulis hal-hal yang (tidak) disuka (banyak) orang.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Negara Parasit dan Kita yang Terjepit

20 Maret 2016   20:23 Diperbarui: 20 Maret 2016   20:35 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kapitalisme adalah totalitas hidup seluruh relasi sosial, dimana relasi kelas adalah demarkasi yang membuat keterbatasan dan mempengaruhi semua bentuk hubungan lainnya. Di sana kita temukan relasi kuasa terkait gender, orientasi seksual, ras, kebangsaan, dan agama, dan semua diarahkan untuk melayani akumulasi kapital dan reproduksinya, yang seringkali pula dalam cara yang beragam, tak terduga dan kontradiktif. (Arruza: 2013)

Ibu Sukinah, Siti Zaenab, Karni, dan Retno adalah orang-orang kesekian yang dengan berani membuka wajah asli sistem ini, memperlihatkan parasit-parasit yang hidup di tubuhnya. Perempuan-perempuan ini, di tengah barisan laki-laki, maju mengambil tindakan, memperlihatkan bobroknya sistem hukum dan birokrasi, serta pada kepentingan apa keduanya berpijak.

Kita membutuhkan semakin banyak Sukinah dan Retno, yang berani tegak muka pada kuasa. Kita perlu menyelamatkan 228 jiwa BMI agar tak bernasib sama dengan Siti Zaenab dan Karni, sehingga kita mesti menolak eksekusi mati pada setidaknya 133 orang terpidana mati di negeri ini.

Kita tidak lupa sudah lama kecewa pada kekuasaan, sudah berkali-kali dikecewakan oleh para penguasa. Tetapi hidup kita masih ditentukan oleh mereka di dalam aliran darah yang penuh penyakit itu. Kita belum berhenti mencari obatnya, karena tak satupun kita bisa hidup dengan tubuh yang lain: kita tak punya kemewahan untuk merencanakan pindah ke planet baru.

Sehingga Negara bukannya tidak ada, ia ada dan baik-baik saja, apalagi dilindungi hukum, tentara bersenjata, dan penjara. Ia tak bisa dianggap tiada, karena setiap hari memproduksi parasit, kontradiksi, peluang, konflik, dan berbagai kejutan lainnya dari totalitas relasi sosial yang mengaliri darahnya. Kadang kejutan-kejutan itu membuat lelah dan jengah, tetapi juga tak sedikit harapan dan kesempatan. Dalam situasi itulah mayoritas orang memilih Jokowi di pemilu lalu. Dan kini berbagai kenyataan telah menunjukkan bahwa Jokowi tak bisa jadi obat untuk seluruh parasit itu.

Tak seharusnya kita jadikan Jokowi obat, karena ia hanyalah cermin dari carut marutnya Negara kapitalis bernama Indonesia ini. Sejak awal Jokowi adalah simbol, mengutip istilah seorang teman, “kekacauan yang bebas”. Dan pilihan itu lebih baik ketimbang “penindasan (otoriter) yang teratur”. Kita tidak ingin keduanya, tetapi untuk punya pilihan ketiga butuh perimbangan kekuatan yang lebih besar.

Ketika kita belum sanggup jadi ancaman negara pembela kapital dengan penyatuan kekuatan perjuangan, atau ketika antibodi belum bisa menghentikan parasit, maka negara parasit akan baik-baik saja memanajemeni semua konflik dan kontradiksi di tubuhnya untuk kepentingan kelas berkuasa. Artinya, tak perlu malu mengakui bahwa kita baru sanggup melawan untuk bertahan, belum untuk menyerang. Kita sedang berperang posisi, belum berperang manuver.

Sehingga, seperti selalu, jari telunjuk lebih banyak diarahkan pada kekuatan kita sendiri: sejauh mana kita sudah berupaya mengonsolidasikan berbagai capaian yang ada, menguji agenda bersama, alih-alih menjadi ancaman serius bagi negara kapitalis bernama Indonesia? Bagaimana agar warna warni ekspresi darurat hak-hak rakyat ini menjadi barisan kekuatan yang sanggup memaksa rezim neoliberal terdesak dan mundur?***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun