Ayah kemudian mengusap surai hitamku dengan lembut.
"Anisa harus hati-hati. Jembatan itu bukan tempat yang 100 persen aman, lho. Kamu suruh Ica hati-hati juga," Kata ayah pelan.
Aku segera memeluk ayah karena senang dengan izin yang ia berikan. Aku kemudian berpamitan dengan ayah sebelum akhirnya keluar dari mobil dan memasuki gerbang sekolah. Kedatanganku di depan kelas langsung disambut dengan seruan ulang tahun dari Ica dan teman-temanku yang lain.
      "Selamat ulang tahun, Ica!!!" Seru mereka semua sambil diiringi dengan tepuk tangan meriah. Wajahku seketika berubah warna menjadi merah karena malu sekaligus senang dengan perhatian yang diberikan teman-temanku.
      "Selamat ulang tahun yang ke-15 ya, Nis! Eh, tapi hari ini jadi ikut ke jembatan habis pulang sekolah, kan?" Tanya Ica sambil merangkulku kemudian.
      "Jadi, dong!" Jawabku semangat.
      "Sip! Nanti ada teman-teman lain yang mau ikut juga, nih. Nggak apa-apa, kan?"
      "Santai, aku sudah izin sama ayah, kok" Jawabku percaya diri.
Kami kemudian mengikuti berbagai macam pelajaran sambil menunggu jam pulang sekolah segera tiba. Sedari tadi, aku sudah tersenyum-senyum sendiri, sampai-sampai beberapa guru menegurku karena aku terlihat seperti orang gila. Bagaimana aku tidak bahagia sampai-sampai harus menahan senyumku?Â
Pagi ini aku bangun disambut oleh  kedua orang yang kucintai. Aku menerika pemberian kue dan perayaan kecil-kecilan dari mereka. Belum lagi akhirnya ayah mengizinkanku bermain di luar rumah setelah sekian lama ia melarangku.
Namun, bayang-bayang bahagiaku seketika bercampur dengan perasaan tidak enak. Perasaan yang sama ketika aku harus terbangun karena mimpi buruk tadi pagi. Aku takut perasaan ini akan mengganggu suasana saat kami melihat festival kapal dari atas jembatan nanti, maka dari itu aku berusaha menghiraukannya.