Pengabdi Setan merupakan salah satu film horor Indonesia yang sedang banyak diperbincangkan oleh khalayak. Pengabdi Setan 2: Communion (2022), merupakan sekuel dari film Pengabdi Setan 1 (2017) yang juga disutradai oleh Joko Anwar. Tapi, kalian tahu nggak sih? Ternyata Pengabdi Setan 1 (2017), merupakan sebuah reboot dari film Pengabdi Setan (1980).
Nah, sekarang kita akan mengulik apa sih perbedaan antara  Pengabdi Setan (1980) dan Pengabdi Setan 2: Communion (2022).
Pertama-tama kita akan menilik terkait genre yang terdapat dalam dua film ini. Tentunya, kedua film ini memiliki genre yang sama yaitu horor. Genre sendiri dapat kita pahami sebagai kesepakatan dalam film yang dilambangkan dengan konten khusus yang didasarkan pada tema atau latar belakang (Astuti, 2022).
Jika kita menilik dari judulnya, kedua film ini mengangkat tema satanisme. Meskipun begitu, dalam film Pengabdi Setan (1980) kurang digambarkan terkait pemujaan kepada setan tidak seperti yang digambarkan dalam judulnya.
Hal tersebut sangat berbeda jika dibandingkan dengan Pengabdi Setan 2: Communion (2022). Dalam film ini, sebuah sekte yang memuja kepada setan lebih kentara. Sehingga judul dalam Pengabdi Setan 2: Communion (2022), lebih merepresentasikan tema serta alur cerita jika dibandingkan dengan Pengabdi Setan (1980).
Selanjutnya, kita akan membahas terkait sub-genre yang terdapat dalam kedua film ini. Sub-genre ini muncul sebagai akibat dari perkembangan tiga genre utama dalam film. Sub-genre yang terdapat dalam kedua film ini pun sama yaitu, noir.
Sub-genre dalam kedua film ini dapat kita lihat pada latar film yang lebih banyak mengambil dalam waktu malam hari dibandingkan siang hari. Selain itu, karakter utama dalam film ini juga dapat membantu kita dalam mengklasifikasikan film ke dalam sub-genre ini.
Dapat kita lihat, kedua film memiliki pemeran utama yang memiliki karakter keras kepala. Selain itu, dalam kedua film juga terlihat beberapa adegan pembunuhan meskipun pembunuhan tersebut terjadi akibat ulah makhluk halus.
Aspek terakhir yang akan kita ulas terkait kedua film ini merupakan paradigma yang terdapat dalam film. Paradigma merupakan cara pikir atau cara pandang yang nantinya akan digunakan untuk menganalisis pesan yang disampaikan dalam film, merumuskan fokus dalam analisis film, serta aturan yang harus diikuti dalam menginterpretasi sebuah film (Astuti, 2022).
Kedua film ini menggunakan paradigma fungsionalisme yang dikembangkan oleh Robert Merton dan Talcott Pearson. Paradigma fungsionalisme dapat kita pahami sebagai sebuah penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat.
Dalam film Pengabdi Setan (1980), terdapat berbagai penyimpangan sosial yang terdapat dalam film tersebut. Hal tersebut dapat kita lihat pada perilaku milik keluarga Rita yang dianggap tidak sesuai dengan norma agama.
Rita, sebagai remaja saat itu kerap melakukan kenakalan-kenakalan remaja yang tidak seharusnya ia lakukan karena menentang ajaran agamanya. Kenakalan tersebut berupa Rini yang merokok, pacaran, berpesta hingga larut malam, dsb.
Selain tingkah laku  Rita, penyimpangan dalam film ini juga digambarkan melalui keluarga Munarto yang dianggap kurang beriman. Hal ini sangat menyimpang jika dikaitkan dengan norma agama yang seharusnya.
Akibat dari penyimpangan tersebut adalah diganggunya keluarga Munarto oleh Darminah yang ternyata adalah seorang setan. Motif milik Darminah yang diungkapkan dalam film adalah karena keluarga Munarto hanya menggunakan agama sebagai sebuah kedok.
Berbeda dengan Pengabdi Setan 2: Communion (2022), dalam film ini penyimpangan justru lebih terlihat melalui pemuka agama dibandingkan dengan lakon utama. Ustadz yang dianggap memiliki iman yang kuat dalam film ini justru malah gagal dalam melakukan pengusiran setan.
Penyimpangan juga terlihat karena sang ustadz malah menggoda lakon yang dalam film dianggap memiliki paras yang menggoda. Hal tersebut tentu saja tidak sesuai jika dibandingkan dengan nilai sosial yang berkembang dalam masyarakat.
Berikut merupakan ulasan terkait Pengabdi Setan (1980) dan Pengabdi Setan 2: Communion (2022). Bagaimana movie lovers, apakah kalian tertarik untuk menonton dua film tersebut?
Referensi:
Astuti, R.A. V. (2022). Filmologi Kajian Film (1st ed.). UNY Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H