Mohon tunggu...
Nurul Fauziah
Nurul Fauziah Mohon Tunggu... Freelancer - Momblogger Medan

a Wife | Blogger | Freelance Writer | Book Lover | Book Reviewer | member of FLP Sumut | FB : Nurul Fauziah | G+ : Nurul Fauziah |in : Nurul Fauziah | Twitter : @nufazee | IG : @nufaz3e |Blog: www.nufazee.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bonus Demografi: Berkah dan Tantangan bagi si Usia Produktif

29 Agustus 2016   21:51 Diperbarui: 30 Agustus 2016   12:11 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekilas Tentang BKKBN

Ngobrolin program KB yang udah ada sejak tahun 70-an, pada kepo gak sih awal mula ada BKKBN dengan program-program heitsnya? Saya pun kepo. Berdasarkan penjelasan Pak Abidin, pada zaman Presiden Soekarno memimpin, beliau mengeluarkan kebijakan pro-natalis artinya yang mendukung meningkatnya angka kelahiran, “Untuk menjadi Negara yang besar dan kuat, Indonesia butuh 250 juta penduduk” dengan berapi-api Presiden Soekarno menyampaikan pidatonya, dan memang penduduk Indonesia waktu itu baru sekitar 40 jutaan. Itulah sebab orangtua zaman dulu punya anak banyak-banyak.

Nah namanya juga kebijakan manusia pasti gak sempurna toh? Tingginya angka kelahiran ternyata tidak dibarengi dengan perencanaan yang lain seperti memastikan kelahiran anak Indonesia agar jauh dari sebab-sebab kematian mendadak, atau layak mendapatkan akses pendidikan yang mudah. Kemudian ketika berakhirnya kepemimpinan Presiden Soekarno dan setelah dipikir segala urusan tentang ideologi dan pemerintahan selesai pada masa itu, maka pada era Presiden Soeharto saatnya memikirkan bagaimana agar penduduk Indonesia sejahtera. Bersama Bapak Wijoyo Nitisastro yang menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan dan Presiden Soeharto membicarakan hal tersebut, maka muncullah prediksi Pak Wijoyo, bahwa tahun 1970 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 109 juta, tahun 2000 menjadi 285 juta, kemudian tahun 2010 mencapai 335 juta.

Bisa dibayangkan betapa sesaknya Indonesia dengan ledakan penduduk yang terus bertambah? Sementara bumi atau paling tidak wilayah Indonesia tempat kita berpijak ini toh gak ikut meluas seiring pertambahan penghuninya, istilah geografinya ledakan penduduk akan sangat mempengaruhi carry capacityatau daya dukung lingkungan yakni kemampuan suatu lingkungan dalam menunjang kehidupan makhluk hidup secara optimal dan jangka panjang. Detilnya, apakah nantinya lingkungan tempat kita tinggal akses air nya oke, pasokan listrik memadai, pusat pasar cukup menyetok kebutuhan hidup penduduk, pendapatan masyarakat tinggi, kalau semuanya komplit, maka penduduk Indonesia bisa dipastikan sejahtera. Namun, kenyataan yang dikhawatirkan adalah sebaliknya, bila begitu Indonesia jauh dari sejahtera.

Etapi ada satu komponen yang tertinggal selain daya dukung, ledakan penduduk juga mempengaruhi daya tampung, seperti yang sebelumnya sudah saya singgung di atas, tentu penduduk yang bertambah tidak dibarengi dengan bumi juga ikut meluas, bumi mah segitu-gitu aja, malah semakin tua dan renta serta sesak.

Oleh sebab itu, oleh Presiden Soeharto didirikanlah BKKBN-Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional pada tahun 1970.

Bagaimana dengan Sumatera Utara, Sudahkah Masuk Era Bonus Demografi?

Berhubung saya tinggal di Sumatera Utara, saya penasaran dong apakah provinsi tempat saya lahir dan tinggal ini sudah dapat bonus? Bagaimana cara valid mengetahuinya?

Pada sesi ini saya cukup terkejut dengan fakta yang dipaparkan Pak Abidin, ternyata Sumut belum masuk era bonus demografi. Kok bisa? Iya, tengok aja itu rasio angka ketergantungan usia non produktif terhadap usia produktif begitu gendut, bahkan proyeksi rasio ketergantungan di tahun 2015 aja masih 56,3, sementara syarat untuk dapat bonus, angka ketergantungan harus rendah. Data tersebut dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2013. Betapa beratnya beban si usia produktif menanggung ketergantungan dari si usia non produktif.

Apa pasalnya? Ya balik lagi ke syarat suatu daerah agar dapat bonus, angka kelahiran rendah serta pembangunan oke. Lalu? Bagaimana wajah Sumatera Utara hari ini?

Memang lebih valid menuliskan fakta pakai data, tapi pengalaman tetap guru yang terbaik. Suatu hari saya pernah pulang dengan mengorder go jek dan saat itu busy hour jam orang pulang kantor, terakhir kali menikmati macet sore hari itu sekitar dua tahun lalu, dan sekarang macetnya tetap sama bahkan makin parah, saya mengalami sendiri di daerah simpang Zipur atau simpang KFC, ulalalala, saya dan bang go jek sampai kepepet pepet dengan truk gede-gede itu, saya gak henti berzikir, sempat silap bisa terhisap awak ke ban truk yang segede mobil sedan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun