Bertrand Russell, seorang filsuf terkenal abad ke-20, dalam esainya berjudul "In Praise of Idleness"Â (1935), memberikan pandangan kritis terhadap budaya kerja keras yang dianggap sebagai keutamaan dalam masyarakat modern.Â
Russell berpendapat bahwa keyakinan pada nilai kerja keras bukan hanya membatasi kebahagiaan individu, tetapi juga memperkuat ketidakadilan sosial.Â
Menurutnya, jalan menuju kebahagiaan dan kemakmuran dapat ditemukan melalui pengurangan jam kerja secara terorganisir, memberikan lebih banyak waktu luang kepada semua orang untuk menikmati hidup dan mengembangkan potensi diri.
Russell memulai dengan mengkritik penyembahan terhadap efisiensi dan produktivitas di era modern. Ia mengamati bahwa kebanyakan orang menganggap bahwa segala sesuatu yang dilakukan harus memiliki tujuan pragmatis, bukan demi kesenangan itu sendiri. Ini menjadikan produktivitas sebagai bintang penuntun kita.Â
Orang jarang meluangkan waktu untuk melakukan sesuatu hanya karena mereka menikmatinya. Sebagai akibat dari pandangan ini, bahkan hiburan pun menjadi kegiatan yang pasif, seperti menonton film, mendengarkan radio, atau menyaksikan pertandingan olahraga. Aktivitas semacam ini hanya menyisakan sedikit ruang bagi kreativitas dan partisipasi aktif.
Produktivitas dan Kehilangan Kesempatan Berkembang
Russell menyarankan bahwa masyarakat harus mulai memikirkan kembali pandangan mereka tentang kerja.Â
Jika kemajuan teknologi memungkinkan kita untuk menghasilkan lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat, maka seharusnya teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk mengurangi beban kerja manusia.Â
Misalnya, jika dengan teknologi, suatu pekerjaan yang sebelumnya membutuhkan delapan jam sehari dapat diselesaikan dalam empat jam, seharusnya orang dapat bekerja lebih sedikit dan memanfaatkan waktu luang untuk mengembangkan minat dan bakat mereka.