Al-Ghazali berbicara tentang pentingnya kedamaian batin, bahwa kebebasan sejati adalah kebebasan dari dorongan nafsu dan ego yang sering kali membuat hidup terasa tidak tenang. Sementara itu, Ibnu Atho'illah mengajarkan tentang kebijaksanaan dalam setiap tindakan, tentang bagaimana kita bisa hidup secara bebas tanpa terperangkap dalam keinginan-keinginan yang sering kali berujung pada kekosongan batin.
Setelah mendalami pemikiran mereka, saya menyadari bahwa kebebasan sejati bukan hanya soal kemampuan untuk melakukan apa pun yang kita mau, tetapi lebih pada kemampuan untuk mencapai kedamaian dalam hati. Kebebasan yang saya pelajari dari tasawuf ini membuat saya memahami bahwa kebahagiaan dan ketenangan tidak datang dari kebebasan eksternal, melainkan dari kebebasan batin yang membuat jiwa menjadi tenang, damai, dan bahagia.
Pemahaman ini membawa kesadaran baru bagi saya bahwa kebebasan tidak hanya soal melepaskan diri dari aturan atau tuntutan luar, tapi juga soal bagaimana hati kita tetap kokoh, tidak mudah terombang-ambing oleh ego dan keinginan duniawi. Pada akhirnya, kebebasan yang sesungguhnya adalah kebebasan hati dan jiwa yang damai--sesuatu yang jauh lebih dalam dari sekadar kebebasan fisik atau tindakan. Ini adalah kebebasan yang membuat hidup saya terasa lebih utuh, lengkap, dan bermakna.
Tetap Bebas, Tetap Bijak: Menemukan Keseimbangan dalam Kebebasan
Jadi, setelah perjalanan panjang dari filsafat eksistensialisme sampai menemukan kedamaian batin di tasawuf, apakah sekarang saya sudah bisa diatur-atur? Jawabannya... tentu saja nggak! Hehe. Bebas tetap bebas, bro! Tapi ya, harus pintar-pintar juga menempatkan diri. Kalau kita berada dalam sebuah sistem, mau nggak mau harus ikut aturan, nggak bisa asal beda sendiri. Idealis boleh, tapi ya jangan goblok-goblok amat. Idealis itu sah-sah saja, tapi tahu batas, tahu tempat. Biar tetap bisa berkarya dan hidup damai dalam lingkungan, sambil terus jadi diri sendiri.
Di titik ini, saya belajar bahwa kebebasan yang sejati justru datang dari hati yang damai dan bijaksana. Jadi, nggak perlu lagi selalu "melawan," tapi bagaimana caranya berdamai dengan diri sendiri dan sistem yang ada, sambil tetap setia pada prinsip kita. Sekali lagi, hidup itu soal keseimbangan, dan saya menemukan keindahannya dalam perjalanan dari filsafat sampai tasawuf ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI