Mohon tunggu...
Zainuddin El Zamid
Zainuddin El Zamid Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik

Menulis apa saja yang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jika Bertrand Russell Hidup di Indonesia

3 Oktober 2024   10:16 Diperbarui: 3 Oktober 2024   10:16 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bertrand Russel

Di Indonesia, agama tidak hanya memainkan peran penting dalam kehidupan spiritual masyarakat, tetapi juga sering digunakan sebagai alat politik untuk mencapai tujuan kekuasaan.

Russell akan melihat ini sebagai manifestasi dari dogma yang tidak hanya membatasi kebebasan berpikir, tetapi juga merusak tatanan sosial dan politik. Baginya, agama seharusnya menjadi pilihan individu yang bebas dari tekanan politik.

Namun, yang sering terjadi di Indonesia adalah penggunaan agama sebagai alat untuk memecah belah masyarakat, menciptakan polarisasi, dan pada akhirnya, untuk mempertahankan atau memperluas kekuasaan.

Russell, yang percaya bahwa moralitas tidak harus berasal dari agama, akan berpendapat bahwa politisasi agama ini merusak fondasi kebebasan berpikir dan demokrasi di Indonesia.

Polemik Nasab Baalawi

Kontroversi mengenai nasab Baalawi, yang seringkali muncul dalam perdebatan di medsos hari ini di Indonesia, akan dilihat oleh Russell sebagai contoh bagaimana identitas digunakan untuk kepentingan kekuasaan. Dalam pandangan Russell, nasab atau garis keturunan tidak seharusnya menjadi dasar kekuasaan atau pengaruh sosial.

Di Inggris, Russell secara terbuka menentang penggunaan status kebangsawanan atau hak-hak istimewa berdasarkan kelahiran, dan dia akan membawa pandangan yang sama ke Indonesia.

Polemik mengenai nasab Baalawi di Indonesia, di mana garis keturunan dari Nabi Muhammad menjadi bahan perdebatan dan perebutan pengaruh, akan dipandang Russell sebagai masalah yang terikat pada dogma dan tradisi yang tidak rasional.

Russell mungkin akan menekankan bahwa kemampuan seseorang, kontribusi mereka kepada masyarakat, dan kebebasan berpikir harus menjadi dasar penilaian terhadap individu, bukan garis keturunan atau status sosial yang diwarisi.

Wakil Presiden yang Tidak Hobi Membaca: Sebuah Krisis Kepemimpinan

Baru-baru ini, muncul kontroversi mengenai seorang tokoh wakil presiden yang mengakui bahwa dirinya tidak terlalu gemar membaca. Russell, yang sangat menghargai kekuatan intelektual dan pendidikan sebagai alat untuk memajukan peradaban, kemungkinan besar akan merasa kecewa dengan sikap semacam ini dari pemimpin tertinggi negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun