Mohon tunggu...
Zainuddin El Zamid
Zainuddin El Zamid Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik

Menulis apa saja yang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gus Solah dan Alasan Mengapa Saya Menulis

6 Juni 2024   19:16 Diperbarui: 6 Juni 2024   19:23 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berpose dengan Gus Solah (Dokpri)

Legacy

Hidup hanya sekali, dan waktu kita di dunia ini terbatas. Seringkali kita merenung tentang apa yang akan kita tinggalkan ketika kita sudah tiada. Bagi saya, menulis adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa jejak saya tetap ada dan bisa dikenali oleh generasi mendatang. Mungkin anak cucu kita tidak akan mengenal siapa kita secara langsung, tetapi tulisan-tulisan yang kita buat akan menjadi saksi bisu dari pemikiran dan kehidupan kita.

Melalui tulisan, saya berharap dapat meninggalkan warisan yang berharga. Tulisan tidak hanya berupa cerita atau informasi, tetapi juga merupakan refleksi dari gagasan dan nilai-nilai yang saya pegang selama hidup. Dengan menulis, saya bisa menyampaikan pemikiran saya kepada anak cucu yang mungkin tidak hidup di zaman yang sama. Mereka bisa belajar tentang siapa saya, apa yang saya yakini, dan bagaimana pandangan saya tentang dunia.

Selain itu, menulis juga memungkinkan saya untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Tulisan yang baik bisa menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi orang lain. Saya ingin anak cucu saya tahu bahwa menulis adalah cara yang indah untuk berkomunikasi dan menyampaikan pesan kepada dunia. Melalui tulisan, mereka bisa merasakan kehadiran saya, meskipun saya sudah tidak ada di dunia ini.

Menulis juga menjadi cara untuk memastikan bahwa pemikiran kita dipengaruhi oleh siapa dan apa yang kita yakini. Ketika saya menulis, saya sering merujuk kepada guru-guru dan tokoh-tokoh yang telah menginspirasi saya, seperti Gus Sholah, Hadratusyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari, Imam Al-Ghazali, dan Ibnu Atha'illah, dan para mentor menulis saya. Dengan menulis, saya mengabadikan pengaruh mereka dalam hidup saya, dan pada gilirannya, saya berharap dapat menjadi inspirasi bagi orang lain.

Saya yakin bahwa menulis adalah salah satu cara terbaik untuk meninggalkan jejak yang abadi. Tulisan-tulisan kita akan tetap ada, bahkan ketika kita sudah tiada. Mereka akan terus dibaca, dipelajari, dan mungkin akan mempengaruhi cara pandang orang lain terhadap kehidupan. Menulis adalah warisan yang tak ternilai harganya, yang bisa kita tinggalkan untuk generasi mendatang. Dan itulah salah satu alasan utama kenapa saya menulis.

Dengan menulis, saya berharap bisa memberikan sesuatu yang berharga, tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain dan generasi yang akan datang. Saya ingin memastikan bahwa gagasan dan pemikiran saya tetap hidup dan terus memberikan manfaat, meskipun saya sudah tidak ada lagi di dunia ini. Itulah legacy yang ingin saya tinggalkan melalui tulisan-tulisan saya.

Mengikuti Jejak Ulama Terdahulu

Setelah saya merenung lebih dalam, saya menyadari bahwa apa yang disampaikan oleh Gus Solah saat saya nyantri dulu tentang pentingnya aktif menulis sebenarnya adalah bagian dari tradisi keislaman dan kepesantrenan yang kaya. Gus Solah mengajarkan bahwa menulis adalah bagian dari ibadah, sebuah cara untuk mencatat ilmu dan menyebarkannya kepada umat.

Dunia Islam memiliki kekayaan literatur dan sumber keilmuan yang tak tertandingi, berkat para ulama yang telah menulis karya-karya monumental. Sebut saja Imam Al-Ghazali dengan karyanya yang mendalam tentang tasawuf dan filsafat, atau Imam Syafi'i yang karyanya menjadi rujukan utama dalam fikih. Karya-karya mereka, yang menjadi kitab mu'tabaroh di lingkungan pesantren, terus menjadi pegangan utama hingga kini, menunjukkan betapa besar pengaruh literatur dalam membentuk dan menjaga tradisi keilmuan Islam.

Ulama dari Nusantara pun tidak kalah produktif. Kita memiliki Syeh Nawawi Al-Bantani, seorang ulama besar yang karyanya diakui di dunia internasional, serta Hadratusyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama yang meninggalkan banyak karya tulis yang hingga kini menjadi rujukan penting dalam pendidikan Islam di Indonesia. Karya-karya mereka menunjukkan bahwa menulis adalah sebuah tradisi yang harus dijaga dan dilanjutkan oleh generasi berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun