Menulis adalah seni yang tak lekang oleh waktu, sebuah kegiatan yang tidak hanya melibatkan kemampuan berpikir dan berimajinasi, tetapi juga merupakan sarana untuk mengekspresikan diri, berbagi ide, dan meninggalkan jejak bagi generasi mendatang. Tahun 2023 menjadi titik balik dalam perjalanan menulis saya, di mana saya memutuskan untuk benar-benar serius belajar dan memperdalam kemampuan menulis. Mengikuti berbagai kelas menulis telah membuka mataku terhadap dunia yang lebih luas dan memberi pemahaman mendalam tentang pentingnya menulis dengan baik dan benar.
Pada tahun 2023, aku mengikuti banyak kelas menulis dengan harapan dapat memahami gaya menulis yang baik dan benar. Salah satu guru saya adalah Budiman Hakim, atau yang biasa dipanggil 'Ombud' di komunitas The Writers. Melalui pengajaran Ombud, aku belajar banyak tentang bagaimana menulis dengan gaya yang unik dan menarik, yang dapat memikat pembaca dari awal hingga akhir. Selain Ombud, ada juga Nanda Putra Pratomo, penulis buku 'Berbenah Sebelum Punah'. Nanda memiliki pendekatan yang disiplin dalam mengajarkan menulis. Beliau mewajibkan peserta kelasnya untuk menulis setiap hari dan mengumpulkan tulisan tersebut setiap pagi dengan minimal 700 kata. Ketelatenan dan kedisiplinan yang diajarkannya benar-benar membentuk karakter menulisku.
Tidak ketinggalan, ada Awan Gunawan atau yang dikenal dengan nama pena Bret Pit, yang terkenal dengan karyanya 'Pacor Story'. Dari Bret Pit, aku belajar bagaimana menulis cerita yang asik dan penuh warna. Semua guru-guru tersebut tidak hanya memotivasi aku untuk menulis, tetapi juga mengajari cara menulis yang menyenangkan dan tidak membosankan. Rasanya rugi banget kalau berhenti menulis sekarang. Ilmunya lama-kelamaan akan luntur jika tidak terus dipraktikkan.
Tahun 2023 juga menjadi tahun bersejarah karena aku berhasil menuliskan satu naskah buku dalam waktu 30 hari. Naskah tersebut adalah hasil dari mengikuti kelas Nanda Putra Pratomo, yang memang mewajibkan peserta untuk menulis setiap hari. Disiplin yang ketat diterapkan dalam kelas tersebut, di mana setiap tulisan harus disetorkan setiap pagi dengan minimal 700 kata. Apabila ada peserta yang telat mengumpulkan tugas, maka poin di kelas akan berkurang. Jika poin berkurang, maka peserta akan dikick dari kelas. Dan anda tahu? Dari 30 peserta hanya saya dan teman saya yang bernama Ali yang bertahan sampai hari ke-27. Sayang, keesokan harinya Ali harus dikick karena ketiduran dan tidak mengumpulkan tulisannya. Hahaha.
Pada akhirnya, saya menjadi murid tunggal yang berhasil menyelesaikan tugas kelas selama 30 hari penuh. Lucu banget, karena di dalam grup WA kelas tersebut, walhasil hanya diisi oleh saya dan si mentor, Kak Nanda. Udah kayak pacaran aja. Hahaha. Pengalaman ini tidak hanya menambah ilmu dan keterampilan saya dalam menulis, tetapi juga mengajarkan pentingnya konsistensi dan disiplin dalam menulis. Menulis setiap hari, mengumpulkan tulisan tepat waktu, dan menerima kritik serta saran dari mentor adalah proses yang sangat berharga. Saya merasa beruntung bisa melalui semua itu, dan semakin yakin bahwa menulis adalah bagian penting dari hidup saya.
Inspirasi dari Sosok Gus Solah
Kenapa saya menulis? Pertanyaan ini kerap muncul dalam benak saya, dan salah satu jawabannya terinspirasi dari sosok yang sangat berpengaruh dalam hidup saya, yaitu Gus Solah (KH. Sholahuddin Wahid). Beliau tidak hanya seorang pengasuh, tetapi juga guru, motivator, dan inspirator bagi banyak santri. Gus Solah selalu mencontohkan kepada kami betapa pentingnya produktivitas dalam menulis.
Gus Solah adalah sosok yang tidak pernah berhenti berkarya, bahkan di usia yang tidak lagi muda. Meskipun sering keluar masuk rumah sakit, beliau tetap menunjukkan kepada para santrinya bahwa produktivitas tidak boleh terhenti oleh keadaan fisik. Di saat yang lain mungkin akan menyerah, Gus Solah tetap menulis. Beliau menulis artikel, opini, kritik, dan catatan-catatan penting yang memberikan banyak inspirasi dan ilmu.
Saya ingat betul bagaimana Gus Solah selalu mendorong kami untuk menulis. Beliau mengatakan bahwa menulis adalah salah satu cara untuk berkontribusi pada masyarakat, untuk berbagi ilmu dan pemikiran. Menulis juga merupakan cara untuk mencatat sejarah dan pemikiran kita, sehingga dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Kata-kata beliau selalu membekas di hati saya, menjadi pendorong utama kenapa saya memilih untuk menulis.
Gus Solah mencontohkan bahwa menulis tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Tulisan-tulisan beliau penuh dengan hikah dan pemikiran yang mendalam, yang selalu memberi inspirasi dan pencerahan bagi para pembacanya, terutama bagi santri Tebuireng. Melalui tulisan, Gus Solah telah memberikan warisan berharga yang akan selalu dikenang oleh banyak orang, termasuk saya.
Keteladanan Gus Solah inilah yang membuat saya semakin yakin untuk terus menulis. Menulis adalah cara saya untuk mengungkapkan pikiran, berbagi ilmu, dan meninggalkan jejak bagi generasi mendatang. Inspirasi dari Gus Solah membuat saya sadar bahwa menulis adalah sebuah perjalanan yang penuh makna dan nilai. Dengan menulis, saya berharap dapat mengikuti jejak beliau, memberikan kontribusi positif bagi masyarakat, dan mewariskan ilmu yang bermanfaat bagi orang lain. Khususon Ila Gus Solah, Lahu Alfatihah.
Legacy
Hidup hanya sekali, dan waktu kita di dunia ini terbatas. Seringkali kita merenung tentang apa yang akan kita tinggalkan ketika kita sudah tiada. Bagi saya, menulis adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa jejak saya tetap ada dan bisa dikenali oleh generasi mendatang. Mungkin anak cucu kita tidak akan mengenal siapa kita secara langsung, tetapi tulisan-tulisan yang kita buat akan menjadi saksi bisu dari pemikiran dan kehidupan kita.
Melalui tulisan, saya berharap dapat meninggalkan warisan yang berharga. Tulisan tidak hanya berupa cerita atau informasi, tetapi juga merupakan refleksi dari gagasan dan nilai-nilai yang saya pegang selama hidup. Dengan menulis, saya bisa menyampaikan pemikiran saya kepada anak cucu yang mungkin tidak hidup di zaman yang sama. Mereka bisa belajar tentang siapa saya, apa yang saya yakini, dan bagaimana pandangan saya tentang dunia.
Selain itu, menulis juga memungkinkan saya untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Tulisan yang baik bisa menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi orang lain. Saya ingin anak cucu saya tahu bahwa menulis adalah cara yang indah untuk berkomunikasi dan menyampaikan pesan kepada dunia. Melalui tulisan, mereka bisa merasakan kehadiran saya, meskipun saya sudah tidak ada di dunia ini.
Menulis juga menjadi cara untuk memastikan bahwa pemikiran kita dipengaruhi oleh siapa dan apa yang kita yakini. Ketika saya menulis, saya sering merujuk kepada guru-guru dan tokoh-tokoh yang telah menginspirasi saya, seperti Gus Sholah, Hadratusyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari, Imam Al-Ghazali, dan Ibnu Atha'illah, dan para mentor menulis saya. Dengan menulis, saya mengabadikan pengaruh mereka dalam hidup saya, dan pada gilirannya, saya berharap dapat menjadi inspirasi bagi orang lain.
Saya yakin bahwa menulis adalah salah satu cara terbaik untuk meninggalkan jejak yang abadi. Tulisan-tulisan kita akan tetap ada, bahkan ketika kita sudah tiada. Mereka akan terus dibaca, dipelajari, dan mungkin akan mempengaruhi cara pandang orang lain terhadap kehidupan. Menulis adalah warisan yang tak ternilai harganya, yang bisa kita tinggalkan untuk generasi mendatang. Dan itulah salah satu alasan utama kenapa saya menulis.
Dengan menulis, saya berharap bisa memberikan sesuatu yang berharga, tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain dan generasi yang akan datang. Saya ingin memastikan bahwa gagasan dan pemikiran saya tetap hidup dan terus memberikan manfaat, meskipun saya sudah tidak ada lagi di dunia ini. Itulah legacy yang ingin saya tinggalkan melalui tulisan-tulisan saya.
Mengikuti Jejak Ulama Terdahulu
Setelah saya merenung lebih dalam, saya menyadari bahwa apa yang disampaikan oleh Gus Solah saat saya nyantri dulu tentang pentingnya aktif menulis sebenarnya adalah bagian dari tradisi keislaman dan kepesantrenan yang kaya. Gus Solah mengajarkan bahwa menulis adalah bagian dari ibadah, sebuah cara untuk mencatat ilmu dan menyebarkannya kepada umat.
Dunia Islam memiliki kekayaan literatur dan sumber keilmuan yang tak tertandingi, berkat para ulama yang telah menulis karya-karya monumental. Sebut saja Imam Al-Ghazali dengan karyanya yang mendalam tentang tasawuf dan filsafat, atau Imam Syafi'i yang karyanya menjadi rujukan utama dalam fikih. Karya-karya mereka, yang menjadi kitab mu'tabaroh di lingkungan pesantren, terus menjadi pegangan utama hingga kini, menunjukkan betapa besar pengaruh literatur dalam membentuk dan menjaga tradisi keilmuan Islam.
Ulama dari Nusantara pun tidak kalah produktif. Kita memiliki Syeh Nawawi Al-Bantani, seorang ulama besar yang karyanya diakui di dunia internasional, serta Hadratusyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama yang meninggalkan banyak karya tulis yang hingga kini menjadi rujukan penting dalam pendidikan Islam di Indonesia. Karya-karya mereka menunjukkan bahwa menulis adalah sebuah tradisi yang harus dijaga dan dilanjutkan oleh generasi berikutnya.
Hal ini seharusnya menjadi motivasi bagi pemuda Islam dan para santri, termasuk saya, untuk meneruskan dan melanjutkan tradisi menulis tersebut. Menulis bukan sekadar kegiatan intelektual, tetapi juga bentuk pengabdian dan kontribusi kepada umat. Dengan menulis, kita tidak hanya menyantap karya dan mengambil keberkahan ilmu dari para ulama, tetapi juga bisa berkontribusi pada pengembangan keilmuan, khususnya dalam bidang agama dan kepesantrenan.
Menulis adalah cara kita untuk berpartisipasi dalam tradisi keilmuan Islam, memastikan bahwa ilmu yang kita peroleh tidak berhenti pada kita, tetapi terus mengalir dan bermanfaat bagi orang lain. Dengan menulis, kita mengikuti jejak para ulama terdahulu yang telah mencurahkan hidup mereka untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan. Kita menjaga api keilmuan tetap menyala, memberikan cahaya bagi generasi berikutnya.
Oleh karena itu, menulis menjadi lebih dari sekadar hobi atau pekerjaan. Menulis adalah sebuah tanggung jawab dan panggilan untuk melanjutkan tradisi mulia yang telah diwariskan oleh para ulama. Dengan menulis, saya berharap dapat memberikan sumbangsih kepada dunia keilmuan, menyebarkan manfaat, dan menjaga tradisi yang telah berusia ribuan tahun. Menulis adalah jalan untuk menjaga dan mengembangkan warisan intelektual Islam, dan saya merasa bangga bisa menjadi bagian dari tradisi yang mulia ini, walau saya belum memiliki karya yang bisa bermanfaat dan bisa dipamerkan untuk banyak orang.
Produktif di Tengah Kesibukan Hidup
Seiring bertambahnya usia, banyak teman sebayaku yang mulai fokus dengan kesibukan pekerjaan dan mengurus rumah tangga. Namun, sejak awal, saya menolak untuk menjadi bapak-bapak yang hanya sekadar bekerja, pulang, mengurus anak, ngopi, dan tidur. Saya memiliki komitmen dengan istri untuk terus menjadikan ilmu dan pengetahuan sebagai prioritas dalam rumah tangga kami, terutama dalam mendidik anak. Dari sana akhirnya muncul keinginan untuk belajar menulis dan tetap produktif menulis sebagai bentuk penolakan terhadap kemunduran pribadi.
Menulis adalah cara saya untuk tetap produktif dan terus berkembang. Saya tidak ingin menjadi seseorang yang berhenti belajar hanya karena kesibukan sehari-hari. Saya ingin membuktikan bahwa di usia yang mungkin sudah tidak lagi muda, kita masih bisa mengembangkan potensi diri dan melakukan self-improvement. Menulis menjadi salah satu cara untuk memastikan bahwa saya terus membaca dan mempertahankan kecintaan terhadap ilmu. Nulis doang tapi gak baca, mau jadi apa? Di sanalah tantangannya.
Memiliki waktu yang terbatas tidak boleh menjadi alasan untuk berhenti belajar. Justru, kita harus membuat komitmen dengan diri sendiri untuk tetap belajar dan produktif. Dukungan dari istri sangat berperan penting dalam menjaga semangat dan komitmen ini. Selain itu, manajemen waktu yang baik menjadi kunci untuk bisa menyeimbangkan antara pekerjaan, keluarga, dan menulis.
Pilihan saya untuk produktif menulis adalah bentuk perlawanan agar tidak menjadi bapack-bapack nirkarya (tanpa karya) dan bapak-bapak yang malas membaca. Saya ingin memberikan contoh yang baik kepada anak kami, minimal di alam bawah sadarnya dia merekam bahwa aktivitas bapaknya tidak jauh dari mengajar, membaca, dan menulis. Dengan begitu, suatu hari nanti, dia akan mengikuti jejak bapaknya untuk tetap memanfaatkan waktu sebaik mungkin dengan hal-hal yang positif.
Menulis juga menjadi cara saya untuk menanamkan nilai-nilai penting kepada anak kami, yaitu agar jangan pernah jauh-jauh dari ilmu. Saya ingin dia tumbuh dengan pemahaman bahwa belajar adalah proses seumur hidup dan produktivitas adalah kunci untuk mencapai kesuksesan. Menulis bukan hanya tentang menghasilkan karya, tetapi juga tentang membentuk karakter dan membangun kebiasaan baik dalam keluarga kami.
Dengan menulis, saya berharap bisa terus memberikan contoh yang baik, menunjukkan bahwa kita bisa tetap produktif dan berkontribusi, bahkan di tengah kesibukan hidup. Menulis adalah cara saya untuk tetap menjaga api semangat dan cinta terhadap ilmu, dan saya berharap anak kami juga akan merasakan manfaat dari kebiasaan ini di masa depan.
Wallahua'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H